Perjalanan “Menaklukkan” Kota Dua Benua
Oleh : Maspril Aries
Wartawan Utama/ Penggiat Kaki Bukit Literasi
Jumat, 29 Mei 2020 Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memperingati penaklukan Istanbul yang ke-567 atau jatuhnya Konstantinopel yang terjadi 29 Mei 1453. “Saya mengucapkan selamat memperingati penaklukan Istanbul yang ke-567, salah satu kemenangan paling spektakuler dalam sejarah, yang menutup satu era dan memulai era lain,” katanya seperti dikutip www.aa.com.tr/id/.
Dalam twitter-nya Presiden Turki menulis, “Dalam saya memperingati semua pahlawan kita, yang telah menjadikan tanah ini rumah bagi kita, serta mempersembahkan rasa terima kasih dan rasa hormat kepada Sultan Muhammad al-Fatih.”
Sultan Muhammad al-Fatih atau Sultan Muhammad (Mehmed) II mendapat gelar “penakluk” saat berusia 21 tahun setelah berhasil merebut Konstatinopel ibu kota Kekaisaran Romawi Timur dan merupakan kota terbesar yang makmur di Eropa pada masa itu.
Istanbul kini menjelma menjadi salah satu kota metropolitan di dunia. Istanbul adalah kota yang terletak di dua benua, Eropa dan Asia. Istanbul terletak di kawasan Marmara dengan luas 5.343 kilometer persegi. Selat Bhosporus, yang menghubungkan Laut Marmara dengan Laut Hitam, membagi kota ini menjadi sisi Eropa, Thrakia – merupakan pusat-pusat ekonomi dan bersejarah – sisi Asia, Anatolia. Istanbul itu seperti Palembang, dibelah sungai Musi menjadi kawasan Palembang seberang Ulu dan Palembang seberang Ilir.
Kota Istanbul adalah kota terbesar ke enam di dunia. Selain sebagai pusat perekonomian, budaya, juga menjadi pusat sejarah berdirinya negara Turki. Istanbul adalah kota lintas benua di Eurasia dengan penduduknya lebih dari 15 juta orang. Istanbul juga bak permata antara dua laut – Laut Hitam dan Laut Marmara.
Pasca penaklukan oleh Sultan Muhammad al-Fatih, nama Konstantinopel berganti nama menjadi Islambul atau tahta Islam dan negeri Islam. Tahun 1923 Kesultanan Turki Usmani jatuh, Mustafa Kemal Ataturk mengubah kesultanan menjadi Republik Turki dan mengganti nama Islambul menjadi Istanbul yang berarti “ke kota itu.”
Bhosporus – Topkapi
Beranjangsana ke Istanbul menjadi perjalanan yang menyenangkan sekaligus melelahkan jika dimulai dari Jakarta. Setelah mendarat di bandara Istanbul yang baru diresmikan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, destinasi pertama berlayar di Selat Bhosporus nama selat yang sangat melegenda, sering disebut “Jiwa Istanbul.”
Menuju Selat Bhosporus ada banyak pilihan transportasi. Istanbul adalah kota yang memiliki moda transportasi yang lengkap. Ada metro, bus rapit transit (BRT), tunnel, kereta internasional, kapal laut sampai trem pun masih beroperasi. Trem di Istanbul beroperasi mulai tahun 1872 yang awalnya ditarik menggunakan kuda, kemudian trem beroperasi menggunakan listrik.
Trem sempat menghilang dari transportasi kota Istanbul, lalu hadir lagi tahun 1990-an dengan jalur yang diperbanyak. Trem menjadi moda transportasi di Istanbul yang dapat mengangkut penumpang sebanyak 265.000 setiap harinya. Jakarta juga pernah punya trem, di Batavia ada trem yang ditarik kuda tahun 1869, lalu kemudian menggunakan trem uap dan listrik. Pada tahun 1962 trem dihapus dari kota Jakarta.
Berlayar di Selat Bhosporus bisa melihat keindahan Istanbul dari arah laut, yang ada di sebelah daratan Eropa dan Asia. Istana Topkapi terlihat di ketinggian, istana Dolmahbace di tepi pantai dan Masjid Sultan Ahmet dengan langit biru membentang di atasnya yang ditingkahi tarian kepak burung-burung camar yang meliuk-liuk indah. Di tengah selat ada sebuah pulau kecil yang dibangun menara pengawas atau seperti mercusuar yang diberi nama Maiden’s Tower. Kini menara tersebut disulap menjadi kafe dan restoran.
Selat Bosphorus memiliki luas sekitar 700.000 meter persegi dengan panjang 30 kilometer memiliki lebar 750 meter sampai 3.700 meter. Pada zaman Kerajaan Romawi Timur berkuasa di tepi selat ini berdiri benteng sepanjang sekitar 5 km.
Mendarat usai berlayar, destinasi selanjutnya ke kawasan bersejarah Istanbul. Tahun 1985 Unesco memasukan kawasan bersejarah Istanbul dalam Daftar Warisan Dunia. Kawasan ini meliputi struktur-struktur seperti Istana Topkapı, Hagia Sophia, Masjid Sultan Ahmet, Hagia Irene, Masjid Zeyrek, Masjid Sulaimaniah, Sarayburnu dan Tembok Konstantinopel.
Istana Topkapi merupakan istana Kesultanan Ottoman yang dibangun masa Sultan Muhammad al-Fatih (Mehmed II). Berdiri di atas bukit dengan pemandangan laut Marmara dan Selat Bosphorus. Luasnya sekitar 700 ribu meter persegi dengan benteng yang mengelilinginya.
Pada masa Presiden Kemal Ataturk sejak tahun 1924 istana Topkapi berubah fungsi menjadi museum. Di museum ini, semua benda yang dipamerkan tak boleh difoto, kamera CCTV ada di setiap sudutnya. Terkadang ada juga pengunjung yang nakal mengambil foto dengan sembunyi-sembunyi.
Menurut catatan sejarah, istana Topkapi pada masa Kesultan Turki Usmania pernah menjadi tempat tinggal 24 orang sultan. Istana ini selain sebagai tempat tinggal juga menjadi pusat pemerintahan. Istana Topkapi memiliki ratusan kamar.
Istana Topkapi yang awalnya dirancang Sultan Mehmed II kemudian dilanjutkan dengan sentuhan rancangan dari arsitek Aluddin, Davud Aga, Mimar Sinan, dan Sarkis Balyan. Perpaduan para arsitek tersebut membuat bangunan istana Topkapi dianggap sebagai sebuah bangunan terbaik di dunia sekaligus menunjukkan perkembangan seni aristektur di Turki.
Kompleks istana Topkapi pernah mengalami renovasi besar sebanyak besar dua kali, yakni setelah gempa bumi tahun 1509 dan kebakaran yang terjadi tahun 1665.
Dari istana Topkapi kaki melangkah ke Masjid Sultan Ahmet yang letaknya tak jauh bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Masjid yang juga disebut Masjid Biru atau Blue Mosque dalam bahasa Turki tertulis Sultanahmet Camii adalah masjid terbesar di Istanbul.
Masjid ini dibangun atas perintah Sultan Ahmet I tahun 1609 – 1616 desainnya dirancang arsitek Sedefhar Mehmet Aga murid dan asisten arsitek terkenal Turki Mimar Sinan. Dengan gaya arsitektur Islam Ottoman klasik Masjid Sultan Ahmet area bangunan utama berukuran panjang 73 meter, lebar 65 meter. Juga ada area pelataran tengah yang dikelilingi koridor yang menyatu dengan bangunan utama.
Masjid yang mampu menampung 10.000 jemaah tersebut memiliki tinggi kubah 43 meter dengan diameter kubah 23,50 meter dan dilengkapi dengan enam menara yang tingginya 64 meter. Enam menara Masjid Sultan Ahmet posisinya terletak di sudut-sudut masjid yang berbentuk seperti pensil dan memiliki tiga balkon, dua menara lainnya berada di ujung halaman depan hanya memiliki dua balkon.
Enam menara di Masjid Sultan Ahmet pembangunannya memiliki cerita tersendiri. Kisahnya, Sultan Ahmet I awalnya menginginkan dibangun menara terbuat dari emas, atau dalam bahasa Turki “Altin.” Sultan memerintahkan dibangun “Altin Minareler” atau “menara emas” namun sang arsiteknya salah memahaminya. Memahaminya “Alti Minare” yang berarti “enam menara.” Berdirilah dengan megah enam menara dan Masjid Biru tersebut menjadi yang pertama masjid dengan 6 menara.
Selain desain arsitek yang megah, interior Masjid Sultan Ahmet juga sangat indah. Pada bagian dalamnya sarat dengan jejeran lebih dari 20.000 keping keramik buatan tangan bergaya Iznik dengan corak lebih dari 50 corak bunga tulip. Di dalam masjid berdiri empat tiang berukuran sangat besar dan terbuat dari beton berlapis batu granit dan ornamen keramik hias dari Iznik bewarna biru.
Pada interior bagian paling atas dinding masjid ini di dominasi ubin dengan balutan warna biru. Banyak pengunjung yang datang kemudian menyebutnya dengan masjid biru. 260 Jendela kaca patri juga terpasang di bagian atas dinding Masjid Sultan Ahmet yang memancarkan warna biru saat tersentuh cahaya matahari yang masuk lewat jendela. Pada kubah utama memiliki 28 jendela. Kaca berwarna pada jendela merupakan hadiah untuk dari Serenissima Signoria (Signoria of Venice) lembaga tertinggi Pemerintah Venesia.
Berkunjung ke Masjid biru bisa dilakukan di luar waktu salat lima waktu. Tamu yang datang dan masuk ke masjid harus memakai pakaian yang rapih dan sopan. Perempuan harus mengenakan pakaian tertutup dan kerudung. Jika berkunjung pada hari Jumat bisa melakukan ikut melaksanakan salat Jumat.
Sebelum makan siang dari Masjid Sultan Ahmet kaki bisa melangkah ke Hagia Sophia atau disebut juga Ayasofia. Bangunan megah yang dibangun konstruksi awalnya 532 masehi adalah katedral gereja kristen kemudian menjadi masjid dan sekarang menjadi museum.
Hagia Sophia adalah bangunan yang menjadi lambang arsitektur Byzantium yang menjadi katedral terbesar di dunia selama hampir satu abad sampai katedral Sevilla selesai pembangunan tahun 1520. Bangunan Ayasofia panjangnya 82 meter dengan lebar 73 meter dan tinggi 55 meter. Interior Hagia Sophia juga terpajang kaligrafi Islam dan mimbar untuk tempat imam salat.
Setelah penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad al-Fatih tahun 1453 Hagia Sofia dialihkan fungsinya sebagai masjid. Sejak itu Hagia Sophia atau Ayasofia menjadi masjid sampai kemudian Presiden Mustafa Kemal Ataturk tahun 1931 memerintahkan penutupannya. Tahun 1935 Ayasofia kembali dibuka namun fungsinya bukan lagi sebagai masjid melainkan sudah menjadi museum. Tahun 2015 sempat muncul keinginan mengembalikan fungsi Ayasofia menjadi masjid, namun keinginan tersebut sampai 2020 belum terealisasi.
Keluar Hagia Sofia kaki melangkah di jalan beton yang disebut Hippodrome. Situs Hippodrome kuno merupakan pusat sosial dan olahraga di Konstantinopel, ibukota Kekaisaran Byzantium. Saat ini menjadi lapangan terbuka bernama Sultan Ahmet Meydan (lapangan Sultan Ahmet). Di tengah lapangan tersebut masih bisa dilihat berdirinya obelisk (tugu). Obelisk Theodosius dipindahkan dari Alexandria ke Konstantinopel pada masa kekuasaan Theodosius I (379-395). Tugu tersebut bentuknya seperti The Washington Memorial yang dibangun menghormati mendiang George Washington (1775-1798) dan menjadi obelisk tertinggi di dunia.
Dari Hippodrome bisa dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri jalan yang di kiri dan kanannya berdiri restoran dan cafe. Jika perut sudah terasa lapar bisa singgah sejenak memilih makanan sesuai dengan selera, ada makanan khas Turki atau makanan menu Eropa dan Asia juga ada restoran menu Indonesia yang salah satu menunya sop buntut.
Dolmabahce – Grand Bazar
Destinasi berikutnya adalah istana Dolmabahce. Istana yang berdiri megah di tepi Selat Bhoporus tersebut mulai dibangun tahun 1843 – 1856 pada masa Sultan Abdul Mecit I. Biaya pembangunanna sebesar lima juta lira emas Ottoman atau 35 ton emas setara dengan 1,62 miliar dolar Amerika Serikat.
Istana ini menjadi tempat tinggal enam Sultan dari Kesultanan Usmania. Setelah Republik Turki berdiri istana Dolmabahce menjadi tempat tinggal Mustafa Kemal Ataturk pendiri dan Presiden pertama Republik Turki sampa meninggal dunia pada 10 November 1938.
Istana Dolmabahce adalah istana terbesar di Turki dengan luas 45.000 meter persegi memiliki 285 kamar, 46 aula, 6 kamar mandi dan 68 toilet. Arsitektur istana ini bergaya Barok, Rococo, dan Neoklasik berpadu dengan arsitektur tradisional Ottoman.
Istana Dolmabahce terletak di distrik Besiktas tak jauh dari stadion klub Liga Super Turki Besiktas FC yaitu stadion bernama Vodafone Park yang sempat menjadi tempat pertandingan Piala Super Eropa 2019 antara juara Liga Champions Liverpool, menghadapi juara Liga Europa Chelsea.
Dari istana Dolmabahce angjasana ke Istanbul bisa berkunjung ke destinasi seperti Taksim Square berjalan-jalan di Jalan Istiklal (Istiklal Caddesi) atau menuju Jembatan Galata, jembatan berlantai dua menghubungkan bagian-bagian Istanbul yang lama dan baru. Setiap berkunjung ke sini banyak warga lokal yang tengah memancing ikan. Atau ke menara Galata yang menjadi simbol kota Istanbul, dari atas menara bisa melihat kota Istanbul dari ketinggian. Untuk naik ke atas harus bersabar, karena antriannya cukup panjang.
Biasanya destinasi terakhir dari perjalanan ke Istanbul adalah datang ke pusat perbelanjaan. Di kota ini ada pusat perbelanjaan yang sangat terkenal bernama Grand Bazaar (Kapalıcarsı). Pasar ini berdiri tahun 1455 setelah penaklukan Konstantinopel. Pasar yang berdiri di atas lahan 3.700 meter persegi tersebut di dalamnya ada lebih dari 3.000 toko dan ada 61 jalan. Pengunjung yang datang setiap tahun puluhan juta orang dari mancanegara.
Di pasar yang pernah menjadi lokasi pembuatan film James Bond berjudul Skyfall yang dibintangi Daniel Craig tersebut aneka macam barang dari rempah-rempah, parfum sampai produk fashion. Soal harga, ada yang mengatakan murah, ada yang mengatakan mahal. Semuanya tergantung tebal dan tipisnya Lira di dalam dompet. Untuk tahu dan menawar harga barang, jangan khawatir, pedagangnya ada yang bisa menyapa dengan bahasa Indonesia yang tergagap atau menawarkan harga dengan memperlihatkan layar kalkulator.
Perjalanan “menaklukan” Istanbul pun selesai bagi yang ingin segera pulang ke Indonesia, jika masih belum merasa cukup, masih ada destinasi lain yang bisa dikunjungi seperti yang terletak di kawasan Asia atau Anatolia dan sekitarnya. 𝞨𝞨
Editor : MA