LifeStyle

CSR Migas Menggerakkan Ekonomi Desa Gajah Mati

EkbisNews.com, Musi Banyuasin — Josep E Stiglitz dalam buku “Covering Oil” menulis sebuah tulisan berjudul “Menjadikan Sumber Daya Alam sebagai Berkah, Bukan Kutukan.” Dalam buku yang menjadi panduan standar seorang wartawan dalam meliput energi dan pembangunan tersebut juga disajikan sebuah contoh berita berjudul “Ekonomi Minyak di Venezuela, Bukan Memakmurkan Malah Memiskin” yang dikutip dari San Francisco Chronicle” yang terbit tahun 2000.

Menurut Josep E Stiglitz, ada sebuah fenomena menggelitik yang para ahli ekonomi menyebutnya “kutukan sumber daya alam.” Rata-rata negara-negara kaya sumber daya alam memiliki performa lebih buruk ketimbang negara dengan anugerah alam yang lebih sedikit – cukup bertentangan dengan apa yang mungkin seharusnya terjadi. Tapi tidak semua negara kaya sumber daya alam memiliki perkembangan yang sama. Sekitar 30 tahun lalu, pendapatan per kapita Indonesia dan Nigeria seimbang. Keduanya sama-sama tergantung pada pendapatan minyak bumi.

Pada tahun 2000-an pendapatan per kapita Indonesia sekitar empat kali lipat pendapatan per kapita Nigeria. Pendapatan per kapita Nigeria turun dari US$ 302,75 pada 1973 menjadi US$ 254,26 pada 2002. Menurut laporan Bank Dunia dalam World Development Indicators 2004, PDB per kapita Indonesia pada 2002 sebesar US$ 1,060.24.

Namun kini ada sebuah negara yang memiliki sumber minyak bumi dan gas harus merasakan kutukan sumber daya alam seperti yang kini tengah melanda Venezuela. Negara penghasil minyak bumi terkaya di dunia kini dirundung petaka.

Apa yang terjadi Venezuela tersebut tidak terjadi di Indonesia, perusahaan kontraktor migas yang ada mampu berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat di sekitar area pertambangan. Seperti di wilayah operasional PT Medco E&P Indonesia yang berada di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Sumatera Selatan (Sumsel). PT Medco ikut berkontribusi dalam menggerakkan roda perekonomian masyarakat di sekitar area pertambangan.

Di sekitar wilayah pertambangan Blok Rimau yang pada 2018 memproduksi minyak sebesar 8,23 MBOEPD/ ribu barel setara minyak pe hari dan produksi gas sebesar 3,68 MMSCFD (Million Standard Cubic Feet per Day) atau juta standar kaki kubik per hari, ada salah salah satu desa merasakan kucuran dari berkah minyak bumi. Desa tersebut bernama Desa Gajah Mati dalam wilayah Kecamatan Babatsupat, Muba.

Desa dengan penduduk lebih dari 3.500 jiwa, Desa Gajah Mati yang dipimpin Kepala Desa Suryanak, bisa merasakan dari keberkahan minyak bumi yang diproduksi PT Medco. “Melalui pemberdayaan masyarakat PT Medco warga di sini dapat terbantu kehidupan ekonominya. Selama ini warga hidup dari bertani dengan berkebun karet dan kelapa sawit,” katanya.

Lihat Juga  Saudara Perempuan Baik untuk Kesehatan Mental Loh!

2011 PT Medco datang ke Desa Gajah Mati untuk melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan. Pada 2012 melalui melakukan pendampingan dengan membuat membentuk kelompok percontohan tanaman obat keluarga (toga) yang bernama Kenanga dengan salah satu pelopornya Yeni Lusmita (56 tahun) seorang ibu rumah tangga warga Desa Gajah Mati.

Dengan memanfaatkan halaman pekarangan rumah, Yeni Lusmita bersama pendamping dari PT Medco mulai menanam aneka jenis tanaman untuk bahan obat-obatan. Apa yang dilakukan Yeni tersebut mampu menarik keterlibatan sekitar 60 ibu rumah tangga di desa Gajah Mati untuk mengembangkan toga di halaman rumah mereka.Para perempuan Desa Gajah mati itu berhimpun dalam wadah Koperasi Wanita Herbal Bersatu. Kini koperasi herbal tersebut telah memiliki sampai sekitar 100 jenis tanaman obat yang ditanam di pekarangan rumah anggota.

Kepada ibu-ibu tersebut PT Medco memberikan pendampingan dan bantuan bibit tanaman dan beragam peralatan sekaligus pelatihan untuk membuat obat-obat jenis herbal. Beranekaragam tanaman obat keluarga pun tumbuh di halaman. Ada tanaman kumis kucing, cabai Jawa, kunyit putih, remek daging, sosor bebek, sirih merah, keladi tikus, lidah buaya, jahe, daun iler, daun kelor, sambiloto, hingga temulawak.

Melalui Koperasi Wanita Herbal dari Desa Gajah Mati telah berhasil memproduksi jenis obat herbal dalam bentuk kapsul, cairan dan ramuan daun. Menurut Yeni Lusmita yang dipilih sebagai ketua koperasi, setiap anggota boleh memproduksi berbagai jenis obat herbal tersebut untuk dijual.

“Untuk pesanan obat dalam jumlah banyak, kami dari koperasi yang memenuhi pesanan tersebut.Kepada anggota saya pesan untuk memenuhi pesanan obat dalam bentuk teh, kapsul, jamu, atau cairan minuman sehat,” kata Yeni.

Untuk pemasaran menurut Yeni Lusmita, mereka sudah mengikuti pemasaran era milenial menjual via online selain menjual langsung ke konsumen. Dari berbagai jenis obat herbal yang dihasilkan, pembeli banyak membeli obat herbal untuk kolesterol, diabetes, asam urat, lever, darah tinggi, hingga kanker.

Yeni Lusmita mengaku, setiap bulan Koperasi mampu mengantongi omset mencapai Rp10.000.000. Setiap tahun pemasaran terus mengalami peningkatan, selain melalui promosi juga dengan menggunakan pemasaran online telah ikut mendongkrak penjualan obat herbal dari desa yang berjarak sekitar 80 km dari Palembang.

Di rumahnya Yeni Lusmita yang mempekerjakan lima orang ibu rumah tangga, mampu memproduksi sekitar 2.000 – 3.000 kapsul herbal/ bulan. Walau juga memproduksi teh menurutnya, konsumen lebih memilih obat dalam bentuk kapsul dari pada jamu atau teh.Kapsul herbal dijual dengan harga berkisar Rp10.000 – Rp50.000/kemasan.

Lihat Juga  Dodi Ingin di Muba Ada Kampung Inggris

Selain menggerakkan ekonomi warga, kelompok toga Desa Gajah Mati yang menghasilkan obat-obatan herbal juga pernah membantu menyembuhkan pecandu narkoba.Menurut Yeni penyembuhan kecanduan narkoba dilakukan dengan memberi terapi obat herbal menggunakan racikan tanaman keladi tikus yang sudah diproduksi dalam bentuk kapsul.“Setelah dibantu dengan terapi obat herbal selama tiga bulanada peningkatan daya ingat dan bisa terbebas dari kecanduan narkoba,” ujarnya.

 

Selain melakukan pembinaan langsung, PT Medco juga memberi kesempatan pada Yeni Lusmita untuk mengikuti pendidikan non formal bersertifikat sebagai herbalis pada 2015 di Pusat Pelatihan Pengobatan Herbal Karyasari di Bogor, Jawa Barat. Yeni kini menjadi satu-satunya herbalis di Desa Gajah Mati. Kini produk-produk herbal dari jenis kapsul, jamu dan minuman Koperasi Kenanga telah mendapat sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan bersertifikat izin produk rumahan.

 

Untuk bisa menggerakkan dan memotivasi warga Desa Gajah Mati menurut Hendri Prayana teknisi Program CSR PT Medco E & P Indonesia Rimau Aset butuh waktu, pada awal pembinaan, banyak warga yang enggan turut serta dan ragu dengan khasiat toga.Untuk kelompok tanaman obat keluarga (toga) ada 15 kelompok dari dua Kabupaten yaitu Banyuasin dan Musi Banyuasin menjadi binaan PT Medco E & P Indonesia.

 

“Kepada binaan kami berikan pemahaman mengenai fungsi tanaman obat dan proses pemanfatan serta pengelolaannya. Hasilnya, kini warga Desa Gajah Mati sudah bisa merasakan hasil dan manfaat dari edukasi pemanfaatan tanaman obat. Warga kini bertanam lebih beragam tanaman obat yang banyak khasiatnya,” ujar Hendri.

 

Menurut Suryanak, Pemerintah Desa Gajah Mati berencana mengembangkan kelompok toga yang ada melalui alokasi dana desa 2019 yang mendapat kucuruan dana sebesar Rp15 juta.”Ke depan kami akan melakukan relokasi toga dari Dusun 4 ke Dusun 2 dengan luas tanah satu hektar. Di tempat yang baru akan dilengkapi rumah produksi,” katanya.

Kepala Perwakilan SKK Migas wilayah Sumatera bagian Selatan (Sumbagsel) Adiyanto Agus Handoyo menyambut baik usaha pengembangan toga menjadi obat herbal oleh warga Desa Gajah Mati dengan dibina perusahaan migas PT Medco E & P Indonesia.

“Kontraktor Kontrak Kerja Sama atau KKKS di wilayah Sumatera Selatan tidak hanya fokus pada pertambangan migas, tapi juga pembinaan dan pengembangan masyarakat. Di Sumsel ada sekitar 20 KKKS yang bermitra dengan UMKM dan fokus pada pembinaan serta pengembangan masyarakat,” katanya.

Desa boleh bernama Gajah Mati, tapi di desa ini roda ekonomi terus bergerak tak pernah mati.

Editor : Maspril Aries

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button