Energi

Sumsel “Selamatkan” Singapura dari Gulita

Oleh : Maspril Aries
Wartawan Utama & Penggiat Kaki Bukit Literasi

Jadi jika kelak atau kemudian hari ada yang tampil ke panggung dan media menyatakan bahwa listrik di Singapura itu nyala terang benderang karena pasokannya gas alamnya berasal dari Sumsel, itu adalah pernyataan seorang epigon.

 

Krisis energi kini tengah melanda dunia. Bermula dari negara-negara di Eropa yang kekurangan pasokan energi kini krisis itu merambah ke Asia sampai ke China dan negara tetangga Singapura. Krisis energi terjadi saat perekonomian dunia mulai menggeliat kembali bersamaan dengan melandainya pandemi Covid-19.

Namun kondisi tersebut berbanding terbalik dengan persedian dan pasokan energi di beberapa negara. Negara-negara tersebut mengeluhkan defisit energi akibatnya krisis energi pun mengancam dunia. Berbagai aktivitas produksi di negara tersebut pun terhenti.

Krisis energi terjadi pada beberapa negara seperti Inggris, Jerman, China, India, Lebanon dan Singapura. Krisis energi di Inggris bermula dari kebijakan menerapkan bahan bakar rendah emisi sebagai penghasil energi dengan memberhentikan operasional pembangkit batu bara dan beralih ke gas alam. Terjadilah kenaikan permintaan gas alam ditambah ekonomi yang mulai pulih pasca pandemi.

Kenaikan permintaan gas ternyata tidak diiringi peningkatan pasokan gas karena berbagai masalah yang timbul kemudian suplai gas pun berkurang. Di sisi lain tingginya permintaan gas membuat harga gas di pasar internasional pun melonjak. Data menunjukkan, sejak Januari 2021 harga gas alam telah naik hingga 250 persen. Kenaikan berakibat kenaikan tajam tarif dasar listrik di negeri Ratu Elizabeth tersebut.

Bagaimana dengan Singapura? Negara pulau tersebut yang letaknya selemparan batu dari Indonesia juga mulai dilanda krisis energi khususnya pasokan listrik. Sebuah situs media online menulis berita dengan judul “Bukan Hoax! Negara Tetangga Bisa Hidup Gelap Gulita Gegara RI” dan “Ini Nyata! Gegara RI, Singapura Bisa Hidup dalam Kegelapan.” Berita lainya berjudul “Pilunya Singapura: Diambang Krisis Listrik-Tagihan Membengkak.”

Energi listrik di negeri singa tersebut mulai mengalami masalah akibat terkendala pasokan gas. Imbasnya, ada tiga perusahaan retail listrik di Singapura memutuskan berhenti dari bisnis listrik. Singapura adalah negara yang menerapkan pasar listrik terbuka untuk rumah tangga sejak 2018.

Tiga perusahaan retail listrik yaitu iSwitch perusahaan retail listrik independen terbesar di Singapura, Ohm Energy dan Best Electricity memutuskan menghentikan bisnis untuk menjual setrum ke konsumen. Kemudian perusahan lainnya, Union Power juga akan menghentikan sekitar 850 akun retailnya untuk reorganisasi bisnis.

Selama ini energi listrik Singapura sangat bergantung pada pasokan gas alam dari Indonesia. Singapura mengandalkan suplai gas alam melalui pipa bawah laut dari Indonesia yang berasal dari West Natuna dan Grissik atau Pagardewa di Sumatera Selatan (Sumsel). Otoritas Energi Singapura atau EMA (Energy Market Authority) Singapore menjelaskan adanya pembatasan gas alam dari West Natuna dan rendahnya gas yang dipasok dari Sumsel.

Berdasarkan data BP Statistical Review of World Energy 2021, konsumsi gas alam Singapura pada 2020 sekitar 1,22 miliar kaki kubik per hari (BCFD), naik dari 2019 sekitar 1,21 BCFD. Sementara itu ekspor gas RI ke Singapura dari dua ladang migas tersebut selama ini rata-rata 737,2 BBTUD (billion bristh thermal unit per day) berarti sekitar 60 persen pasokan gas Singapura berasal dari Indonesia.

Berdasarkan data dari PT Transportasi Gas Indonesia (TGI) mencatat tahun 2019 pasokan gas dari Indonesia yang berasal dari Grissik (Sumatera Selatan) sebesar 410 MMSCFD atau naik 1 persen dari tahun 2018 sebesar 406 MMSCFD.

Bayangkan apa terjadi dengan listrik di Singapura jika pasokan gas dari Indonesia terhenti?

Lihat Juga  SKK Migas Serahkan 6 Mobil dan 29 Motor pada Satgas Binter Kodam II Sriwijaya

Pasokan gas untuk energi listrik Singapura dari Sumsel sudah sejak lama berlangsung. Bermula dengan dibangunnya jaringan pipa gas dari Pagardewa – Grissik ke arah Duri dan Dumai serta ada yang menyebrang ke Batam di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) melalui pipa bawah laut. Dari Batam pipa gas tersebut tersambung ke Singapura. Jaringan pipa transmisi gas dari Grissik sampai ke Singapura panjangnya mencapai 468 km berdiameter 28”.

Pembangunan jaringan pipa dari Grissik – Duri – Batam dan Singapura yang bermula pada tahun 1998, pada beberapa lokasi pipa gas di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) sempat menuai gugatan ke pengadilan negeri dari perusahaan perkebunan yang ada di daerah itu, karena melalui lahan mereka.

Kemudian pada tahun 2003 pipa transmisi Grissik – Batam – Singapura selesai pembangunannya. Ini merupakan jaringan pipa hilir gas bumi pertama yang melintasi batas negara antara Indonesia dan Singapura. Pipa transmisi ini kemudian dioperasikan oleh PT Transportasi Gas Indonesia (TGI) Grissik-Batam-Singapore Transmission.

Bagi negara-negara Asean termasuk Indonesia dan Singapura, pembangunan jaringan pipa gas alam melalui pipa bawah laut merupakan bagian kerja sama Trans-ASEAN Gas Pipeline (TAGP), kerja sama energi di bidang gas intra Asean dengan fokus pada sektor mineral dan energi yang diarahkan untuk membangun jaringan/ interkoneksi di bidang energi dan utilitas untuk sub-sektor gas bumi di kawasan Asia Tenggara.

Kerja sama ini ditandatangani pada tahun 2002 dalam sebuah nota kesepahaman (Memorandum of Understaning/MoU) TAGP yang ditandatangani oleh wakil seluruh negara anggota ASEAN. Kerja sama ini melibatkan berbagai perusahaan migas baik itu nasional maupun swasta di negara-negara ASEAN.

Ada PetroleumBrunei, The Cambodian National Petroleum Authority (CNPA), Pertamina, Petronas, Myanmar Oil and Gas Enterprise (MOGE), The Ministry of Energy and Mines of Laos PDR, Philippine National Oil Company (PNOC), Singapore Petroleum Co. Ltd., Petroleum Authority of Thailand, dan Petro Vietnam. Diantara negara-negara Asean tersebut Indonesia adalah pemilik cadangan gas terbesar di Asia Tenggara sebesar 170,07 triliun standar kubik kaki. Di dunia Indonesia berada pada 13 dari negara-negara penghasil gas utama di dunia.

Pengiriman atau ekspor gas alam ke negara-negara Asean menjadi pilihan karena memang lebih menguntungkan dan murah dibanding pengiriman gas alam dalam bentuk LNG menggunakan kapal. Di Asean pengiriman melalui gas jaringan pipa tumbuh rata-rata sebesar 40 persen per tahun. Pengiriman gas alam dalam bentuk LNG terus mengalami penurunan.

Singapura adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tidak memiliki sumber daya energi yang dapat dieksplorasi. Untuk memenuhi kebutuhan energi khususnya gas alam, Singapura mengimpor dari negara tetangga, Indonesia dan Malaysia. Awalnya Singapura mulai membeli gas alam dari Malaysia sejak 1992 guna memenuhi kebutuhan pembangkit listrik Senoko. Ada sekitar 1,55 miliar kubik meter gas per tahun yang dikirim langsung dari Kertih, Trengganu melalui Segamat, Johor (Malaysia) dan diteruskan ke Singapura.

Gas dialirkan dari Malaysia tersebut disalurkan melalui pipa yang panjangnya sekitar 730 km yang dibangun dalam program Malaysia Peninsular Gas Utilisation (PGU-II) fase 2. Namun kerja sama ini terhenti,  Singapura protes karena menganggap Malaysia telah memasok gas alam dengan kualitas CO2 yang rendah ke Singapura. Kemudian negara itu beralih membeli gas dari Indonesia dengan alasan kualitas gas alam Indonesia yang berasal dari Natuna jauh lebih baik karena mengandung 72 persen karbon dioksida.

Lalu mulailah beroperasi jaringan gas Indonesia – Singapura dari ladang gas di Natuna Barat melalui jaringan pipa gas lintas negara yang dioperasikan pada tahun 200, dibangun di bawah laut sepanjang 450 km dari ladang gas menuju ke Pulau Jurong untuk kepentingan  pembangkit listrik dan perusahaan petrokimia.

Lihat Juga  Pusri Suplai Kebutuhan Oksigen Rumah Sakit di Sumsel dan Lampung

Pembangkit listrik Singapura yang beroperasi dengan gas dari Natuna adalah SembCorp Co-Gen, Tuas Power dan Power Seraya. Berdasarkan kesepakatan kerja sama yang ditandatangani tahun 2001 Indonesia mengekspor gas sebesar 325 juta kubik kaki per hari dengan durasi kontrak kerja sama perdagangan selama 22 tahun.

Singapura sebagai negara pulau dengan wilayah yang terbatas membutuhkan dukungan sumber energi lebih ramah lingkungan. Jadi ke depan diperkirakan Singapura akan tetap membutuhkan pasokan gas alam dari Indonesia sebagai penggerak energi dan industrinya.

Gas Sumsel

Setelah membeli gas yang berasal dari Natuna, Singapura pun berencana membeli gas dari Sumatera yang pengirimannya dimulai pada 2003. Gas dari Sumatera tersebut dipasok dari ladang minyak dan gas yang ada di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).

Selain mendapat pasokan gas dari Sumsel, pada saat musim kemarau tiba Singapura kerap melayangkan protesnya ke Indonesia khususnya ke Sumsel yang dituding sebagai pengekspor jerebu saat karhutla terjadi yang berakibat udara di negara tersebut tidak sehat. Apa jadinya jika pasokan gas dari Sumsel (Grissik) yang sebesar 410 MMSCFD terkendala atau mengalami krisis energi maka Singapura akan dilanda gelap gulita. Energi listriknya terganggu sehingga terang benderangnya nyala Singapura pada malam hari yang bisa dilihat dari Batam tidak terlihat lagi. Atau Formula 1 Singapura yang diselenggarakan malam hari karena menggunakan sirkuit jalan raya bisa tidak berlangsung.

Gubernur Sumatera Selatan masa jabatan 2008 – 2013 dan 2013 – 2018 Alex Noerdin sejak awal masa menjabat, jika bicara tentang energi Sumsel selalu mengingatkan bahwa pasokan energi untuk listrik di Singapura berasal dari Sumsel (Grissik) yang berasal dari Blok Corridor di Musi Banyuasin (Muba).

Alex Noerdin sempat berseloroh, “Singapura menyelenggarakan balapan Formula One pada malam hari dengan listrik tidak boleh padam. Dari mana gasnya untuk menggerakan pembangkit listriknya? Dari Sumsel,” katanya.

Sebelum krisis energi melanda Singapura tahun 2021 ini, Manager Regional Office 4 PT Transgasindo Indonesia (TGI) Oddi Jaka Rinaldi di Stasiun Metering Gas milik PT TGI di Pulau Pemping di Harian Batam Pos yang terbit 28 September 2018 menyatakan, hingar bingar dan terang benderang Singapura ternyata tak bisa dilepaskan dari peran gas bumi Indonesia. Tanpa suplai dari Pemping di Batam, Provinsi Kepri, Singapura hanyalah negara gelap gulita.

Menurutnya, untuk suplai gas ke pembangkit listrik di Singapura, 50 persen gasnya berasal Grissik yang mengalir menuju stasiun Pemping. Jika terjadi gangguan pada salah satu mesinnya, maka bisa dipastikan Singapura akan gelap gulita. PT TGI adalah anak perusahaan PGN yang bertugas menjadi transportasi gas alam ke pelanggannya di Sumatera, Batam dan Singapura.

Jadi jika kelak atau kemudian hari ada yang tampil ke panggung dan media menyatakan bahwa listrik di Singapura itu nyala terang benderang karena pasokannya gas alamnya berasal dari Sumsel adalah, itu adalah pernyataan seorang epigon.

Sudah lama Singapura bergantung pada pasokan gas alam dari Sumsel atau Indonesia. Bukan hanya saat krisis energi yang tengah terjadi sekarang di tengah pandemi Covid-19. Sumsel patut bangga karena gas yang dikirim ikut “selamatkan” Singapura dari gelap gulita. Mari berdoa bersama semoga krisis energi ini tidak melanda Indonesia dan krisis energi dunia segera berakhir. ∎

Editor : MA

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button