Dari Aceh Terbang ke Babel Mendarat di Muba
Oleh : Maspril Aries
Wartawan Utama/ Penggiat Kaki Bukit Literasi
“Sepak bola adalah industri.” Adagium itu sudah dikenal luas di dunia, khususnya negara-negara Eropa dan Amerika latin dan beberapa negara Asia seperti Jepang, China dan Korea. Di Indonesia sepak bola telah menjadi industri. Buktinya berbagai kosakata yang melekat pada industri, bisnis dan ekonomi sudah melekat pada aktivitas sepak bola. Dunia sepak bola kini menggunakan kata “merger,” “transfer,” atau kata “akuisisi.”
Dunia sepak bola mengenal transfer pemain antar klub, ada merger antar klub atau sebuah klub yang diakuisisi atau dijual kepada investor baru. Kini sepak bola di Indonesia juga sudah merambah bursa saham dan keuangan. Bali United FC yang berlaga di Liga 1 Indonesia menjadi klub yang pertama “melantai” di Bursa Efek Indonesia (BEI).
PT Bali Bintang Sejahtera perusahaan yang menaungi Bali United FC mencatatkan saham perdana di BEI Jakarta pada pada 17 Juni 2019. Bali United FC akhirnya resmi menjadi klub Indonesia pertama yang melepas sahamnya ke publik. Setelah melalui Initial Public Offer (IPO) atau penawaran saham pertama pada Mei 2019.
PT Bali Bintang Sejahtera yang tercatat di BEI Jakarta dengan kode saham BOLA itu menawarkan saham perdana senilai Rp175 per lembar lewat skema IPO. Perseroan melepas sebanyak 2 miliar saham atau setara dengan 33,33 persen saham pada harga penawaran perdana itu.
Itu salah satu bukti bahwa sepak bola di Indonesia telah menjadi industri. Selain menjual saham di pasar bursa, ada klub juga yang karena masalah finansial akhirnya perusahaan pemilik klub menjual kepada investor baru. Seperti yang terjadi pada Perseru Serui dari Papua saat berlaga di Liga 1 Indonesia karena krisis finansial manajemen menjual klub kepada pengusaha dari Lampung.
Perserui yang telah diakusisi lalu memindahkan kandangnya dari Serui ke Bandarlampung dan berganti nama menjadi Badak Lampung FC. Namun keberuntungan belum berpihak kepada klub yang bermarkas di stadion Sumpah Pemuda Bandarlampung tersebut. Pada kompetisi 2019 Badak Lampung FC terdegradasi ke Liga 2 Indonesia.
Sejarah yang sama juga pernah terjadi pada Sriwijaya FC sebelum diakusisi Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) klub berjuluk Laskar Wong Kito ini sebelum adalah klub Persijatim Solo yang berlaga di divisi utama PSSI. Juga karena masalah finansial lalu dijual kepada Pemerintah Provinsi Sumsel.
Selain akuisisi atau menjual klub kepada investor baru, ada juga merger antar klub. Pada musim kompetisi lalu ada di Liga 1 klub PS Tira merger dengan kulub Liga 2 Persikabo Kabupaten Bogor dan berganti nama menjadi PS Tira-Persikabo.
Merger terbaru antar klub sepak bola adalah merger yang terjadi antara Babel United FC yang musim kompetisi 2019 berlaga di Liga 2 Indonesia dengan Muba United FC yang berlaga di Liga 3 Indonesia. Pada kompetisi 2020 dua klub ini bersepakat untuk bergabung atau merger dan menjelma menjadi klub bernama Babel Muba United yang akan berlaga di kompetisi Liga 2 Indonesia. Babel Muba United FC akan bermarkas di Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) dengan kandangnya di stadion Serasan Sekate, Sekayu.
Merger Babel United FC dan Muba United FC adalah sebuah kisah perjalanan penggabungan klub yang panjang dan berbeda daerah asal. Sebelum bernama Babel United FC, klub ini adalah klub yang berdomisili di Aceh dengan nama Aceh United FC. Klub Aceh United FC tepatnya berasal dari Kabupaten Bireuen, Aceh berdiri pada 10 Oktober 2010.
Aceh United FC lahir saat terjadi dualisme kepemimpinan di PSSI dan lahirnya dua kompetisi yang bernama Liga Super Indonesia (LSI) dan Liga Primer Indonesia (LPI). Aceh United FC bergabun dan berkompetisi pada LPI. Pasca dualisme berakhir dan kompetisi kembali ke LSI, Aceh United FC sempat bubar.
Pada 2017 Aceh United FC dengan pemilik M Zaini Yusuf kembali dihidupkan dan ikut berkompetisi pada Liga 3 Indonesia. Prestasi Aceh United FC di Liga 3 cukup baik berada pada peringkat tiga dan berhak promosi ke Liga 2 Indonesia pada 2018. Menghadapi kompetisi Liga 2 klub ini mengontrak pelatih asing asal Chile Simon Pablo Elissetche juga pelatih kiper Markus Haris Maulana. Manajemen klub memasang target lolos ke Liga 1.
Namun nasib bercerita lain, klub ini gagal promosi ke Liga 1. Alih-alih promosi Aceh United FC justru terlilit masalah krisis finansial untuk berlaga di Liga 2 musim kompetisi 2019. Untuk menyelamatkan nasib klub agar tidak terdampar ke Liga 3 manajemen klub mengambil langkah merger dengan klub Liga 3 asal Pangkalpinang PS Timah Babel maka lahir Babel United FC yang bermarkas di stadion Depati Amir Pangkalpinang.
Menghadapi kompetisi Liga 2 – 2019, Aceh United FC yang kini telah berganti nama menjadi Babel United FC. Klub asal Pangkapinang tersebut kini beralih pemilik dengan CEO Babel United Ichsan Sofyan yang langsung menggandeng pelatih Putu Gede Dwi. Babel United FC juga memasang target lolos ke Liga 1 pada 2020. Namun prestasi Babel United pada Liga 2 musim lalu memang belum beruntung bisa lolos ke Liga 1 namun masih selamat tidak terlempar ke Liga 3.
Bersiap menghadapi kompetisi Liga 2 – 2020 yang akan mulai berputar pada 15 Maret 2020, masalah krisis finansial pun melanda Babel United FC. Langkah yang diambil adalah menyelematkan klub dari Bumi Laskar Pelangi dengan melakukan merger dengan klub Liga 3 asal Sumatera Selatan yakni Muba United FC.
Merger Babel United FC dengan Muba United FC tentu tidak bisa terlepas dan sosok Dodi Reza Alex nama yang sudah tidak asing lagi dalam lingkar sepak bola Indonesia khususnya klub Liga 1 Indonesia sejak era kompetisi divisi utama PSSI sampai Liga Super Indonesia (LSI). Dodi Reza Alex yang kini menjabat Bupati Musi Banyuasin (Muba) adalah orang di belakang layar yang sukses membawa Babel United FC mendarat di Muba.
Kecintaan Dodi Reza Alex pada olahraga khususnya sepak bola tak perlu diragukan. Sebelum menjabat Bupati Muba, Dodi Reza Alex adalah Presiden Sriwijaya FC yang berlaga di LSI dan Liga 1 Indonesia. Pasca menjabat sebagai Bupati Muba pada 2017, Dodi Reza Alex pun mundur dari jabatannya sebagai direksi di PT Sriwijaya Optimis Mandiri (SOM) yang menaungi Sriwijaya FC.
Selama menjadi pengelola Sriwijaya FC komitmen Dodi Reza Alex terhadap Sriwijaya FC amat besar. Pada masa kepemimpinannya di PT SOM, di tengah ketiadaaan lagi kontribusi dana APBD Pemprov Sumsel untuk Sriwijaya FC Dodi mampu melunasi seluruh beban utang klub dan beberapa kali menggadaikan rumahnya untuk mengatasi masalah finansial klub seperti membayar gaji pemain yang tertunda akibat dana dari sponsor tak kunjung cair.
Atau tentang kisah Dodi Reza Alex juga menyelematkan klub bola basket Hang Tuah Jakarta yang kemudian merger menjadi Muba Hang Tuah. Di tangan Dodi Reza Alex hanya dalam satu musim kompetisi Muba Hangtuah yang berlaga di Liga Kobatama menjadi juara.
Sebagai penutup tulisan ini saya ingin mengutip tulisan wartawan senior Yon Moeis yang menulis di Koran Tempo pada 29 November 2008 dengan tulisan berjudul “Lelaki Itu Kini ‘Terbang’ di Atas Sungai Musi.” Sekaligus mohon izin kepada penulisnya untuk mengutipnya.
“Dodi Reza Alex berusaha terbang jauh ketika banyak pengelola masih berkutat dengan kelangsungan hidup klub. Dia terbang dan membuat langkah-langkah awal yang cerdas ketika Sriwijaya FC, seperti juga kebanyakan klub di Indonesia, sedang “sekarat” dan kehabisan dana. Dodi–dia anak sulung Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin — datang dan membuat upaya penyelamatan agar Sriwijaya tidak mati.”
Pada paragraf kedua Yon Moeis yang juga wartawan senior sepak bola menulis, “Dodi datang pada saat yang tepat ketika Sriwijaya tak hanya membutuhkan dana segar, tapi juga sistem pengelolaan yang benar.”
Menurut Yon Moeis, “Tapi dia harus tahu bahwa sepak bola Indonesia adalah hutan belantara. Siapa pun orang yang masuk ke dalamnya, jika tidak siap, pasti tersesat. Mas Dodi, begitu saya menyapanya, memberikan jawaban yang sangat standar dan ringan saja. “Sriwijaya memang harus diurusi,” katanya. “Saya suka sepak bola dan sudah banyak cabang yang saya urusi, hanya ski air yang belum.”
Pada paragraf terakhir Yon Moeis menuliskan, “Dodi bisa menjadi contoh bagaimana mengelola klub sepak bola yang baik dan benar. Ini juga dengan catatan Dodi bisa menikmati bagaimana mengurus sepak bola persis ketika dia menikmati terbang di atas Tsing Ma Bridge, jembatan kabel gantung terpanjang di dunia yang menghubungkan Kowlon dan Lautan Island, pertengahan April 2005.”
“Semoga Babel United FC betah di Muba,” tulis seorang teman melalui pesan Whatsapp (WA) yang saya terima kemarin. ∎
Editor : MA