WANITA

Pemerintah London Cabut Gelar Kehormatan Aung San Suu Kyi

EKBISNEWS.COM, LONDON — Pemerintah Kota London (CLC) mencabut gelar kehormatan Aung San Suu Kyi. Hal ini dilakukan karena perlakuan Pemerintah Myanmar terhadap masyarakat minoritas Muslim Rohingya.

Dalam sebuah pemungutan suara, anggota badan perwakilan terpilih yang mengelola distrik finansial dan bersejarah Kota London memilih mencabut kehormatan yang diberikan kepada Suu Kyi tiga tahun lalu. Anggota badan ini mencakup wali kota, dewan rakyat Court of Aldermen, Court of Common Council, dan organisasi-organisasi nonmiliter.

“Keputusan tidak biasa hari ini mencerminkan pengecaman CLC atas pelanggaran kemanusiaan yang dilakukan di Myanmar,” kata Ketua Komite CLC David Wootton seperti dikutip Republika dari dari  Aljazirah, Jumat (6/3-2020).

Langkah Inggris menyusul kehadiran Suu Kyi sebagai pemimpin sipil Myanmar di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag pada Desember lalu. Di sana Suu Kyi membela negaranya atas tuduhan pembunuhan, pemerkosaan, dan penjarahan terhadap masyarakat Rohingya.

“Argumen pencabutan penghargaan telah diperkuat oleh kedekatan Aung San Swuu Kyi dengan Pemerintah Myanmar (dalam sidang) di Den Haag serta lemahnya respons (terhadap surat komite CLC),” kata Wootton menambahkan.

Suu Kyi mendapatkan penghargaan yang sudah diberikan sejak 1237 pada Mei 2017. Kehormatan ini diberikan “atas perjuangan tanpa kekerasan selama bertahun-tahun untuk demokrasi dan dedikasinya untuk menciptakan masyarakat yang dapat hidup dengan damai, aman, dan bebas”.

Lihat Juga  Sumbang Emisi Karbon, Maskapai Delta Investasi Rp 13,7 T

Mantan perdana nenteri Inggris Winston Churchill, pemimpin gerakan antiapartheid Nelson Mandela, dan fisikawan Stephen Hawking merupakan tokoh yang mendapatkan penghargaan serupa. Aung San Suu Kyi menghadiri sendiri upacara penyerahan kehormatan tersebut selama tur Eropa.

Namun, saat itu ia sudah diprotes karena perlakuan Pemerintah Myanmar terhadap warga Rohingya. Pada bulan Desember lalu di hadapan ICJ, Suu Kyi mengatakan “operasi pembersihan” militer Myanmar di barat Negara Bagian Rakhine terhadap Rohingya merupakan respons atas serangan milisi di daerah itu terhadap lusinan kantor polisi pada Agustus 2017.

“(Myanmar) aktif menyelidiki, mengadili, dan menghukum tentara dan perwira yang melakukan pelanggaran,” kata Suu Kyi saat itu.

Ia berpendapat Mahkamah Internasional tidak memiliki yurisdiksi untuk mengadili militer Rohingya. Ia mengatakan, operasi militer itu konflik internal. Menurut dia, jika ada pelanggaran hak asasi manusia pun, hal itu tidak sampai ke tahap genosida.

Gelar Kehormatan
Langkah pencabutan gelar kehormatan tersebut sebelumnya telah dilakukan oleh Glasgow, Edinburgh, dan juga Oxford. Pencabutan gelar kehormatan simbolis itu masih menunggu keputusan dari Dewan Kota Paris yang akan menggelar pertemuan pada pertengahan Desember mendatang.
Jika dikabulkan, maka Suu Kyi akan menjadi orang pertama yang kehilangan gelar kehormatan ibu kota Perancis. Pemimpin de facto Myanmar yang juga peraih Hadiah Nobel tersebut pernah menjadi ikon demokrasi yang disejajarkan dengan Nelson Mandela, karena memimpin oposisi terhadap junta militer yang berkuasa di negaranya.
Namun nama baiknya semakin tercemar terutama di negara Barat karena dianggap telah gagal mengatasi kekerasan terhadap warga Rohingya, sehingga lebih dari 700.000 orang melarikan diri dari Rakhine dan mengungsi ke Bangladesh, pada Agustus tahun lalu.
Kantor wali kota Paris telah mengirimkan surat yang ditujukan kepada Suu Kyi pada akhir tahun lalu, yang mengungkapkan keprihatinannya dan menyerukan penghormatan atas hak-hak minoritas Rohingya. Namun surat tersebut tidak pernah mendapat jawaban dari Suu Kyi.
Sebelumnya, Suu Kyi juga telah kehilangan status warga negara kehormatan dari Kanada, dan penghargaan Duta Hati Nurani dari Amnesti Internasional.

Editor: Bangun Lubis

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button