LifeStyle

Senja Kala Cetak dan Jurnalistik Online

Oleh : Maspril Aries
Wartawan Utama/ Penggiat Kaki Bukit Jurnalistik

Apakah anda masih membaca koran hari ini? Atau anda masih membaca tabloid atau majalah? Dengan melakukan survei kecil-kecilan pada jumlah sample yang terbatas, Insya Allah sebagian besar responden yang menjadi sample akan menjawab, “Tidak.” Misalkan dari 10 responden mungkin hanya tiga yang membaca koran, satu orang membaca koran setiap hari, satu lainnya hanya seminggu sekali dan lainnya, mungkin satu bulan sekali.

Koran atau surat kabar, tabloid dan majalah adalah media cetak yang merupakan rumpun tertua atau generasi pertama dari generasi jurnalistik di dunia. Generasi pertama dari jurnalistik atau media massa di dunia adalah jurnalistik cetak (print journalism) yang menyajikan berita melalui media cetak seperti surat kabar, tabloid atau majalah.

Jurnalistik generasi kedua dikenal sebagai jurnalistik elektronik (electronic journalism) yang menyajikan berita dalam media elektronik radio dan televisi — disebut juga jurnalisme penyiaran (broadcast journalism).

Yang terjadi kini pembaca media cetak mulai berkurang jumlahnya. Koran atau surat kabar yang dulu menjadi primadona khususnya pada pagi hari, kini sudah mulai tersingkir. Surat kabar, tabloid dan majalah kini memasuki masa senja kala seiring kemajuan teknologi media.

Telah terjadi paradoks dalam dinamika industri media terutama media cetak (surat kabar). Situasi krisis media cetak di Indonesia telah menelan banyak korban. Media-media nasional yang memiliki track record positif basis ekonomi dan pembacanya menghentikan penerbitannya. Surat kabar harian Sinar Harapan, Neraca, Jurnal Nasional, Suara Karya berhenti terbit. Koran Tempo tidak lagi menerbitkan koran edisi Minggu dan tabloid olahraga yang nyaris tanpa pesaing Bola juga tutup. Media cetak lokal lebih banyak lagi yang stop terbit.

Kimmo Lunden (2009) dalam “The Death of Print? The Challenges and Opportunities facing the Print Media on the Web” menulis bahwa media cetak (print media) menghadapi situasi kritis. Terjadi distorsi pembaca dan pendapatan iklan atau nilai bisnis media mengalami distorsi. Meskipun para pengusaha media cetak mengembangkan media online maupun e-paper atau digital online, penurunan pendapatan dan pembaca yang stabil menjadi indikasi media cetak memasuki senja kala.

Mengutip survei Nielsen pada 2009, jumlah pembaca koran semakin menurun secara signifikan, dari perolehan 28 persen pada kuartal pertama tahun 2005 menjadi hanya 19 persen pada kuartal kedua tahun 2009. Survei berikutnya tahun 2017 berdasarkan survei Nielsen Consumer Media View yang dilakukan pada 11 kota di Indonesia, penetrasi media televisi memimpin dengan perolehan 96 persen disusul dengan media luar ruang (53 persen), internet (44 persen), radio (37 persen), koran (7 persen), tabloid dan dan majalah (3 persen).

Khusus keberadaan internet sebagai media dengan tingkat penetrasi yang cukup tinggi menjadi indikasi bahwa masyarakat Indonesia semakin gemar mengakses berbagai konten melalui media digital. Internet telah menghadirkan new media menawarkan speed and space, new media membuka peluang bagi kehadiran informasi yang tidak dapat ditemukan dalam bentuk hard copy media konvensional.

Menurut Natalie Fenton (2010) dalam “New Media, Old News: Journalism And Democracy in the Digital,” New media juga menghadirkan format multimedia yang ditawarkan juga lebih inovatif dan lebih menarik.”

Mengutip Budi Arista Romadhoni dalam makalahnya, “Meredupnya Media Cetak, Dampak Kemajuan Teknologi Informasi,” kehadiran new media telah menciptakan digitalisasi informasi, yang memungkinkan akselerasi penyebarluasan informasi dan mempermudah penciptaan masyarakat informasi yang setara. Transisi dari old media ke new media menciptakan ruang publik yang lebih fleksibel dan cepat terhadap akses ke media.

Lihat Juga  Tempoyak dan Tanjak Masuk Warisan Budaya Takbenda Indonesia

Munculnya media baru dalam perkembangan teknologi komunikasi membawa dampak dalam komunikasi massa. Media cetak terpuruk dan bergejolak. Pada realitanya media cetak memang mulai ditinggalkan para pembacanya, kalangan anak muda atau generasi milenial kini lebih suka membuka media massa melalui ponsel, komputer, atau perangkat digital lainnya yaitu media online.

Jurnalistik Online

Setelah kelahiran jurnalistik generasi pertama yaitu jurnalistik cetak (print journalism) yang menyajikan berita melalui media cetak seperti surat kabar atau majalah. Kemudian lahir jurnalistik generasi kedua, adalah jurnalistik elektronik (electronic journalism) yang menyajikan berita dalam media elektronik radio dan televisi.

Kini adalah eranya jurnalistik generasi ketiga, yaitu jurnalistik online (online journalism). Jurnalistik online adalah pemberitaan melalui media yang tersaji secara online di internet, medianya disebut media online (online media), media siber (cyber media), situs berita (news site), atau portal berita (news portal).

Seiring kehadiran media online, jurnalistik online pun berkembang pesat. Jurnalistik online merupakan “generasi baru” setelah generasi jurnalistik konvensional (media cetak, surat kabar, tabloid dan majalah) dan jurnalistik elektronik (radio dan televisi).

Mengutip Asep Syamsul M Romli dalam buku “Jurnalistik Online Panduan Mengelola Media Online,” pengertian jurnalistik online terkait banyak istilah, yaitu jurnalistik, online, internet dan website.

Jurnalistik dipahami sebagai proses peliputan, penulisan dan penyebaran informasi (aktual) atau berita melalui media massa. Online dipahami sebagai keadaan konektivitas atau ketersambungan mengacu kepada internet atau wolrd wide web (www). Online berarti informasi dapat diakses di mana saja, kapan saja selama ada jaringan internet.

Internet yang merupakan singkatan dari interconnection-networking atau jaringan antar-koneksi dalam satu jaringan komputer yang saling terhubung. Internet ”menghasilkan” sebuah media dan dikenal sebagai “media online” utamanya website. Website atau site (situs) adalah halaman yang mengandung konten media, termasuk teks, gambar, audio dan video. Website diakses melalui internet dan memiliki alamat internet yang disebut URL (Uniform Resourcer Locator) yang berawal dengan www atau http:// (hypertext transfer protocol).

Jurnalistik Online (Online Journalism) dalam bahasa Indonesia disebut juga jurnalistik daring. Dalam dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti dalam jaringan, terhubung melalui jejaring komputer dan internet.

Ada juga yang menyebut jurnalistik online dengan sebutan Jurnalistik Digital — karena aksesnya menggunakan jari-jemari (click and/or tap, klik dan/atau sentuh) mouse, keyboard, dan layar monitor (screen). Atau ada yang menyebut Jurnalistik Internet — karena tersaji secara online di internet. Jurnalistik Website — karena tersaji di situs web, dalam hal ini situs berita atau media siber. Jurnalistik Multimedua — karena bisa menyajikan berita dalam format teks, gambar, audio, dan video sekeligus dan Jurnalistik Maya (cyber journalism) karena hadir di jaringan komputer dan internet.

Dalam jurnalistik secara umum dikenal adanya karakteristik dan prinsip teknis penulisan bahasa jurnalistik, seperti pada media cetak (surat kabar, tabloid dan majalah) dikenal adanya hemat kata, ringkas, padat, jelas, logis, kalimatnya pendek-pendek, sederhana dan mudah dipahami. Prinsip tersebut juga berlaku di jurnalistik online. Penulisan dan penayangan berita online hampir sama dengan penulisan dalam media cetak.

Lihat Juga  250 Siswa Ikut Bimbel Online SBMPTN 2021 dari Medco Grup

Perbedaannya hanyalah pada tampilan atau mediumnya. Jurnalistik online atau media internet bersifat virtual sedangkan sajian jurnalistik konvensional atau media cetak itu tercetak (printed media). Umumnya, ketika berita online dibuka, awalnya hanya muncul judul dan lead atau intro berita. Bila ingin mengetahui lebih jauh pembaca harus membuka (meng-klik) halaman atau link lanjutannya

Namun pada media online atau jurnalistik online dalam penggunaan bahasa Indonesia, media online termasuk paling banyak melakukan pelanggaran terhadap kaidah bahasa jurnalistik yang baik dan benar. Juga terjadinya masalah etika pada jurnalistik online. Jurnalistik online sering kali mengorbankan prinsip-prinsip dasar jurnalisme seperti akurasi berita demi mengejar kecepatan

Keluhan yang muncul dari khalayak terhadap media online adalah fokus yang berlebihan pada kecepatan. Akibat lebih mementingkan kecepatan kerap verifikasi dikorbankan. Jurnalistik online kebanyakan disajikan dengan tergesa-gesa agar segera online (kejar tayang).

Menurut Engelbertus Wendratama dalam buku berjudul “Jurnalisme Online” khusus di Indonesia ada tiga yang hal yang paling banyak dikeluhkan khalayak. Pertama, isi berita tidak sesuai dengan judulnya. Biasa disebut clickbait, yakni judul senssasional untu memancing klik pembaca.

Kedua, beberapa artikel berita yang secara isi cukup untuk satu artikel, dibagi-bagi supaya bisa menjadi dua atau tiga artikel berita. Ketiga, plagiarisme. Era digital membuat penjiplakan semakin mudah dilakukan. Menyalin satu artikel dan menempelkannya ke laman tanpa menyebut sumber atau memberikan tautan ke situs sumber.

Jurnalistik online memiliki beberapa prinsip dan karekter yang khas. Jurnalistik online juga memiliki lima prinsip dasar. Menurut Paul Bradshaw dalam buku “Basic Principal of Online Journalism” ada lima prinsip dasar jurnalistik online yang disingkat B-A-S-I-C yaitu :
– Brevity (Ringkas), informasi yang dimuat jangan bertele-tele langsung pada inti informasi yang akan disampaikan sehingga isi tulisan mudah dipahami oleh pembaca.
– Adaptability (Mampu Beradaptasi), jurnalistik online harus mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih setiap harinya. Metode pemberian informasi pada masyarakat pun tidak selalu terkait dengan tulisan namun dapat berupa video, foto dan lainnya.
– Scannability (Mampu Dipindai), tulisan yang dibuat dalam jurnalistik online harus membantu pembaca dalam menemukan informasi yang diinginkan dengan mudah. Pembaca akan langsung pada inti tulisan untuk mendapatkan informasi yang dituju.
– Interactivity (Interakif), menyuguhkan tampilan situs yang menarik dan terbaru.
– Community and Conversation (Komunitas dan Percakapan), menjadikan pembaca lebih aktif dalam menerima informasi online.

Sementara itu karakteristik jurnalistik onlien menurut James C.Foust dalam Online Journalism: Principle and Practices of News for The Web (2005) mencakup :
a) Audience Control: audiens atau pembaca dapat lebih leluasa dalam memilih berita yang mereka sukai hanya dengan menggerakkan jari, mouse, atau cursor dan mengklik link judul yang dikehendaki.
b) Nonlienarity: tiap berita yang disampaikan dapat berdiri sendiri atau tidak berurutan.
c) Storage and Retrieval: berita atau informasi tersimpan atau terarsipkan dan diakses kembali dengan mudah kapan saja.
d) Unlimited Space: memungkinkan jumlah berita jauh lebih lengkap ketimbang media lainnya.
e) Immediacy: kesegaran, cepat, dan langsung.
f) Multimedia Capability: bisa menyertakan teks, suara, gambar,video, dan komponen lain di dalam berita.
g) Interactivity: memungkinkan adanya peningkatan partisipasi pembaca seperti penyediaan kolom komentar dan fasilitas share ke media sosialu mumnya facebook dan twitter.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button