NASIONAL

Politik Bukanlah untuk Perempuan

Oleh : Maspril Aries
Wartawan Utama/ Alumnus Fisip Unila & Pemimpin Redaksi www.ekbisnews.com

Terhitung sejak 24 September 2019 resmi sudah anggota 75 orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) memulai tugas dan pengabdiannya sebagai wakil rakyat Sumsel untuk masa lima tahun ke depan, 2019 – 2018. Dari peristiwa pengucapan sumpah dan janji anggota DPRD Sumsel tersebut, tercatat satu sejarah parlemen di Sumsel, untuk pertama kalinya sejak parlemen terbentuk di daerah ini, pada DPRD periode masa bakti 2019 – 2024 dipimpin seorang perempuan. Nakhoda atau Ketua DPRD Sumsel akan dijabat seorang perempuan yang berasal dari Partai Golkar, partai pemenang Pemilu 2019 di Sumsel.

RA Anita Noeringhati politisi senior dari Partai Golkar akan menjadi Ketua DPRD Sumsel pertama yang berasal dari perempuan. Selama ini sejak DPRD Sumsel terbentuk, Ketua DPRD Sumsel selalu didominasi dari laki-laki. Perempuan hanya berada pada posisi wakil ketua. Adakah keraguan yang terlintas jika parlemen daerah ini dipimpin seorang perempuan?

Naiknya perempuan yang sebelumnya berprofesi sebagai advokat tersebut ke kursi Ketua DPRD Sumsel bukan melewati “jalan mulus,” dinamika internal Partai Golkar mencuat di media untuk mempersiapkan kadernya menjadi Ketua DPRD Sumsel. Media massa menggunakan kata “kisruh” untuk mencerminkan betapa alotnya pemilihan calon ketua DPRD dari 13 anggota parlemen partai berlambang pohon beringin tersebut.

DPD Partai Golkar Sumsel mengusulkan delapan nama calon Ketua DPRD Sumsel untuk diputuskan dan ditetapkan Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto. DPP Partai Golkar menerbitkan SK Nomor R-1145/GOLKAR/IX/2019 yang menetapkan RA Anita Noeringhati sebagai calon pimpinan DPRD Sumsel.

Dinamika dan pergulatan dalam politik kerap dilihat sebagai suatu yang wajar. Di tengah dinamika tersebut jika ada idiom yang menyebutkan bahwa “politik bukanlah untuk perempuan,” itu adalah suatu yang abnormal. Politik bukanlah untuk perempuan adalah isu yang sudah sejak lama ada dan sangat efektif untuk membatasi peran perempuan. Akibatnya muncul marjinalisasi perempuan dalam politik.

Isu tersebut lahir dari mereka yang melihat dan memaknai bahwa politik hanya sebagai kegiatan “kekuatan”, maka terjadilah ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dengan jumlah perempuan yang lebih besar daripada laki-laki maka seharusnya kaum perempuan memiliki representasi atau keterwakilan dalam politik secara proporsional.

Perempuan dalam dunia politik adalah realitas yang fenomenal. Padahal di tengah masyarakat ada anggapan perempuan dan politik merupakan dua hal yang sangat jauh dari angan-angan seperti di Indonesia yang kental dengan budaya patriarki. Dalam prakteknya, bisa dilihat dalam proses pengambilan keputusan, masyarakat selalu memposisikan laki-laki sebagai akar dalam berpolitik. Di tengah masyarakat masih berkembang, karena laki-laki sebagai kepala keluarga, sehingga tidak jarang istri dan anak-anaknya pun mewakili aspirasi politik mereka lewat ayah atau suami.

Lihat Juga  Mengenal Muba Lewat “Lorong” Demokrasi

Budaya patriarki yang hidup di tengah masyarakat telah menjadi hambatan psikologis yang menyingkirkan perempuan dalam ajang politik, Terpatri persepsi bahwa public domain (wilayah publik) diperuntukkan bagi laki-laki. Bahwa kontrak sosial adalah mengenai hubungan antara laki-laki dan pemerintah dan bukan antara warga negara dengan pemerintah – walaupun hak-hak perempuan dijamin oleh hukum, retorika politik pemerintahan yang baik dan demokrasi partisipatoris.

Jika melihat ke negara maju seperti Amerika Serikat. Di sana sejak lama telah terjadi suatu gelombang perubahan yang cukup besar. Makna perempuan mulai berubah, banyaknya perempuan yang masuk dalam dunia politik. Sejak saat lahir pandangan baru tentang perempuan yang mengukuhkan citra bahwa ternyata perempuan layak memasuki dunia politik yang selama ini didominasi laki-laki.

Liz Stanley dalam “Feminist Praxis: Research, Teory and Epistimology in Feminist Sociology” menulis, “Fenomena peran perempuan dalam ranah publik termasuk politik khususnya dalam posisi sebagai pemimpin sebagai fenomena terjadi di beberapa negara.” Ternyata dapat diidentifikasi bahwa perempuan di ranah publik menunjukkan kinerja dan pencapaian karir yang lebih bagus dibanding laki-laki terutama jika dilihat dari karakteristik personal perempuan.

Duduknya Anita Noeringhati sebagai Ketua DPRD Sumsel mengartikan bahwa dunia politik memberi ruang bagi adanya kesetaraan gender. Menurut Caroline O. N. Moser dalam “Gender Planning and Development,” kesetaraan gender menuntut kaum perempuan sebagai agent of change yang berpotensi besar bagi terjadinya perubahan. Karena itu peran perempuan sebagai pemimpin (dalam arti luas) harus dimulai dari pemberdayaan diri kemudian dengan pemerataan kekuasaan dan pemberian tanggungjawab dan otonomi.

Dalam perspektif kesetaraan, harus dilihat bagaimana memberi tempat bagi perempuan untuk mengisi peran dan posisi di berbagai aspek kehidupan dengan mendapat hak dan kewajiban yang sama. Salah satunya menjadi pimpinan parlemen.

Dengan kepemimpinan seorang perempuan, apa yang bisa dilakukan DPRD Provinsi Sumsel? Dalam realitias politik saat ini, eksistensi dan keterwakilan perempuan di dalam proses pembuatan kebijakan merupakan hal penting, politik dalam negara yang menganut sistem demokrasi, dinormakan untuk mampu melibatkan perempuan dan partisipasi perempuan pada proses di dalamnya.

Lihat Juga  Status Darurat Global Virus Corona, Garuda Tutup Sementara Rute RI - China

Saat ini peran politik perempuan di Indonesia menjadi salah satu obyek studi yang cukup signifikan untuk dikaji dan dilihat. Akadmeisi bisa melakukan kajian bagaimana perempuan Indonesia mampu mengekspresikan diri mereka dalam panggung politik bersaing dengan kaum laki-laki sebagai bentuk dari pencarian persamaan hak dan kewajiban dalam politik itu sendiri di tengah-tengah dominasi kaum laki-laki.

Perempuan merupakan salah satu komoditas politik kini dianggap penting di Indonesia pasca reformasi. Peran perempuan dalam politik stelah mulai muncul kepermukaan, eksistensinya mulai diakui.

Politisi perempuan kini juga memiliki kemampuan beradaptasi di dunia politik, politisi perempuan tersebut memiliki kompetensi komunikasi politik yang baik. Pengertian adaptasi adalah cara individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya dimana mereka berada.

Penguatan Keterlibatan Perempuan

Berkaca pada kondisi di atas, sudah saatnya negeri ini melindungi hak-hak perempuan dalam kehidupan demokrasi dengan formula yang baik. Untuk itu ada beberapa agenda penting yang harus dilakukan guna memperkuat representasi dan penguatan perempuan dalam politik, khususnya dalam pilkada.

Diantaranya, dengan memperkuat aksesibilitas, partisipasi, dan respons perempuan dalam politik melalui pendidikan politik. Juga perlu terus didorong menigkatkan kesadaran politik perempuan dan mendorong suara, akses, dan kontrol mereka terhadap penyelenggaraan pemilu. Serta harus terus dilakukan penguatan strategi dan model regulasi serta kebijakan dalam sistem pemilu dan rekrutmen partai politik yang memungkinkan terjadinya peningkatan representasi perempuan di panggung politik.

Beri kesempatan kepada perempuan meningkatkan keterampilan politik dengan cara melatih mereka supaya peka terhadap isu-isu pemilu seperti regulasi dan kebijakan yang berhubungan dengan penyelenggaraannya. Sekaligus bangun kepekaan elektibilitas perempuan atas hak-hak politiknya dalam pemilu supaya mereka dapat merespons persoalan yang mendiskriminasi perempuan dengan cara melakukan pendidikan politik yang sistematis dan berkelanjutan.

Bagi perempuan yang ada di parlemen atau partai politik perkuat jaringan kerja yang memungkinkan terjadinya penguatan responsibilitas perempuan dalam pemilu. Kekuatan itu secara bersama-sama digunakan untuk memengaruhi sistem dan perilaku politik. Sudah saatnya bangsa ini menghapus pandangan bahwa “politik bukanlah untuk perempuan.” Bangsa Indonesia harus berani memulai dan menyuarakan terus menerus pentingnya perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam politik. Selamat bertugas Ibu RA Anita Noeringhati.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button