NASIONAL

Sang “Hacker” From Lahat

Oleh : Maspril Aries
Wartawan Utama/ Penggiat Kaki Bukit Literasi

Dalam penggunaan istilah kejahatan internet atau cyber crime pada masyarakat sering terjadi kerancuan atau salah mengartikan antara hacker dan cracker sehingga muncul pemahaman yang keliru.

Pertengahan Februari 2021 media nasional, dari media cetak dan media online ramai-ramai menyajikan berita tentang seorang pelajar meretas database Kejaksaan Agung. Seorang remaja berusia 16 tahun dengan inisial MFW yang berasal dari Lahat berhasil meretas website Kejaksaan Agung. Tim dari Kejaksaan Agung dibantu Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan dan Kejaksaan Negeri Lahat berhasil mengamankan MFW.

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, pada Rabu, 17 Februari 2021, Kejaksaan RI mendapatkan informasi bahwa telah terjadi penjualan database kejaksaan di https : //raidforums.com/. Setelah dicek ternyata situs tersebut menjual database pegawai Kejagung yang ada di situs Kejaksaan.go.id. Tetapi Kejaksaan Agung menilai data tersebut merupakan terbuka untuk umum, tidak terhubung dengan database kepegawaian di aplikasi.

Setelah berhasil mengamankan pelajar asal Kabupaten Lahat tersebut, Kejagung mengambil kebijakan bahwa MFW tidak ditahan karena masih di bawah umur. Jaksa Agung ST Burhanuddin memberikan kebijakan kepada MFW untuk tidak dilakukan proses hukum dengan mempertimbangkan karena masih muda berusia 16 tahun dan masih sekolah.

Tentu berita ini mengejutkan khususnya bagi mereka yang punya perhatian pada kasus cyber crime. Apa yang dilakukan MFW mengingatkan pada kasus yang sama juga terjadi di Kabupaten Lahat, ada peretas atau hacker dari Lahat berhasil meretas situs Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI) atau www.dkpp.go.id.

MFW dari Kabupaten Lahat berhasil meretas website Kejaksaan Agung tersebut bukan peristiwa pertama. Sebelumnya pada Januari 2014 tim Cyber Crime Investigation Center (CCIC) Bareskrim Mabes Polri berhasil menangkap seorang anak muda bernama Harison alias Zon alias Chmod755 berusia 21 tahun dan sehari-hari menjadi penjaga warung internet (warnet) Delta Net yang terletak di Jalan Mayor Ruslan III, Kota Lahat.

Harison kemudian diajukan ke meja hijau Pengadilan Negeri Lahat. Majelis hakim pada sidang 8 Mei 2014 menjatuhkan pidana kepada terdakwa Harison alias CHMOD755 alias chmodrwxrwx@yahoo.co.id Bin Syawaluddin dengan pidana penjara selama 10 bulan dengan denda sebesar Rp. 1.000.000, (satu juta rupiah) dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan;

Tertangkapnya MFW yang masih pelajar mendapat tanggapan beragam dari masyarakat. Hal yang sama juga terjadi pada Harison. Ada yang mengecam dan marah dengan perbuatan dua orang yang tidak pernah menempuh pendidikan teknologi informasi (TI) secara khusus, tetapi ada juga yang menyatakan salut dengan kemampuan mereka yang otodidak tersebut.

Dari semua pemberitaan yang ada di media massa yang terbit di Sumatera Selatan (Sumsel) para jurnalis atau wartawan menulis sosok MFW sebagai seorang hacker. Dalam kejahatan cyber crime dikenal beberapa jenis kejahatan di dunia maya/ internet. Ada yang disebut, carding, hacking, cracking, defacing, phising, spamming dan malware.

Mengapa pada MFW dan Harison dilekatkan sebutan hacker?  Apakah itu hacker yang dalam bahasa Indonesia disebut “peretas.” Tepatkah mereka berdua disebut dengan label hacker atau peretas?

Lihat Juga  PMD Muba Serahkan Hasil Seleksi Tambahan Pilkades

Surut ke belakang, sekitar tahun 1960-an adalah awal munculnya terminologi hacker yang di Indonesia kemudian disebut peretas. Bermula dari anggota organisasi mahasiswa Tech Model Railroad Club di Laboratorium Kecerdasan Artifisial Massachusetts Institute of Technology (MIT). Kelompok mahasiswa tersebut merupakan salah satu perintis perkembangan teknologi komputer dan mereka berkutat dengan sejumlah komputer mainframe.

Kata “hackerpertama kalinya muncul dengan arti positif untuk menyebut seorang anggota yang memiliki keahlian dalam bidang komputer dan mampu membuat program komputer yang lebih baik dari pada yang telah dirancang bersama. Namun dalam perkembangannya, tahun 1983 istilah hacker mulai berkonotasi negatif.

Untuk pertama kalinya FBI atau Biro Investigasi Federal Amerika Serikat menangkap kelompok kriminal komputer “The 414s” yang berbasis di Milwaukee. Kelompok ini kemudian disebut hacker tersebut dinyatakan bersalah atas pembobolan 60 buah komputer, dari komputer milik Pusat Kanker Memorial Sloan-Kettering hingga komputer milik Laboratorium Nasional Los Alamos.

Dalam penggunaan istilah kejahatan internet atau cyber crime pada masyarakat sering terjadi kerancuan atau salah mengartikan antara hacker dan cracker sehingga muncul pemahaman yang keliru. Di dunia digital atau komputer dan internet, hacker dan cracker adalah dua makhluk yang berbeda.

Dalam tindak kriminal mayantara atau cyber crime kejahatan hacking adalah kegiatan menerobos program komputer milik orang/pihak lain pelakunya disebut ”hacker.”  Kemudian cracking adalah hacking untuk tujuan jahat. Sebutan untuk pelakunya “cracker” yaitu  hacker bertopi hitam (black hat hacker), sedangkan untuk hacker yang sebenarnya adalah yang bertopi putih atau white hat hackers.

Para hacker atau peretas menyatakan craker bukanlah hacker. Cracker adalah orang yang mendapat kepuasan lewat membobol komputer. Peretas atau hacker sejati menyebut para cracker adalah orang yang tidak suka bergaul dengan mereka, cracker adalah orang malas, tidak bertanggung jawab, dan tidak terlalu cerdas. Peretas sejati tidak setuju jika dikatakan bahwa dengan menerobos keamanan jaringan komputer telah menjadi peretas.

Istilah hacker di kalangan komunitas TI adalah orang yang mampu berpikir, bekerja dengan efektif dan efisien dan sering kali menyelesaikan permasalahan yang dihadapi di luar pemikiran yang digunakan orang lain.

Jadi hacker adalah mereka yang mempunyai kemampuan menganalisa kelemahan suatu sistem atau situs. Atau kemudian melaporkan hasil analisanya untuk diperbaiki menjadi sempurna. Hacker mempunyai etika serta kreatif dalam merancang suatu program yang berguna bagi siapa saja.

Cracker adalah mereka yang memiliki kemampuan untuk kepentingan dirinya sendiri dan bersifat destruktif atau merusak dan menjadikannya suatu keuntungan yang merugikan orang lain. Mereka juga mempunyai IP (Internet Protocol) yang tidak bisa dilacak. Kejahatan para cracker yang paling sering ialah carding atau pencurian kartu kredit, kemudian pembobolan situs sehingga tidak bisa diakses dalam waktu yang lama.

Lihat Juga  Tahun 2020, Dinsos Kabupaten OKU Berencana Akan Merekrut Relawan Tagana

Di tengah masyarakat, peretas miliki kesan yang negatif. Banyak orang memahami bahwa peretaslah yang mengakibatkan kerugian pihak tertentu seperti mengubah tampilan suatu situs web (defacing), menyisipkan kode-kode virus, dan lain-lain, padahal mereka adalah cracker yang memanfaatkan celah-celah keamanan yang belum diperbaiki oleh pembuat perangkat lunak (bug) untuk menyusup dan merusak suatu sistem.

Mengutip Eric Raymond, peretas didefinisikan sebagai programmer yang pandai. Sebuah hack yang baik adalah solusi yang cantik untuk masalah pemrograman dan hacking adalah proses pembuatannya. Menurut Raymond ada lima karakteristik yang menandakan seorang adalah hacker.

Pertama, seseorang yang suka belajar detail dari bahasa pemrograman atau sistem. Kedua, seseorang yang melakukan pemrograman, tidak cuma teori saja. Ketiga, seseorang yang bisa menghargai, menikmati hasil hacking orang lain. Keempat, seseorang yang dapat secara cepat belajar pemrograman. Kelima, seseorang yang ahli dalam bahasa pemrograman tertentu atau sistem tertentu.

Apakah MFW dan Harison adalah seorang hacker atau cracker? Tidak ada jawaban di sini untuk pertanyaan itu.  Kemampuan pelajar MFW dan seorang anak muda Harison, mengingatkan pada nama Jim Geovedi juga seorang anak muda asal Bandarlampung yang kini dikenal sebagai hacker dengan reputasi dunia.

Seperti MFW dan Harison, Jim Geovedi juga bukan lulusan sekolah TI ternama. Dia hanya lulusan SMA yang menjalani kehidupan jalanan yang keras di Bandarlampung sebagai seniman grafis. Kemudian berkenalan dengan komputer dan internet dan belajar secara otodidak dengan menelusuri ruang-ruang chatting para hacker dunia.

Dalam sebuah wawancaranya dengan media Deutsche Welle, Jim Geovedi mengatakan, “Kalau mau saya bisa mengontrol internet di seluruh Indonesia.” Tidak hanya itu kemampuannya, dia juga bisa meng-hack satelit dengan mengubah arah sampai menggeser posisi satelit. Jim Geovedi sejak 2012 bermukim di London dan mendirikan perusahaan jasa sistem keamanan teknologi informasi dengan menangani para klien yang membutuhkan jasa pengamanan sistem satelit, perbankan dan telekomunikasi.

Jika MFW dan Harison berada pada institusi dengan bimbingan yang tepat, mereka bisa seperti Jim Geovedi dengan memanfaatkan kemampuannya untuk perkembangan dunia digital atau TI bagi kemaslahatan umat manusia.

MFW dan Harison adalah pengingat untuk kita bahwa di Sumatera Selatan ada atau mungkin banyak anak muda punya potensi dan kemampuan di bidang TI. Peristiwa menimpa  MFW dari Lahat bisa menjadi pendorong untuk mengarahkan potensi kemampuan dan kecerdasan generasi muda di bidang TI atau ICT (Information & Communcation Technologi) kepada kemaslahatan, bukan untuk merusak dan merugikan orang lain. ∎

Editor : MA

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button