Sri Mulyani Waspadai Ancaman Resesi Ekonomi AS
EkbisNews.com, Jakarta – Pemerintah mewaspadai sinyal akan terjadinya pelemahan pada perekonomian (resesi) Amerika Serikat (AS) hingga dua kuartal ke depan. Hal ini ditandai dengan meningkatnya imbal hasil obligasi pemerintah AS (treasury bond/ T-bill) untuk tenor jangka pendek dan jangka panjang.
“Inversi (pembalikkan posisi) kurva imbal hasil dari obligasi pemerintah AS antara 3 bulan, 1 tahun, dan 10 tahun itu biasanya menjadi indikator sinyal (leading indicator)terhadap kemungkinan terjadinya resesi atau pelemahan di Amerika,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati usai menghadiri sebuah acara di Jakarta, Selasa (26/3).
Imbal hasil mencerminkan risiko atas suatu investasi. Semakin tinggi imbal hasil yang ditawarkan, semakin tinggi risikonya.
Berdasarkan data Departemen Keuangan AS, per Senin (25/3) waktu setempat, imbal hasil T-bill bertenor tiga bulan tercatat 2,46 persen. Sementara, imbal hasil T-bill bertenor 10 tahun tercatat 2,43 persen. Artinya, investor melihat risiko jangka pendek lebih besar dibandingkan jangka panjang. Padahal, utang jangka panjang seharusnya memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan utang jangka pendek.
Sri Mulyani mengungkapkan tantangan perekonomian pada 2019 berbeda dengan 2018. Tahun lalu, tantangan terbesar berasal dari kenaikan suku bunga acuan global yang menarik modal keluar.
Tahun ini, suku bunga global relatif tertahan namun proyeksi perekonomian dunia menunjukkan pelemahan yang cukup signifikan. Selain pelemahan perekonomian AS, perlambatan perekonomian China juga turut memberikan kontribusi.
“Kalau dilihat proyeksinya (pertumbuhan ekonomi global) dari 3,9 persen ke 3,7 persen ke 3,5 persen, bahkan sekarang lebih rendah,” jelasnya. Dilansir dari cnnindonsia.com,(26/3/19).
Guna merespons pelemahan perekonomian global, pemerintah akan memperkuat ketahanan perekonomian domestik menggunakan seluruh instrumen yang ada.
Pemerintah akan menggunakan instrumen fiskal atau perpajakan untuk mendorong investasi dan menjaga momentum pertumbuhan baik kredit, pasar modal, dan belanja modal yang mulai meningkat.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga masih relatif lebih tinggi dan stabil dibandingkan sebagian besar negara lain di dunia. Hal ini membuat Indonesia memiliki kesempatan menjadi negara tujuan penempatan dana investor.
“Kami juga berharap dengan infrastruktur yang sudah selesai juga dapat mengakselerasi belanja modal yang lebih efisien,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah akan berupaya untuk menjaga stabilisasi harga dan pasokan. Hal ini penting menjaga daya beli dan konsumsi masyarakat. Di sektor ekspor, Sri Mulyani juga masih melihat peluang pasar di regional meski permintaan secara global melemah.
“Amerika dan Republik Rakyat Tiongkok merupakan dua perekonomian terbesar di dunia. Kalau mereka melemah tentu akan mempengaruhi kondisi globalnya,” pungkasnya.