Muddai Madang : “Bukan Saya Tak Cinta Lagi SFC”
Muddai sudah menjadi pemegang saham dan memprakarsai berdirinya PT Sriwijaya Optimis Mandiri (SOM)
Oleh: Ida Syahrul I Wartwan EkbisNews.com
JANGAN sangsikan kecintaannya terdahap dunia olahraga khususnya sepakbola. Untuk hal yang satu ini, dia bahkan rela merogoh kantong pribadi hingga bermilyar- milyar rupiah. Loyalitasnya demi kemajuan sepakbola itu sudah teruji dengan bukti puluhan tahun berkutat di sepakpobla tanpa memikirkan keuntungan dan kepentingan pribadi.
Sebaliknya semata-mata berkorban lebih banyak dan tulus memajukan daerah melalui olahraga bola. Muddai Madang. Siapa yang tidak kenal namanya. Kiprahnya dibidang olahraga telah membesarkan namanya di kancah nasional dan bahkan mulai diperhitungkan di dunia international.
Pria kelahiran Baturaja 14 Agustus 1959 ini memang doyan olahraga. Tenis meja dan golf adalah cabang yang amat digemarinya. Tapi kenapa bukan bulutangkis saja yang dia besarkan, justru sepakbola dan Sriwijaya FC yang menjadi pilihannya. “Bola itu olahraga universal. Bola tidak sekedar memacu adrenalin saya tapi juga menggerakan kemampuan berfikir saya bagaimana menjadikan bola tidak sekedar olahraga tapi juga memenej jiwa enterperenuership dan mengolahnya menjadi komoditi. Bola menantang kemampuan saya bagaimana berkolaborasi dengan berbagai komponen yang ada didalamnya. Jadi tidak sekedar mengelola tim tapi juga menguji kemapuan berorganisasi secara masal,” kata Muddai Madang kepada Ida Syahrul.
Lantas bagaimana sampai dia jatuh hati pada bola dan mau saja mengelola Sriwijaya FC, Muddai yang memiliki istri cantik Ratna Yulita ini buka-bukaan soal yang satu ini. Waktu itu katanya, di tahun 2008. Muddai sudah menjadi pemegang saham dan memprakarsai berdirinya PT Sriwijaya Optimis Mandiri (SOM) untuk menaungi Sriwijaya FC. PT SOM didirikan menyusul regulasi PSSI yang melarang pembiyaan klub sepakbola melalui APBD. Lantas Bakti Setiawan yang saat itu Direktur Utama PT Semen Baturaja serta sejumlah tokoh lainnya menyampaikan usulan agar didirikan perusahaan yang khusus mengelola Laskar Wong Kito ini.
Di era pemerintahan Gubernur Syahrial Oesman di tahun 2008 PT SOM digunakan sebagai badan hukum untuk membesarkan nama SFC. SFC sendiri lahir setelah „diakuisisi‟ Pemprov Sumsel dari Persijatim yang saat itu tengah berada di Divisi Utama. Tepat pada 23 Oktober 2004 Persijatim resmi ganti nama menjadi Sriwijaya FC dan didanai APBD hingga 2007.
“Munculnya regulasi PSSI itu otomatis di 2008 PT SOM yang kepemilikan sahamnya mayoritas adalah saya, mengelola SFC hingga 2018 lalu. Kalaulah saya kemudian menyerahnya kepada Pemprov Sumsel dan tidak lagi membiayai SFC tidak berarti saya sudah tak cinta lagi pada SFC. Semata-mata untuk kebaikan bersama dan agar ke depan SFC menjadi lebih baik. Mungkin tanpa saya semuanya akan lebih baik dan biar sajalah apa yang saya lakukan itu menjadi salah satu bentuk kontribusi saya kepada daerah.
Pemunduran saya dari SFC dan pemegang saham mayoritas PT SOM adalah bentuk tanggung jawab sebab saya adalah orang yang paling berkepentingan dalam perjalanan Sriwijaya FC di kompetisi Liga 1. Faktanya, Sriwijaya FC harus terdegradasi ke Liga 2 setelah kalah 2-1 atas tuan rumah Arema FC.
Kalau dibilang kecewa, pastilah kecewa. Kecewa yang sangat dalam. Terlebih saya merasa sudah mengerahkan pikiran dan mengeluarkan biaya untuk menjaga Sriwijaya FC agar tetap bisa berkompetisi di Liga 1. Untuk itu saya menghaturkan permohon maaf sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat Sumsel, khususnya pecinta Sriwijaya FC yang selama ini memberikan dukungan kepada Sriwijaya FC.
Pemunduran saya sekali lagi bukan karena alasan lain namun semata mata sebagai bentuk tanggung jawab dan sikap sportif saya atas kegagalan yang ada. Kendati dalam olahraga khusunya bola pasang-surut itu adalah hal biasa dan menjadi seni serta dinamika tersendiri. Pasang surut juga dialami klub-klub besar dunia dan bukan hanya SFC. Bukan jugalah akhir dari segalanya. Kita memang tak perlu larut dalam kesedihan.
Saya berharap banyak kepada manajemen baru SFC akan membuat klub ini semakin kuat, dan kembali besar sebagaimana dulu dimasa-masa kejayaannya. Kendati mengembalikan masa-masa manis itu memang bukan hal yang gampang tentu saja, namun semuanya bisa direbut kembali asalkan seluruh kekuatan yang ada di dalamnya bersatu padu dan kompak,” kata Muddai.
Terlepas dari persoalan yang ada, kita berhadap tidak aka nada lagi kegaduhan yang tidak penting. Membuang jauh-jauh sikap saling menyalahkan dan rasa saling curiga. Pengalaman pahit hendaknya akan menjadikan klub ini makin kuat dan Muddai Madang akan kita catat sebagai salah tokoh penting yang pernah membawa harum nama Sumsel melalui sepakbola. Jayalah SFC, Laskar Wong Kito.