Gaya Hidup di Tengah Pandemi Covid-19
Oleh : Maspril Aries
Wartawan Utama/ Penggiat Kaki Bukit Literasi
Tanggal 8 Mei dunia memperingati Hari Palang Merah Internasional atau Hari Palang Merah sedunia. Hari Palang Merah Internasional ditetapkan tanggal 8 Mei karena merupakan tanggal kelahiran Bapak Palang Merah Jean Henri Dunant. Jean Henri Dunant adalah seorang aktivis sosial asal Swiss dan menjadi inspirasi dari terbentuknya Komite Internasional Palang Merah (ICRC) pada tahun 1863.
Peringatan tahun ini berlangsung dalam suasana dunia tengah berduka. Pandemi Covid-19 tengah melanda bumi, penduduk bumi banyak menjadi korban. Pada waktu yang bersamaan di banyak kantor Palang Merah Indonesia (PMI) yang ada di seluruh Indonesia mengeluhkan akan kelangkaan stok darah.
Untuk mengatasi kelangkaan stok darah tersebut, banyak instansi khususnya TNI dan Polri yang anggotanya secara bersama-sama menyumbangkan darah mereka ke PMI. Aksi perilaku prososial yang dilakukan institusi atau lembaga tersebut belum mencukup untuk memenuhi kebutuhan darah. Pasca pandemi virus Corona jumlah pendonor yang datang ke PMI kini menurun sementara pasien yang membutuhkan kebutuhan darah tetap ada.
Data tahun 2012 menyebutkan, dalam satu tahun Indonesia membutuhkan sekitar 4 juta kantong darah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Setiap tahun kebutuhan darah tersebut terus meningkat, pada Februari 2019 Ketua PMI Jusuf Kalla menyebutkan, kebutuhan darah secara nasional mencapai 5 juta kantong darah. Sekitar 97 persen stok darah dipenuhi kebutuhannya oleh PMI di seluruh Indonesia.
Namun warga yang mendonorkan darah di Indonesia masih belum memenuhi jumlah ideal, yaitu hanya 1,7 persen dari total penduduk Indonesia. Jumlah tersebut masih di bawah ideal sekitar 3 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Itu berarti jumlah pasokan darah di Indonesia masih kurang.
Data dari Kementerian Kesehatan tahun 2016 menyebutkan, jumlah kebutuhan minimal unit darah di Indonesia telah mencapai sekitar 5,1 juta unit kantong per tahun atau 2 persen jumlah penduduk, sedangkan penyedia darah dan komponennya saat ini hanya sebanyak 4,6 juta kantong dari 3,05 juta donasi. Sebanyak 86,20 persen dari 3,05 juta donasi itu berasal dari donor darah sukarela. Indonesia masih kekurangan jumlah penyediaan darah secara nasional sekitar 500 ribu kantong. Menurut standar lembaga kesehatan dunia atau WHO kebutuhan darah nasional yaitu 2 persen dari jumlah penduduk untuk setiap harinya.
Data lain dari PMI tahun 2009 mencatat jumlah donor darah di Indonesia relatif rendah, dimana terdapat 250.000 pendonor tetap dengan perbandingan populasi di Indonesia sekitar 230-240 juta jiwa. Hal ini menunjukkan rendahnya tingkat kesadaran di kalangan masyarakat untuk menjadi pendonor darah sukarela.
Indonesia membutuhkan stok darah yang cukup banyak untuk memenuhi ketersediaan darah di bank darah rumah sakit guna memenuhi kebutuhan akan transfusi darah yang dapat terjadi kapan saja seperti untuk korban kecelakaan yang dalam kondisi gawat darurat membutuhkan transfusi darah, pasien operasi dan lainnya, namun darah yang tersedia sering kali tidak mencukupi.
Selain situasi pandemi Covid-19, menipisnya stok kantong darah di PMI juga karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang manfaat donor darah bagi kesehatan si donor. Juga masih adanya mitos-mitos yang berkembang tentang dampak negatif dari donor darah. Mitos tersebut diantaranya, donor darah akan membuat badan menjadi gemuk, membuat badan lemas, wanita tidak boleh mendonorkan darah, dan menimbulkan kecanduan.
Di tengah pandemi Covid-19 edukasi dan sosialisasi masih diperlukan untuk memperbanyak jumlah pendonor darah sukarela. Sesuai dengan amanat UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 dan PP No. 7 tahun 2011 tentang Pelayanan Darah serta rekomendasi WHO bahwa darah transfusi yang aman dan berkualitas berasal dari donor sukarela. Edukasi dan sosialisasi harus menjadi strategi PMI untuk mengubah pemahaman dan perilaku masyarakat tentang pentingnya mendonasikan darah secara sukarela dan teratur .
Edukasi dan sosialisasi merupakan strategi penting dalam rekrutmen calon donor. Edukasi diperlukan untuk mengubah pemahaman dan perilaku masyarakat tentang manfaat dan kegunaan darah serta pentingnya mendonasikan darah secara sukarela dan teratur.
Mendonorkan darah adalah salah satu bentuk perilaku tolong menolong yang merupakan suatu kecenderungan alamiah manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Tolong menolong tergolong perilaku prososial. Donor darah merupakan kegiatan menolong orang yang kekurangan darah. Seorang relawan atau atau para donor akan mengeluarkan apa yang dimiliki yaitu darah dan memberikan pada orang lain yang memerlukan.
Menurut kamus psikologi, perilaku prososial adalah perilaku yang menguntungkan orang lain; tercakup dalam kebersamaan, kerjasama kooperatif dan altruisme.
Walaupun donor darah merupakan perilaku prososial, namun menurut Richard M. Titmus pionir dalam bidang transfusi darah, orang yang mendonorkan darahnya tidak semuanya bermotif altrustik (demi kepentingan orang lain).
Menurut Richard M. Titmus ada delapan tipe donor, yaitu donor bayaran, donor profesional, donor yang dibayar dan dibujuk, donor bayar utang, donor kredit keluarga, donor wajib sukarela, donor sukarela terbatas, dan donor sukarela kemasyarakatan.
Mengenal Darah
Darah adalah jaringan cair yang terdiri dari dua bagian, yaitu cairan yang disebut plasma dan sel darah. Darah secara keseluruhan kira-kira seperduabelas dari badan atau kira-kira lima liter. Sekitar 55 persennya adalah cairan atau plasma, sedangkan 45 persen sisanya adalah sel darah yang terdiri dari tiga jenis, yaitu sel darah merah, sel darah putih, dan butir pembeku (trombosit).
Dengan demikian darah manusia mempunyai empat unsur yaitu plasma darah, sel darah merah, sel darah putih, dan butir pembeku atau trombosit. Jenis-jenis darah yang dimiliki manusia yaitu golongan AB, A, B, dan O.
Sejarah transfusi darah atau donor darah diawali pada tahun 1665 oleh Dr. Richard seorang ahli anatomi tubuh dari Inggris yang berhasil mentransfusikan darah seekor anjing pada anjing yang lain. Selanjutnya dua tahun kemudian Jean Babtiste Denis seorang dokter, filsuf dan astronom dari Perancis berusaha melakukan transfusi darah pertama kali pada manusia. Ia mentransfusikan darah anak kambing ke dalam tubuh pasiennya yang berumur 15 tahun namun gagal anak tersebut meninggal dan dia dikenai tuduhan pembunuhan.
Di Indonesia, donor atau tranfusi darah telah dilaksanakan PMI sejak tahun 1950 untuk membantu rumah sakit militer dan rumah sakit sipil setekah diserahkan Pemerintah dan militer Belanda kepada Indonesia. Sebelumnya tranfusi darah dilaksanakan oleh Nerkai (Nederlandse Rode Kruis Afdeling Indonesie) atau Palang Merah Belanda bagian Indonesia sejak 1945 kemudian dilanjutkan PMI setelah Indonesia Merdeka.
Transfusi darah merupakan salah satu bentuk upaya penyembuhan manusia ketika diserang penyakit karena manusia tidak boleh berputus asa pada penyakit yang menimpanya.
Kebutuhan darah merupakan hal yang urgen. Darah adalah materi biologis yang hidup dan belum dapat diproduksi di luar tubuh manusia, tidak ada yang namanya darah buatan.
Ayo donor darah menjadi gerakan sosial masyarakat atau jadikan donor darah gaya hidup kita bersama di tengah pandemi Covid-19. 𝞨𝞨
Editor : MA