LifeStyle

Riuhnya Kisah Harta Karun Sriwijaya di Sungai Musi

Oleh : Maspril Aries
Wartawan Utama/ Penggiat Kaki Bukit Literasi

Laporan tentang nelayan Sumsel yang menemukan pulau emas di Sungai Musi tersebut bersumber dari tulisan Sean Kingsley

 

Satu hari jelang memperingati Hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 2021 saya membaca berita berseri tentang harta karun Kedatuan Sriwijaya yang ditemukan di Sungai Musi dari sebuah media online. Berita itu mengingatkan pada masa 10 tahun ke belakang saat ngobrol tentang harta karun di Sungai Musi dengan seorang wartawan dari sebuah surat kabar terbesar di Indonesia.

Wartawan tersebut Boni Dwi Pramudyanto bercerita tentang perburuan harta karun di Sungai Musi. “Saya ingin menulis sebuah feature tentang pemburu harta karun di Sungai Musi,” katanya. Tak lama setelah itu, pada 19 Maret 2010 tulisannya pun terbit dengan judul “Elegi Buruh Pemburu Harta Karun.”

Liputan Boni tersebut demikian saya memanggilnya, adalah kisah tentang  Cholil (32), Doni (22), Nasir (19), Firman (32), dan rekan-rekannya. Bersama dua cukong pemilik kapal, belasan buruh selam berburu harta karun dengan menyelam di dasar Sungai Musi berbekal perlengkapan sederhana, ada tali, kompresor, masker selam, sekop, karung goni, dan berbagai peralatan selam tradisional.

Kisah-kisah perburuan harta karun di Sungai Musi tersebut ternyata selalu menarik perhatian wartawan untuk menulisnya atau mengulangi kembali kisahnya. Seperti film yang dibuat kembali dengan isitlah “remake” namun dengan aktor atau nara sumber yang berbeda tentunya.

Pada 2018 seorang wartawan media online yang sebelumnya bertugas di Pekanbaru kemudian dipindahkan ke Palembang juga menulis cerita pemburu harta karun di Sungai Musi secara berseri.

Wartawan tersebut Raja Adil Siregar menulis ceritanya dalam beberapa seri dengan judul diantaranya, “Pencari Harta Karun Sriwijaya Berburu hingga Penjuru Sumsel,” “Pemburu Harta Karun Sriwijaya: Saya Dapat Emas Seharga Motor Laki,” “Pemburu Harta Karun Sriwijaya: Saya Dapat Kendi Rp 2,4 Juta,” dan “Geger Harta Karun Sriwijaya, Warga Temukan Cincin-Uang Emas.”

Jauh sebelum itu sebuah majalah berita mingguan dari Jakarta edisi April 2006 juga menulis berita berjudul “Harta karun – Bahtera Sriwijaya ke Kantor Polisi.”  Tapi tentang berita ini bukan harta karun yang ditemukan di Sungai Musi melainkan di dasar laut sekitar 167 kilometer lepas pantai Cirebon, Jawa Barat.

FOTO : wreckwatchmag.com

Kini cerita terbaru tentang perburuan harta karun Sriwijaya di Sungai Musi muncul lagi, seperti yang dibaca sebelum Hari Sumpah Pemuda. Cerita lebih menarik karena ada keterlibatan pihak asing. Tepatnya berita ini dikembangkan dari berita yang sebelumnya terbit dari media asing di luar negeri, yaitu The Guardian.

The Guardian yang berpusat di London, Inggris pada edisi internasional menulis laporan berjudul “Have Sumatran fishing crews found the fabled Island of Gold?” Dalam laporan yang ditulis Dalya Alberge pada 22 Oktober 2021 menulis tentang temuan harta karun dari Sungai Musi di Sumatera Selatan (Sumsel) yang nilainya jutaan Pound Sterling dengan nilai tukar atau kurs terhadap rupiah hampir mencapai Rp20.000.

Laporan tentang nelayan Sumsel yang menemukan pulau emas di Sungai Musi tersebut bersumber dari tulisan Sean Kingsley seorang arkeolog maritim Inggris. Kingsley  menerbitkan laporan tersebut pada edisi terbaru majalah Wreckwatch. Laporan ini merupakan bagian liputan tentang perjalanan ke Cina, Korea Selatan, Singapura, Indonesia dan Mediterania Timur yang dipublikasikan pada musim gugur 2021 setebal 180 halaman.

Lihat Juga  Kak Seto Kagum, Anak-Anak Muba Responnya Cepat
FOTO : wreckwatchmag.com

Laporan utamanya bertajuk “Dragon & Ocean Romancing the Maritime Silk Road.” Pada sampul majalah Wreckwatch juga tercantum judul “Srivijaya Lost Kingdom Found.” Liputan tentang Sriwjaya tertulis pada halaman 86.

Kedatuan Sriwijaya

Gara-gara pernyataan Sean Kingsley tentang “pulau emas” di Sumatera Selatan yang banyak dirujuk media daring di Indonesia tersebut memicu debat ulang tentang Kedatuan Sriwijaya, ada yang mempertanyakan kebenaran tentang penelitian dan harta karun tersebut, apakah benar peninggalan Sriwijaya? Dan seterusnya.

Retno Purwanti arkeolog dari Balai Arkeologi Sumsel yang menjadi tempat bertanya banyak jurnalis tentang kebenaran laporan Sean Kingsley menyatakan, setiap ada temuan benda atau harta karun di Sungai Musi kerap diklaim sebagai peninggalan masa Sriwijaya. Klaim tersebut untuk meningkatkan nilai jualnya di mata kolektor atau pengepul.

Menurut Retno Purwanti, tanpa uji laboratorium, semua temuan tersebut seperti benda kuno berbahan logam, yakni emas, perak, atau perunggu tidak bisa diklaim sebagai peninggalan masa Sriwijaya.

Jika apa yang dilakukan Sean Kingsley merupakan sebuah penelitian, Retno Purwanti juga meragukannya, karena tidak ada pengajuan riset secara resmi dari peneliti asing ke Balai Arkeologi. Peneliti atau arkeolog asing untuk melakukan penelitian di Indonesia harus melalui prosedur, diantaranya mendapat izin dari Kementerian Luar Negeri dan ada izin tertulis resmi dari Puslit Arkenas.

Jika laporan majalah Wreckwatch yang menyajikan laporan dari Sean Kingsley sebagai sebuah hasil penelitian ilmiah memang patut dipertanyakan. Mungkin saja ini sebuah reportase atau liputan jurnalis atau wartawan yang datang suatu tempat untuk menulis tentang sesuatu yang unik dan khas dari tempat yan didatanginya. Sama seperti jurnalis Indonesia yang berkunjung ke sebuah negara atau tempat untuk meliput sesuatu yang menarik dan memiliki nilai berita.

Faktanya tulisan tentang “Srivijaya Lost Kingdom Found” bisa dibaca dari sebuah majalah asing bukan dari sebuah jurnal ilmiah. Mungkin saja cerita tentang harta karun Kedatuan Sriwijaya dan “pulau emas” di Sungai Musi terinspirasi dari hasil liputan teman wartawan Boni Dwi Pramudyanto dan Raja Adil Siregar atau dari laporan jurnalis lainnya.

Cerita atau kisah tentang perburuan harta karun selalu menarik untuk ditulis dan ceritakan. Bahkan film atau kisah serial Indiana Jones berburu harta karun yang dibintangi Harrison Ford dengan sutradara Steven Spielberg adalah tontonan yang selalu menarik.

Dari berbagai liputan jurnalistik tentang harta karun peninggalan Sriwijaya semuanya berlokasi di perairan seperti Sungai Musi. Jika memang benar adanya ditemukan benda-benda peninggalan yang ditemukan berkaitan dengan Sriwijaya, maka itu sebagai bukti yang membenarkan bahwa Kedatuan Sriwijaya adalah kerajaan maritim terbesar pada masanya. Banyak penelitian dan pakar menyatakan Sriwijaya merupakan negara maritim yang kuat, menguasai seluruh dan mengirimkan armada dan utusan khususnya sampai ke China. Sriwijaya juga menguasai Selat Malaka yang berarti menguasai alur pelayaran yang banyak dilalui kapal-kapal perdagangan.

Sebagai kerajaan maritim armada kapal-kapal Sriwijaya butuh tempat bersandar, dimanakah pelabuhan yang menjadi markas komando armada laut tersebut?

Lihat Juga  Tak Berjumpa Gli di Hagia Sophia

Nurhadi Rangkuti arkeolog dari Balai Arkeologi DI Yogyakarta yang juga pernah bertugas di Balai Arkeologi Palembang memperkirakan pelabuhan tersebut ada di Teluk Cengal yang kini berada di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).

Dalam laporan penelitiannya berjudul “Teluk Cengal : Lokasi Pelabuhan Sriwijaya?” (2017) Nurhadi Rangkuti dari kajiannya menggambarkan tentang ramainya lalu lintas pelayaran yang melintasi garis pantai Teluk Cengal sejak masa Sriwijaya. Di kawasan ini juga ditemukan permukiman kuna yang luas dan padat di daerah aliran Sungai Lumpur sampai ke aliran Sungai Jeruju.

Sriwijaya sejak abad ke-8 sampai abad ke-10 adalah penguasa atau maharaja maritim (thalassocracy) di Asia Tenggara. Posisi Teluk Cengal sendiri sangat strategis berada papda persimpangan jalur maritim di antara Selat Bangka, Selat Sunda dan Laut Jawa. Kapal-kapal yang menyusuri Teluk Cengal baik dari Asia dan Semenanjung Melayu dari barat daya maupun kapal-kapal dari Jawa dan wilayah timur nusantara, kemungkinan ada yang singgah di pelabuhan Teluk Cengal.

Harta Karun

Apakah harta karun yang disebut Sean Kingsley adalah juga bagian dari harta karun yang banyak ditemukan di dasar laut Indonesia? Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki lokasi kapal-kapal tenggelam yang berasal dari berbagai negara di dunia yang terjadi sejak masa lalu. Banyak data dan informasi yang menyebut wilayah perairan Indonesia pada masa lalu memiliki peran yang penting dalam arus lalu-lintas perdagangan lokal dan internasional.

Lautan Indonesia adalah persimpangan jalur pelayaran internasional sejak zaman dulu. Ini dibuktikan dengan temuan arkeologi bawah air yang berupa benda-benda berharga muatan kapal yang tenggelam di dasar laut. Kapal-kapal itu umumnya berupa kapal dagang atau pengangkut barang dagangan yang melintas jalur pelayaran masa lalu yang dikenal sebagai jalur rempah atau sutra (spice and silk routes).

Karena yang tenggelam kapal dagang tidak menutup kemungkinan muatan kapal tersebut nilai ekonomis yang sangat tinggi berupa barang dagangan yang kemudian disebut harta karun karena memiliki nilai jual yang tinggi. Pada beberapa alur laut banyak di dasar lautnya ada kapal karam/ tenggelam beserta muatannya (shipwreck).

Dalam karya ilmiah berjudul “Pelestarian Tinggalan Budaya Bawah Air: Pemanfaatan Kapal Karam Sebagai Daya Tarik Wisata Selam” yang ditulis Roby Ardiwidjaja menyebutkan bahwa kapal-kapal yang tenggelam beserta isinya adalah bagian dari pelestarian cagar budaya, yakni tinggalan budaya kapal karam yang dikenal dengan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam (BMKT)

Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 ada 464 lokasi pesebaran BMKT di Indonesia. Diantaranya di Selat Bangka ada 7 lokasi, Belitung 9 lokasi, Selat Gaspar (Babel) 5 lokasi, Selat Karimata 3 lokasi, perairan Riau 17 lokasi dan Selat Malaka 37 lokasi. Sisanya tersebar dari Kepuluan Seribu sampai Papua.

Tak ada data tersebut menyebutkan Sungai Musi sebagai lokasi (BMKT) atau Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam. Jika demikian dari mana asal harta karun di Sungai Musi yang disebut peninggalan masa Sriwijaya? Demikian pula pelabuhan kapal-kapal armada Sriwijaya bukan bersandar pada tepian-tepian Sungai Musi yang panjangnya disebut mencapai 750 km?

Ini juga misteri yang butuh jawaban. ∎

Editor : MA

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button