Bisnis

Bersekolah di SPR Muba

Oleh : Maspril Aries
Wartawan Utama/ Penggiat Kaki Bukit Literasi

Di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) sekarang ada SPR (Sekolah Peternakan Rakyat). Bermula dari penandatanganan MoU atau Nota Kesepahaman antara Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria dengan Bupati Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Dodi Reza Alex di kampus IPB Dramaga Bogor, 16 Juli 2019 kini Kabupaten Muba memiliki tiga Sekolah Peternakan Rakyat.

Tiga SPR tersebut tersebar pada tiga kecamatan di Muba. Pertama SPR di Kecamatan Sungai Lilin yang sudah berdiri sejak 2013, lalu menyusul dua SPR lainnya, yaitu SPR di Kecamatan Lais dan Kecamatan Plakat Tinggi. Kabupaten Muba menjadi daerah pertama di Sumsel yang memiliki tiga SPR. Khusus SPR di Kecamatan Sungai Lilin adalah SPR terbaik se Indonesia. Hebat !

Menurut Rektor IPB Arif Satria, Bupati Muba Dodi Reza Alex sangat berkomitmen dengan pengembangan potensi-potensi yang ada di Muba. IPB optimis kerjasama dengan Pemkab Muba akan memberi kontribusi positif dan percepatan pengembangan bidang peternakan.

IPB punya target khusus dengan SPR yang ada di Muba. “Muba sangat kaya akan sumber daya alam, selain perkebunan juga ada peternakan. Jadi, kami targetkan SPR di Muba akan menjadi percontohan. Tidak hanya Bojonegoro tetapi Muba juga akan menjadi pusat laboratorium peternakan di Indonesia dan ini akan menjadi target IPB ke depan,” kata Arif Satria.

Dengan tiga Sekolah Peternakan Rakyat tersebut berapa “siswa” yang bersekolah di SPR tersebut? Membayangkan SPR yang dirintis dan dikembangkan IPB sejak 2012 tersebut jangan dibayangkan seperti layak sekolah-sekolah yang memiliki ruang kelas dan murid yang belajar di dalam ruangan dengan meja dan kursi.

SPR tidak berbentuk sekolah formal, karena dibentuk dalam satu kawasan pemukiman peternak berskala kecil. Mulai dari satu dusun atau satu desa atau satu kecamatan. Para peternak tersebut akan mendapat pendampingan dari mentor berkompeten selama empat tahun berturut-turut, atau sampai kondisi ternak dan ekonomi meningkat.

Para mentor SPR berasal dari Fakultas Peternakan, Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas Teknologi Pertanian, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, serta Fakultas Ekologi Manusia dari IPB.

Sekolah Peternak Rakyat (SPR) yang didirikan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB menurut Ketua SPR Prof Dr Muladno berdiri pada 2013, namun gagasan SPR terbentuk pada 19 September 2012 dan diterima dunia internasional 19 September 2018.

Sampai akhir 2019, program Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) berada di 39 kecamatan yang tersebar di 22 kabupaten pada 11 provinsi. Menurut Muladno guru besar Fakultas Peternakan IPB sekaligus pengagas konsep SPR, dari 39 SPR, sembilan di antarnya telah berhasil dikembangkan dan mulai mandiri. Setiap SPR, rata-rata memiliki 1.000 indukan populasi sapi yang dikelola oleh 300-400 peternak.

Lihat Juga  Muba Raih Dua Gelar Juara API Award 2020

Menurut Muladno, manfaat dari SPR bisa membentuk perusahaan kolektif peternak skala kecil yang dikelola secara profesional. Lalu mampu menghasilkan daging sapi atau sapi perah yang berkualitas tinggi, IPB membentuk SPR maka di lingkungan para peternak dibentuk kelembagaannya dan diberikan pendampingan.

Dalam pengembangan SPR, IPB juga menjalinkan kerjasama sama dengan perusahaan agrobisnis, PT Surya Agropratama (SAP) dan Infrabanx perusahaan asal Kanada.

LPPM IPB melalui SPR mendorong peternak untuk menjadi pelaku usaha ternak sapi yang profesional agar keuntungan yang dihasilkan bisa optimal dan berkelanjutan. “Ini perlu dukungan kuat dari para bupati atau wali kota setempat untuk memudahkan persoalan teknis yang bakal ditemui di lapangan,” kata Muladno.

SPR didirikan dengan tujuan memberi ilmu pengetahuan kepada peternak berskala kecil tentang berbagai aspek teknis peternakan dan nonteknis yang melandasi terwujudnya perusahaan kolektif dalam satu manajemen yang dikelola oleh satu manajer dalam rangka meningkatkan daya saing usahanya untuk meningkatkan pendapatannya serta kesejahteraannya.

Berdirinya SPR di daerah diharapkan akan berdirinya perusahaan kolektif peternakan berbadan hukum milik peternak berskala kecil yang dikelola secara profesional dan proporsional. Bisa menghasilkan ternak pedaging atau ternak perah atau ternak unggas yang berkualitas dalam memenuhi kebutuhan bahan pangan bagi masyarakat Indonesia. Sekaligus menghasilkan ternak bibit bersertifikat (pedaging, perah, atau unggas) untuk memenuhi kebutuhan peternak lainnya. SPR juga diharapkan bisa menghasilkan kedaulatan peternak berskala kecil dan posisi tawar yang lebih tinggi.

Di tengah masyarakat kita mengenal ada dua model peternak. Pertama, peternak mengarahkan usahanya secara komersial. Kedua, peternak yang mengarahkan usahanya non- komersial. Model pertama peternak komersial, memiliki jumlah ternak sapi lebih dari 25 ekor dan mengarahkan usahanya secara lebih komersial yang artinya peternak lebih memperhitungkan keuntungan secara ekonomis.

Model kedua, pemeliharaan ternak sapi dengan sifat tradisional oleh peternak dalam bentuk usaha rakyat. Jumlah kepemilikan ternak sapi menentukan arah usaha dari peternak itu sendiri dimana peternak yang memiliki jumlah sapi berkisar pada 1- 4 ekor cenderung mengarahkan usahanya ke arah non komersial atau semi komersial, peternaknya tidak terlalu memperhatikan aspek pasar dan keuntungan.

Lihat Juga  APP Sinar Mas Lepas Lahan untuk Program TORA

Menurut data Badan Pusat Statisitik (BPS) Sumsel 2018, di Sumsel terdata ada 277.085 ekor ternak sapi potong, 30.840 ekor kerbau juga ada 343.419 ekor ternak kambing dan 27.194 ekor domba. Di Kabupaten Muba berdasarkan data BPS 2018, jumlah sapi potong 31.834 ekor, kerbau 431 ekor, kambing 28.148 ekor dan domba 2.322 ekor. Dari Muba juga terdata, produksi daging ternak, daging sapi 883.310 kg, daging kambing 278.580 kg dan daging domba 985 kg.

Dengan potensi yang ada Bupati Muba Dodi Reza Alex ingin menggarap SPR di Muba dengan konsep yang berkelanjutan dan memberikan kontribusi di bidang peternakan. Menurut Dodi, Sekolah Peternakan Rakyat bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan peternak dalam hal pengelolaan peternakan secara profesional, mandiri, dan berdaulat, serta mengubah pola pikir dan pola usaha peternakan dari pola usaha sampingan menjadi usaha peternakan andalan sumber ekonomi peternak.

Khusus SPR di Kecamatan Sungai Lilin kini telah menghasilkan penggemukan sapi dan produk inovasi percontohan yakni pupuk bio urine yang berasal dari urine sapi. “Inovasi seperti ini ke depan harus diperbanyak lagi dan ditingkatkan di seluruh wilayah Muba sehingga dapat menciptakan lapangan kerja, dan menghasilkan produk inovasi untuk menambah pendapatan perkapita warga Muba,” kata Bupati peraih gelar doktor dari Fisip Universitas Padjadjaran (Unpad).

FOTO : Dinas Kominfo Muba

Suksesnya SPR di Muba membuat IPB semakin jatuh hati untuk mengembangkan SPR di daerah yang dikenal sebagai penghasil migas di Sumsel. 16 Maret 2020 lalu, Rektor IPB Arif Satria sengaja datang ke Muba untuk menghadiri deklarasi dua SPR di Kecamatan Lais dan Kecamatan Plakat Tinggi. Di hadapan Bupati Muba dan para peternak, Arif Satria mengyampaikan bahwa IPB akan mengucurkan dana riset sebesar Rp400 juta khusus untuk Kabupaten Muba, khususnya di Kecamatan Lais dan Kecamatan Plakat Tinggi.

Kolaborasi Pemkab Muba dan IPB dengan mendirikan SPR adalah bentuk budididaya sapi potong yang bertujuan meningkatkan produksi daging sapi. Kebutuhan daging sapi nasional sangat tinggi dan cenderung meningkat. Pasokan dagi sapi selama ini dipasok dari sapi lokal, sapi impor dan daging impor. Dengan SPR peternak di Muba telah mengubah pola pemeliharaan ternak yang sebelumnya didominasi oleh usaha peternakan berskala kecil, kini dengan cara “bersekolah” di SPR sehingga diperoleh nilai tambah bagi para peternak.

Editor : MA

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button