NASIONAL

Lembaga Rating Jepang Naikkan Peringkat Utang Indonesia

EkbisNews.com, Jakarta –  Lembaga pemeringkat Rating and Investment Information Inc (R&I) menetapkan peringkat utang luar negeri (Sovereign Credit Rating/SCR) Republik Indonesia pada level BBB+ dengan outlook stabil dan status layak investasi. Peringkat itu naik dari sebelumnya yang berada pada level BBB.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan kenaikan peringkat utang luar negeri RI menandakan bahwa stakeholder asing masih percaya dengan perekonomian Indonesia di tengah penyebaran virus corona yang semakin meluas ke sejumlah negara.

“Peningkatan rating Indonesia menunjukkan masih terjaganya keyakinan stakeholder internasional terhadap kinerja perekonomian Indonesia sebagai hasil dari upaya bersama di area moneter, fiskal, dan reformasi struktural untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang kuat, didukung oleh stabilitas makroekonomi,” ungkap Perry dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (17/3).

Selanjutnya, Perry menyatakan pihaknya akan tetap waspada dan terus memantau perkembangan di global. Hal ini khususnya terkait dampak virus corona terhadap ekonomi dunia.

“BI tetap memperkuat bauran kebijakan dan koordinasi dengan pemerintah serta otoritas terkait lainnya dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi, mendorong reformasi struktural, dan mendukung momentum pertumbuhan ekonomi,” jelas Perry dikutip dari cnnindonesia

Lihat Juga  PTBA Bantu Fasilitas Kesehatan untuk Tiga Puskesmas

Sementara, pihak R&I memaparkan ada tiga faktor yang membuat peringkat Sovereign Credit Rating Republik Indonesia kembali naik hari ini. Pertama,

kebijakan pemerintah dan BI dinilai cukup kuat untuk meningkatkan potensi pertumbuhan ekonomi.

Kedua, pemerintah dapat menjaga rasio hutang pada tingkat yang rendah karena defisit fiskal tetap terjaga. Ketiga, cadangan devisa yang memadai relatif terhadap utang jangka pendek.

Lembaga pemeringkat internasional itu berpendapat ekonomi Indonesia secara keseluruhan masih cukup kuat di tengah tekanan ekonomi global karena virus corona. Hal itu terbukti dengan pertumbuhan ekonomi riil Indonesia yang berada di kisaran 5 persen selama beberapa tahun terakhir.

Kemudian, Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja juga diklaim dapat mendongkrak investasi di Indonesia, sehingga berpengaruh positif pada ekonomi domestik secara keseluruhan. R&I memandang defisit neraca transaksi berjalan Indonesia masih terbilang rendah. Defisit transaksi berjalan sendiri diperkirakan sebesar 2 persen-3 persen pada tahun ini.

Lihat Juga  Anita, “Branding” dan Modalitas Politik

Selain itu, R&I juga menganggap pemerintah masih berupaya untuk menjaga defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) agar tak membengkak. Lembaga asal Jepang tersebut mengklaim pemerintah meningkatkan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur, mempertahankan rasio anggaran pendidikan dan kesehatan terhadap total pengeluaran, serta mengurangi alokasi anggaran untuk subsidi energi.

Sebelumnya, Sri Mulyani menyatakan defisit APBN berpotensi tembus hingga 2,5 persen tahun ini. Angkanya melonjak dari target yang ditetapkan sebesar 1,76 persen terhadap PDB.

Hal ini terjadi lantaran pemerintah tidak bisa mengerem belanja karena harus memberi stimulus fiskal demi menahan dampak virus corona terhadap ekonomi Indonesia. Di sisi lain, penerimaan turun.

Diketahui, pemerintah menerbitkan sejumlah kebijakan fiskal yang diberikan untuk industri dan pegawai. Rinciannya, total insentif fiskal yang diberikan dalam paket pertama sebesar Rp10,3 triliun dan paket kedua sebesar Rp22,9 triliun.

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button