Negara G20 Sepakat Cegah Implementasi Pajak 0 persen
EkbisNews.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini kerja sama internasional dan transparansi perpajakan global akan membuat upaya penghindaran pajak semakin sulit.
kelompok negara G20 dan kerja sama 130 negara di dunia sepakat untuk mencegah implementasi pajak 0 persen di suatu negara.
Pasalnya, pemberlakuan pajak 0 persen berpotensi memicu praktik penghindaran pajak oleh suatu perusahaan. Hal itu misalnya, dilakukan dengan membuka kantor di negara/yurisdiksi yang menawarkan pajak rendah meski melakukan aktivitas ekonomi di negara yang pajaknya lebih tinggi.
Hal ini biasanya dilakukan oleh perusahaan digital berbasis internet, di mana aktivitasnya tidak dibatasi oleh keberadaan fisik perusahaan di suatu negara.
“Seperti di Eropa, Irlandia itu memberikan daya tarik investasi dengan kalau berinvestasi di Irlandia pajaknya sampai nol persen sehingga banyak sekali kejadian perusahaan Amerika dan negara-negara Eropa yang lain memindahkan kantor pusatnya ke Irlandia meskipun dia tidak membuka kantor, hanya kotak pos yang tujuannya untuk menghindari pajak,” ujar Sri Mulyani saat menghadiri Rapat Kerja dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (11/6).
“Intinya, perusahaan harus membayar pajak minimal,” ujarnya.dikutip dari cnnindonesia.com
Salah satu alternatif untuk mencegah pajak 0 persen adalah menggunakan konsep hak pajak minimum (minimum tax right) di mana perusahaan wajib membayar sejumlah pajak tertentu kepada negara tempatnya beraktivitas.
“Sehingga, nanti kalau kantor pusat pindah di Irlandia boleh saja tetapi Anda harus membayar minimum tax right kepada negara yang seharusnya,” ujar wanita yang akrab disapa Ani ini.
Kendati demikian, skema penerapan minimum tax right ini masih perlu dibahas lebih lanjut.
Secara terpisah, Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Yon Arsal mengungkapkan konsep minimum tax right bukan sesuatu yang baru. Beberapa negara telah menerapkan kebijakan tersebut di antaranya Filipina dan India.
Salah satu model penerapan pajak minimal adalah perusahaan asing yang merugi bisa saja tetap harus membayar pajak sejumlah nilai tertentu di negara tempatnya beroperasi. Pasalnya, perusahaan terkait bisa saja mencetak untung di tempat lain.
“Kadang-kadang kan ada perusahaan asing di Indonesia yang merugi melulu sehingga tidak membayar pajak atau hanya membayar pajak sangat kecil,” ujarnya.
Untuk Indonesia, lanjut Yon, penerapan minimum tax right sendiri masih perlu dikaji lebih lanjut. Pasalnya, untuk bisa menerapkan kebijakan tersebut pemerintah kemungkinan harus merevisi Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Pemerintah juga harus mempertimbangkan sisi negatif dari pemberlakuan pajak tersebut. Meski bisa mengurangi potensi terjadinya praktik penghindaran pajak dan erosi perpajakan (Base Erosion Profit Shifting/BEPS), tambahan pajak berpotensi meningkatkan beban perusahaan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kelompok negara G20 dan kerja sama 130 negara di dunia sepakat untuk mencegah implementasi pajak 0 persen di suatu negara.
Pasalnya, pemberlakuan pajak 0 persen berpotensi memicu praktik penghindaran pajak oleh suatu perusahaan. Hal itu misalnya, dilakukan dengan membuka kantor di negara/yurisdiksi yang menawarkan pajak rendah meski melakukan aktivitas ekonomi di negara yang pajaknya lebih tinggi.
Hal ini biasanya dilakukan oleh perusahaan digital berbasis internet, di mana aktivitasnya tidak dibatasi oleh keberadaan fisik perusahaan di suatu negara.
“Seperti di Eropa, Irlandia itu memberikan daya tarik investasi dengan kalau berinvestasi di Irlandia pajaknya sampai nol persen sehingga banyak sekali kejadian perusahaan Amerika dan negara-negara Eropa yang lain memindahkan kantor pusatnya ke Irlandia meskipun dia tidak membuka kantor, hanya kotak pos yang tujuannya untuk menghindari pajak,” ujar Sri Mulyani saat menghadiri Rapat Kerja dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (11/6).
Salah satu alternatif untuk mencegah pajak 0 persen adalah menggunakan konsep hak pajak minimum (minimum tax right) di mana perusahaan wajib membayar sejumlah pajak tertentu kepada negara tempatnya beraktivitas.
“Sehingga, nanti kalau kantor pusat pindah di Irlandia boleh saja tetapi Anda harus membayar minimum tax right kepada negara yang seharusnya,” ujar wanita yang akrab disapa Ani ini.
Kendati demikian, skema penerapan minimum tax right ini masih perlu dibahas lebih lanjut.
Secara terpisah, Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Yon Arsal mengungkapkan konsep minimum tax right bukan sesuatu yang baru. Beberapa negara telah menerapkan kebijakan tersebut di antaranya Filipina dan India.
“Intinya, perusahaan harus membayar pajak minimal,” ujarnya.
Salah satu model penerapan pajak minimal adalah perusahaan asing yang merugi bisa saja tetap harus membayar pajak sejumlah nilai tertentu di negara tempatnya beroperasi. Pasalnya, perusahaan terkait bisa saja mencetak untung di tempat lain.
“Kadang-kadang kan ada perusahaan asing di Indonesia yang merugi melulu sehingga tidak membayar pajak atau hanya membayar pajak sangat kecil,” ujarnya.
Untuk Indonesia, lanjut Yon, penerapan minimum tax right sendiri masih perlu dikaji lebih lanjut. Pasalnya, untuk bisa menerapkan kebijakan tersebut pemerintah kemungkinan harus merevisi Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Pemerintah juga harus mempertimbangkan sisi negatif dari pemberlakuan pajak tersebut. Meski bisa mengurangi potensi terjadinya praktik penghindaran pajak dan erosi perpajakan (Base Erosion Profit Shifting/BEPS), tambahan pajak berpotensi meningkatkan beban perusahaan.
Editor : Handoko Suprianto