Sri Mulyani : Pemda Harus Serius Atur Anggaran Dana Kesehatan
Ekbisnews.com ,Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta pemerintah daerah mengatur dengan serius anggaran bagi perbaikan kesehatan yang dikirim melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik dan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Pasalnya hanya pemda yang mengetahui pasti persoalan kesehatan di daerahnya.
Terlebih, jumlah Transfer Keuangan Daerah dan Dana Desa (TKDD) bagi kesehatan tak sedikit. Di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), anggaran kesehatan dialokasikan mencapai Rp123,1 triliun, terdiri atas belanja pusat sebesar Rp89,8 triliun dan TKDD sebesar Rp33,4 triliun.
Dari anggaran pendidikan yang mengalir ke daerah, sebanyak Rp19,9 dialokasikan bagi DAK Fisik dan Rp12,2 triliun untuk BOK.
“Ada delegasi anggaran pendidikan dan kesehatan yang didelegasikan ke daerah, sehingga peranan dari desa, lurah, camat, sampai bupati dan gubernur ini luar biasa besar. Ini responsibility, pemda harus mau bekerja sama,” terang Sri Mulyani, Kamis (21/3).
Menurut dia, kebijakan anggaran kesehatan pusat saat ini juga menyasar aksi preventif. Sebagai contoh, di dalam APBN 2019, pemerintah berupaya untuk intervensi gizi demi penanganan stunting pada 160 kabupaten dan kota, atau lebih banyak dari tahun sebelumnya 100 kabupaten dan kota.
Uluran pemda ini dibutuhkan agar skor kualitas sumber daya manusia Indonesia bisa lebih mumpuni. mengutip Human Capital Index (HCI) yang diterbitkan Bank Dunia, Indonesia memiliki skor HCI sebesar 0,53 pada 2018 lalu. Salah satu komponen HCI adalah kesehatan yang terdiri atas prevalensi stunting dan angka harapan hidup.
Namun, skor Indonesia ini tertinggal jauh dibanding negara Asia lain, seperti Singapura sebesar 0,88, Vietnam sebesar 0,67, Malaysia sebesar 0,62, dan Thailand sebesar 0,6.
Untuk itu, ia meminta pemda menggunakan anggaran kesehatan dari pusat untuk hal-hal yang bersifat pencegahan penyakit, atau disebut preventif. Sebab, ia menilai pengelolaan anggaran kesehatan sejauh ini baru bersifat kuratif, atau sekadar pengobatan dan pemulihan.
“Preventif ini bentuknya bisa dalam healthy lifestyle. Bisa dialokasikan lewat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), posyandu, dan pusat kesehatan masyarakat di daerah setempat,” jelas dia.
Meski demikian, pemerintah juga tetap melanjutkan kebijakan kuratif seperti komitmen Universal Health Coverage (UHC). Di Indonesia, UHC dijalankan melalui sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Sri Mulyani mengakui kebijakan JKN yang baru berusia lima tahun itu masih belum sempurna. Ke depan, butuh waktu bagi Indonesia untuk memperbaiki aspek dari mulai pelayanan dan keuangan.
“Indonesia ini memang baru tahun ke-lima, tapi tentu harus diperbaiki dan disempurnakan,” jelas dia.