LifeStyle

Selamat Jalan “The Godfather Of Broken Heart”

Oleh : Maspril Aries
Wartawan Utama/ Penggiat Kaki Bukit Literasi

Indonesia kembali kehilangan seorang penyanyi dan musisi yang fenomenal dengan ciri dan warna musiknya yang khas. Dia adalah Didi Kempot yang mengembuskan napas terakhir di RS Kasih Ibu Solo, Selasa (5/5/2020), pukul 07.45 WIB.

Didi Kempot yang bernama lengkap Dionisius Prasetyo lahir di Surakarta, 31 Desember 1966. Didi Kempot lahir dan besar di lingkungan keluarga seniman, ayahnya Ranto Edi Gudel yang lebih dikenal dengan Mbah Ranto seniman di kota Solo dan kakaknya Mamiek Prakoso adalah pelawak kondang yang bergabung dengan grup Srimulat.

Didi Kempot mulai dikenal luas di Indonesia awal tahun 2000 melalui lagunya berjudul “Stasiun Balapan” dan “Sewu Kutha.” Didi Kempot yang berasal dari Solo, Jawa Tengah adalah penyanyi yang mempopulerkan musik campursari yaitu musik etnis Jawa baru yang populer sekitar tahun 2000.

Sebelumnya pada 1989 Didi Kempot mulai masuk dapur rekamannya. Album pertamanya dengan lagu andalan berjudul “Cidro” namanya mulai dikenal penggemar musik Indonesia dan juga luar negeri. Tahun 1993 penyanyi asal Solo tampil di Suriname, Amerika Selatan kemudian ke Belanda. Didi Kempot hadir dengan mengusung konsep musik atau genre campursari.

Didi Kempot seorang penyanyi campursari yang khas dengan tembang atau lagu bernuansa mellow yang digandrungi oleh masyarakat, khususnya anak muda. Dari lagu-lagunya, lirik lagu Didi Kempot mewakili perasaan ambyar kawula muda dalam menjalin hubungan asmara seperti diselingkuhi, diingkari janji, kecewa, dan memendam rasa rindu. Tak salah jika Didi Kempot kerap disebut dengan julukan “Bapak patah hati nasional” alias “The Godfather Of Broken Heart.”

Campursari

Campursari adalah salah satu kekayaan dari keberagaman seni budaya Indonesia yang sangat kaya. Campursari identik dengan tembang atau lagu sebagai kesenian sekaligus karya sastra. Tembang campursari adalah rangkaian kata-kata yang memiliki irama dan mengandung suatu makna.

Genre Campursari merupakan musik daerah dengan ciri khas atau karakteristik budaya masayrakat di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Cikal bakal musik campursari awalnya diperkenalkan oleh para pemusik di RRI Semarang tahun 1953. Namun saat itu musik campursari kurang diterima masyarakat luas. Pada masyarakat Jawa biasanya lagu-lagu campursari dinyanyikan pada acara hajatan seperti pesta pernikahan, sunatan sampai acara ulang tahun.

Lihat Juga  Tanjung Enim Kota Wisata Pedestriannya Cantik

Pada tahun 90-an musik campursari mengalami perombakan masuknya unsur musik modern berupa keyboard dan gitar elektrik yang dipelopori pemusik Manthos. Terjadilah akulturasi budaya antara tradisional dengan modern dan diterima masyarakat, menjadi populer pada tahun 2000-an, salah satu penyanyi yang mempopulerkannya adalah Didi Kempot. Musik campursari lahir sebagai genre pop-etnis.

Di Solo ada sebuah acara Radio Pop FM Solo yang khusus memutarkan tembang campursari karya Didi Kempot bernama siaran radio Dot Id (Didi Kempot Idolaku) setiap hari pada pukul 13.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB.

Tembang campursari yang dilantunkan Didi Kempot ternyata begitu mudah diterima masyarakat dan akrab di telinga pendengar semua usia. Namun kemudian musik campursari mengalami masa vakum yang cukup lama namun kemudian kembali menjadi populer setelah Didi Kempot kembali tampil dan musik campursari bisa diterima generasi milenial.

Musik campursari Didi Kempot adalah musik yang bernuansa keroncong-dangdut, lagu-lagunya bertema percintaan, syair lagu berbahasa Jawa, dan menggunakan notasi musik yang sederhana.

Dalam perjalanan karirnya Didi Kempot yang bercita-cita jadi penyanyi terkenal di Indonesia merintis karirnya dengan menjadi pengamen jalanan, turun naik bus bersama teman-temannya yang tergabung dalam Kelompok Penyanyi Trotoar yang disingkat “Kempot.”

Kehidupan yang dijalani sebelum menjadi tenar Didi Kempot sudah akrab dengan kehidupan jalanan dan masyarakat kelas menengah ke bawah. Maka tak mengherankan jika tema lagu‐lagunya adalah potret dari kejadian‐kejadian sehari-hari yang ada di tengah masyarakat. Lirik-lirik lagunya menggunakan bahasa Jawa ngoko.

Didi Kempot dalam menciptakan lagu bisa tercipta kapan saja dan dimana saja. Inspirasi lagu ciptaannya mengalir seperti air. Mencipta lagu dilakukan kapan saja dan dimana saja. Seperti lagu berjudul “Nunut Ngeyup” (Numpang Berteduh) tercipta saat ia berteduh di emperan toko karena hujan.

Selain itu lagu-lagu Didi Kempot lirik-liriknya kaya dengan nuansa dan banyak menggunakan setting ruang publik. Seperti lagi “Stasiun Balapan,” “Terminal Tirtonadi,” dan “Parangtritis.” Stasiun Balapan adalah stasiun kereta api di kota Solo dan menjadi identitas kota Solo. Kemudian Tirtonadi juga nama stasiun bus di kota Solo dan Parang Tritis adalah nama pantai yang indah dan sangat terkenal di Yogyakarta. Walau menggunakan setting ruang publik dalam lagu-lagu tersebut ada nuansa atau aroma cinta yang menjadi simbol romansa.

Lihat Juga  Senja Kala Cetak dan Jurnalistik Online

Romansa cinta seperti dalam lagu “Stasiun Balapan” menggambarkan seorang pria yang setia menunggu kepulangan sang kekasih. Lagu “Stasiun Balapan” diciptakan Didi Kempot awal 1999 setelah kembali dari Suriname. Lagu ini kemudian digarap bersama Ranu Suryanto dan Agus Genjik. Saat ditawarkan ke studi rekaman, awalnya lagu ini tidak ada yang mau membeli. Setelah diluncurkan pada Agustus 1999 lagu ini langsung “meledak” di pasar musik Indonesia.

Lirik lagu-lagu karya Didi Kempot sangat khas pada diksi dan gaya bahasa yang digunakan. Pemilihan katanya seperti merujuk pada pengalaman estetik, dan pengalaman hidup dirinya sebagai pencipta lagu tersebut. Lagu-lagu yang diciptakan Didi Kempot mengandung nilai-nilai budaya Jawa yang mencerminkan nilai-nilai kesantunan dan budi pekerti, sistem kepercayaan, sikap dan perilaku dan sistem kemasyarakatannya.

Setelah vakum dan meredup Didi Kempot kembali menggebrak pentas musi Indonesia dan menjadi idola baru di kalangan generasi milenial yang kemudian memberikan julukan kepada Didi Kempot sebagai “Bapak patah hati” dengan lagu-lagunya yang mewakili perasaan anak muda yang tengah galau dan kecewa dalam kehidupan asmaranya. Lagu-lagunya seakan mewakili perasaan para fans yang menyebut diri mereka “Sobat Ambyar.”

Lagu-lagu Didi Kempot yang diterima generasi milenial ternyata mampu menerobos gelombang modernisasi dan globalisasi yang tengah dilanda demam K-Pop. Fenomena Didi Kempot yang mendapat julukan “The Godfather Of Broken Heart” pada era milenial mampu diterima semua lapisan masyarakat dan semua tingkat usia.

Di tangan Didi Kempot musik campursari bukan musik yang kampungan namun menjelma menjadi salah satu musik fenomenal yang merakyat dan menembus semua status sosial di Indonesia.

Ketenaran Didi Kempot membawanya menjadi bintang iklan. Sebelum akhir hayatnya penampilan Didi Kempot kerap tampil di layar kaca mempromosikan iklan sebuah toko online. Didi Kempot menjadi Brand Ambassador toko belanja online tersebut, sama seperti grup mega bintang asal Korea “BTS” yang juga menjadi Brand Ambassador toko online.

Selamat jalan “The Godfather Of Broken Heart.” 𝞨𝞨

Editor : MA

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button