EkbisNews.com – ‘Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami adalah Allah’, kemudian meneguhkan pendirian mereka (istiqamah), maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, ‘Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih’.” (QS Fushshilat [41]: 30).
Allah berfirman lagi: “ yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah, ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi menjadi tentram.” (QS. AR Ra’d : 28)
Dari ayat di atas terlihat bagaimana sebuah ibadah bisa membawa dampak psikologis yang lebih baik. Seseorang yang berzikir kepada Allah akan menjadi tentram dan jauh dari perbuatan yang merusak hati.
Ketenangan jiwa dalam Islam adalah sebuah hasil yang didapat dari kekhusukan seseorang terhadap Tuhannya, sebagaimana yang dirasakan oleh para sahabat dan umat-umat terdahulu termasuk para sufi. Mereka melakukan latihan kebatinan atau zikir kepada Allah dengan benar-benar khusuk, yang meninggalkan keduniaannya dan hanya fokus pada cinta pada Rabbnya
Kita ingin jalan yang kita tempuh adalah jalan menuju ketenangan, karena seringkali kita banyak liku-liku dalam kehidupan ini.
Ada yang berkata, mungkinkah kita bisa benar-benar hidup tenang, sedangkan himpitan ekonomi dan beban hidup terasa begitu berat? Jawabannya, ”Ya.” Kita bisa hidup tenang, tanpa perlu merasa takut dan sedih, hanya dengan menjalankan dua syarat.Pertama, percaya kepada Allah SWT dengan sepenuh hati. Kedua, istiqamah dalam kebaikan. Demikianlah yang dijanjikan Allah SWT di dalam surat di atas.
Di dalam tafsirnya, Imam ar-Razi menjelaskan, ketenangan jiwa hanya bisa diraih dengan kebenaran hakiki dan amal saleh. Puncak kebenaran hakiki adalah mengenal Allah SWT. Sementara puncak amal saleh adalah istiqamah.Mengenal Allah SWT berarti mengetahui dan meyakini betul segala sifat dan nama baik (asmaul husna) yang dimiliki-Nya. Dengan demikian, seseorang tak akan lagi merasa khawatir dalam menghadapi hidup ini.
*Ingat Allah, Hati Tenang*
Sebab, ada Allah Yang Maha Pengasih, Yang Maha Penyayang, Yang Maha Pemberi Rezeki, Yang Maha Pemurah, yang telah menjamin kebutuhan, apakah itu makanan dan kebutuhan jiwa serta keamanannya. Dalam konteks ini berlaku prinsip pantulan bola, yaitu semakin keras bola dilemparkan, semakin keras pula bola itu memantul. Artinya, semakin besar keyakinan dan kepercayaan kita terhadap Kemahakuasaan dan Kemahamurahan Allah SWT, semakin besar pula kasih sayang dan kemurahan Allah SWT kepada kita.
Ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam hadis qudsi, ”Sesungguhnya Aku tergantung sangkaan hamba-Ku kepada-Ku.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad). Setelah mengenal Allah SWT, yang dituntut kemudian adalah istiqamah.
Imam ar-Razi menyebutkan, yang dimaksud istiqamah di sini adalah konsistensi melakukan amal saleh, baik itu di saat lapang maupun sulit. Allah berfirman yang artinya: ” Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.(Q.S. Ibrahim: 7)
Sebab, amal saleh tidak bergantung pada situasi atau kondisi tertentu. Kapan dan di manapun, seorang Muslim yang berharap ridha Allah SWT pastinya selalu melakukan amal saleh. Rasulullah SAW menegaskan, ”Amal saleh yang paling disukai oleh Allah adalah yang dilakukan terus-menerus sekalipun itu sedikit.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasai, dll).
Bila seorang Muslim percaya kepada Allah SWT dengan sepenuh hati dan istiqamah dalam kebaikan, niscaya Allah SWT akan memberinya kehidupan tenang, berupa malaikat-malaikat yang turun membisikkan ke dalam hatinya kalimat penyemangat, ”Jangan khawatir dan bersedih hati. Sebab, akan banyak keajaiban yang pasti menghampiri.'(*)
Penulis: Bangun Lubis