Anita, “Branding” dan Modalitas Politik
Oleh : Maspril Aries
Wartawan Utama/ Penggiat Kaki Bukit Literasi
Sepertinya, tidak ada alasan yang kuat untuk menyisihkan nama RA Anita Noeringhati dari daftar kandidat Wali Kota Palembang mendatang.
Pekan terakhir bulan Agustus 2021 saya mendapat kiriman link polling bertajuk “Siapa Kandidat Wali Kota Palembang mendatang?” Link tersebut dari Harian Berita Pagi. Pada link tersebut ada beberapa nama yang bakal menjadi kandidat kuat Wali Kota Palembang. Ada 16 nama tokoh dan pejabat yang bisa dipilih salah satunya. Polling tidak memberi ruang memilih dua bakal kandidat.
Dari 16 nama yang disodorkan untuk dipilih yang menarik ada dua nama perempuan masuk dalam daftar polling pilihan menjadi bakal kandidat Wali Kota Palembang yang akan maju dan dipilih pada Pilkada serentak yang akan berlangsung 2024 mendatang. Dua nama tersebut adalah RA Anita Noeringhati yang kini menjabat Ketua DPRD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) dan Fitrianti Agustinda yang kini tengah menjabat Wakil Wali Kota Palembang.
Banyak pengamat politik yang memprediksi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Wali Kota Palembang mendatang akan berlangsung sengit dan alot karena tidak ada calon petahana. Jika Fitrianti Agustinda dianggap sebagai petahana maka ada satu petahana yang berpeluang ikut pilkada.
Dari 16 nama yang disodorkan dalam polling tersebut, lahir pertanyaan mungkinkah Wali Kota Palembang yang akan datang seorang perempuan? Jawabannya, hasil dari pilihan warga Kota Palembang yang akan menentukan. Berandai-andai tentu saja boleh. Seperti halnya, Surabaya kota metropolitan terbesar kedua setelah Jakarta pernah dipimpin perempuan bernama Tri Rismaharini yang kini menjabat Menteri Sosial.
Buah dari kepemimpinannya, ibu kota Jawa Timur tersebut maju, berkembang pesat dan mampu bersaing dengan kota-kota metropolitan di dunia. Jadi bagi mereka yang punya mimpi ingin Wali Kota Palembang yang akan datang seorang perempuan boleh toh. Selain Anita Noeringhati dan Fitrianti Agustinda masih adakah bakal kandidat perempuan lainnya yang menjadi alternatif pilihan? Tentu dengan prasyarat memiliki catatan jejak yang baik dalam perjalanan karir dan politiknya.
Diantara para bakal kandidat tersebut, Anita Noeringhati tercatat jelas jejak dan perjalanan karirnya, personal branding dan modalitas juga melekat pada diri perempuan yang memulai karirnya sebagai advokat. Ini jelas akan menjadi pertimbangan partai politik yang berkenan mengusungnya. Sepertinya, tidak ada alasan yang kuat untuk menyisihkan nama RA Anita Noeringhati dari daftar kandidat Wali Kota Palembang mendatang.
Personal Branding
Sebelum era internet lahir yang kemudian melahirkan platfom media sosial (medsos) politisi dan partai politik di Indonesia dianggap sebagai lembaga politik dengan segala kelengkapannya, ideologi, visi dan misi. Setelah internet atau teknologi informasi (TI) hadir, politisi dan partai politik tidak lagi dipandang sebagai pengemban ideologi, telah terjadi pergeseran dan dianggap sebagai brand.
Tidak salah jika kemudian para pemilih atau konstituen memperlakukan dua entitas politik tersebut selayaknya sebuah brand. Branding pun hadir dengan menawarkan daya tariknya. Brand tersebut telah hadir sebagai gambaran atau image dari program-program yang ditawarkan.
Dalam komunikasi politik kontemporer brand atau personal branding adalah bagian dari marketing politik yang sejak awal reformasi mulai diterapkan dalam berbagai tingkat pemilihan, dari pemilihan calon anggota legislatif, pemilihan kepala daerah sampai pemilihan presiden di Indonesia.
Bessie Mitsikopoulou dalam “Introduction: the branding of political entities as discursive practice” (Journal Of Language & Politics, 2008) menyatakan bahwa citra dan personalitas pemimpin dapat dibantu dibentuk oleh proses branding. Pernyataan itu dilengkapi oleh Marshment, bahwa branding bahkan bisa membantu kandidat untuk mengubah dan memelihara reputasi serta dukungan (JL Marshment, Political Marketing, 2009).
Mengutip Scammell dalam “Consumer Branding in Politics: A Comparison Of Presidents Ronald Reagan and Barack Obama,” (2011) bahwa branding adalah satu bentuk baru dalam marketing politik. Didefinisikan sebagai reperesentasi psikologikal sebuah produk/organisasi yang lebih mengarah pada simbol dibandingkan kegunaan nilai tangible. Ide dari branding sendiri lebih dari sebuah teori yang bisa diaplikasikan ke kota, negara bahkan politisi dengan memberikan mereka identitas publik.
Kemajuan teknologi komunikasi atau kehadiran media sosial telah meniadakan sekat dan jarak yang membatasi individu satu dan lainnya. Kekuatan tersebut mendorong politisi membentuk personal branding. Ada banyak definisi dari personal branding. Personal branding menurut pakar dan guru besar manajemen dari dalam negeri Rhenald Kasali, merupakan strategi komunikasi untuk memasuki jendela otak pemilih agar sebuah kontestan mengandung arti tertentu yang mencerminkan keunggulan terhadap kontestan pesaing dalam bentuk hubungan asosiatif.
Mengutip pakar dari luar negeri Peter Montoya, seorang spesialis personal branding, bahwa personal branding merupakan proses yang akan membawa ketrampilan, kepribadian dan karakteristik unik seseorang dan kemudian membungkusnya menjadi identitas yang memiliki kekuatan lebih dibanding pesaing.
Montoya & Vandehey dalam “The Brand Called You: Make Your Business Stand Out in a Crowded marketplace” (2008) menyatakan, personal branding adalah sesuatu tentang bagaimana mengambil kendali atas penilaian orang lain terhadap seseorang sebelum ada pertemuan langsung dengan orang tersebut.
Dalam kontestasi seperti pilkada dengan personal branding pemilih yang semula tidak bersimpati menjadi bersimpati, dari yang tidak peduli menjadi peduli. Personal branding efektif untuk memperkuat dukungan masyarakat dan meningkatkan elektabilitas.
Personal branding itu telah ada dan melekat pada Anita Noeringhati yang telah terpilih sebagai anggota DPRD Sumsel pada tiga kali pemilihan umum (2009. 2014 dan 2019) dari daerah pemilihan Palembang. Bagi partai politik yang ingin mengusung Ketua Harian DPD Partai Golkar Sumsel maju pada Pilkada Kota Palembang menyangkut personal branding tak perlu repot dan pusing memikirkannya.
Anita Noeringhati telah memiliki tiga elemen utama dalam membangun personal branding seperti yang ditulis Montoya & Vandehey, yaitu you, atau dengan kata lain, seseorang itu sendiri (siapakah sesorang tersebut sebagai suatu pribadi dan spesialisasi apa yang seseorang itu lakukan).
Elemen kedua, promise, personal branding adalah sebuah janji, sebuah tanggung jawab untuk memenuhi harapan yang timbul pada masyarakat akibat dari personal branding itu sendiri. Ketiga elemen relationship. Personal branding yang baik akan mampu menciptakan suatu relasi yang baik dengan klien, semakin banyak atribut-atribut yang dapat diterima klien dan semakin tinggi tingkat kekuasaan seseorang menunjukkan semakin baik tingkat relasi yang ada pada personal branding tersebut.
Modalitas Politik
Kalau urusan modalitas politik Ketua DPRD Sumsel ini tak perlu diragukan. Anita Noeringhati telah menjadi obyek dari sebuah penelitian ilmiah yang hasil penelitiannya telah dimuat di jurnal ilmiah. Penelitian berjudul “RA. Anita Noeringhati’s Modality in the Election Of The Regional House Of Representative of South Sumatra Province 2019” oleh Rizki Maharani, Mudiyati Rahmatunnisa dan Leo Agustino dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran (Fisip Unpad).
Tak banyak tokoh politik dari Sumsel yang menjadi obyek penelitian ilmiah untuk sebuah kajian ilmu sosial dan ilmu politik. Penelitian ini berlandaskan teori modalitas politik dari Pierre Bourdieu.
Kesimpulan dari penelitian terebut menyebutkan bahwa kemenangan RA. Anita Noeringhati pada pemilihan anggota DPRD Provinsi Sumatera Selatan pada 2019 didukung : Pertama, modal ekonomi dari harta kekayaan dan dana dari partai Golkar yang berhasil dimanfaatkan sebagai salah satu faktor kemenangannya.
Kedua, dari modal sosial yang Anita miliki, disimpulkan bahwa menjadi modal utama dalam mendulang suara dari masyarakat. Modal sosial ini berupa interaksi sosial dengan elit politik, organisasi dan masyarakat Kota Palembang, kemudian ada juga kepercayaan masyarakat sejak tahun 2009 yang menjadikannya petahana di DPRD Sumatera Selatan.
Ketiga, modal kultural latar belakang keluarga dan pendidikan tidak menjadi penunjang kemenangan, tetapi kemampuannya dalam berhadapan dengan publik menjadi salah satu faktor pendukungnya. Keempat,modal
simbolik yang miliki berupa pengalaman dalam politik dan penghargaan-penghargaan yang ia dapatkan menjadi faktor pendukung keterkenalannya dan mampu mendulang suara dari masyarakat.
Modalitas sosial politik adalah kekuatan niscaya yang mesti dimiliki seorang calon yang akan mengikuti kontestasi dalam pesta demokrasi pemilu atau pilkada. Modal sosial politik tersebut sangat efektif memenangkan kontestasi politik.
Mengutip Pierre Bourdieu sosiolog asal Prancis yang meninggal 2002 dalam bukunya “The Forms of Capital,” (1986) membedakan tiga bentuk modal yakni modal ekonomi, modal budaya, dan modal sosial. Menurut Bourdieu definisi modal sangat luas dan mencakup hal-hal material (yang dapat memiliki nilai simbolik), serta modal budaya (yang didefinisikan sebagai selera bernilai budaya dan pola-pola konsumsi). Modal budaya dapat mencakup rentangan luas properti, seperti seni, pendidikan, dan bentuk-bentuk bahasa.
Bourdieu menegaskan, modal berperan sebagai relasi sosial yang terdapat di dalam suatu sistem pertukaran, dan istilah ini diperluas pada segala bentuk barang baik materil maupun simbol, tanpa perbedaan yang mempresentasikan dirinya sebagai sesuatu yang jarang dan layak untuk dicari dalam sebuah formasi sosial tertentu.
Pada Pemilu 2019 terlihat jelas bahwa modal sosial Anita Noeringhati sangat kuat. Modal sosial yang dimiliknya diantaranya, kepercayaan (trust), interaksi sosial (social interaction) dan hubungan timbal-balik (reciprocal) yang senantiasa terjaga sejak pemilu 2009 dan 2014. Modal sosial tersebut senantiasa dirawatnya dan dipelihara. Saat pemilihan umum memilih anggota legislatif tiba, potensi modal tersebut dikelola dengan baik melalui pendekatan strategi komunikasi yang tepat.
Hasilnya pun terlihat, dari tiga kali kontetasi pemilu, perolehan suara di daerah pemilihan Palembang selalu meningkat dan ini yang mempertahankannya duduk sebagai wakil rakyat di DPRD Sumsel selama tiga periode. Pemilu 2009 (11.116 suara), Pemilu 2014 (16.426 suara) dan Pemilu 2019 (16.801 suara).
Peneliti dari Fisip Unpad pun menyatakan, dapatlah dipahami bahwa RA. Anita Noeringhati merupakan sosok yang memiliki kriteria pemimpin yang dekat secara fisik dan sosial dengan masyarakat. Adanya kepercayaan masyarakat terhadap Anita tidak diperoleh secara instan menjelang pemilihan anggota DPRD Sumatera Selatan, sebagaimana kebanyakan terjadi memanfaatkan kepopuleran melalui sosial media. Tetapi dukungan masyarakat lebih condong karena faktor kepercayaan terhadap Anita sendiri.
Banyaknya dukungan kelompok masyarakat kepada Anita menunjukkan besarnya modal sosial yang dimiliki oleh Anita. Modal sosial tersebut kemudian dipertahankan dengan cara dioptimalisasikan melalui komunikasi politik, konsolidasi politik, dan hubungan langsung dengan masyarakat.
Mari, kini saatnya menjawab polling “Siapa Kandidat Wali Kota Palembang mendatang?” dengan akal sehat, rasional dan tanpa direcoki rasa emosional. ∎
Editor : MA