Panen Buah Kurma di Taman Montazah Alexandria
Oleh : Maspril Aries
Wartawan Utama/ Penggiat Kaki Bukit Literasi
Penerbangan dari Bandara Internasional Changi Singapura menuju Bandara Cairo International Airport Mesir sangat melelahkan. Walau sempat transit di Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah, tetap saja melelahkan karena harus duduk di kursi dalam lambung burung besi selama sekitar sembilan jam. Lalu ditambah penerbangan Jeddah – Kairo selama hampir tiga jam.
Dalam perjalanan yang melelahkan tersebut sengaja tak mencatat dan menghitung waktu persis berapa lama penerbangan dari Benua Asia ke Benua Afrika tersebut. Terbang dari Singapura hari masih petang pukul 17.00 waktu negeri Singa. Tiba di Kairo dinihari, jam di layar ponsel telah menunjukkan hampir pukul 02.00 waktu Mesir.
Dengan kondisi tubuh masih mengantuk dan harus berurusan dengan imigrasi serta tas koper berukuran besar yang baru diturunkan dari lambung pesawat Saudi Arabia Airlines. Demi menuju Alexandria yang juga disebut kota Iskandaryah, walau dalam kondisi jetlag perjalanan harus dilanjutkan dengan perjalanan darat butuh waktu sekitar tiga jam. Menurut Google jarak Kairo – Alexandria 218,4 km.
Tiba di Alexandria yang tubuh masih terasa lelah dan perjalanan tidak langsung menuju hotel, melainkan menuju destinasi pertama Benteng Qaitbay yang terletak di lokasi Mercusuar Pharos. Namun urung bisa masuk ke benteng karena hari masih pagi, benteng yang secara historis merupakan salah satu benteng pertahanan yang menghadap Laut Mediterania belum buka untuk kunjungan wisatawan.
Setelah beristirahat sejenak di hotel dan cari sarapan, rute perjalanan pagi itu diubah, tidak lagi menuju benteng Benteng Qaitbay melainkan menuju istana Montazah yang berada di seberang hotel. Kawasan taman Montazah dengan luas 155 hektar. Tamannya dihiasi berbagai jenis tanaman, yang terbanyak adalah pohon-pohon kurma yang tengah berbuah.
“Beruntung hari ini, di taman Montazah bisa melihat langsung panen buah kurma. Biasanya jarang ada. Mereka juga menjual langsung kurma kepada yang ingin membeli,” kata pemandu wisata lokal yang mendampingi selama berada di Mesir.
Selama mengenal dan makan kurma belum pernah terbayangkan bagaimana buah kurma dipanen dari pohonnya. Kini di taman Montazah bisa melihat langsung pada pekerja memanen buah kurma yang merah dan siap dipanen. Bagi yang pernah umrah atau haji ke tanah haram biasanya selalu diajak berkunjung ke kebun kurma, tapi jarang bisa melihat buah kurma tengah dipanen.
Berkeliling di taman Montazah adalah pilihan yang harus dinikmati karena memang tidak dizinkan masuk dan melihat-lihat bagian dalam istana. Di taman Montazah awalnya berdiri istana Salamlek yang dibangun tahun 1892 oleh Khedive Abbas II penguasa Dinasti Muhammad Ali terakhir (Wikipedia.org).
Taman istana Montazah adalah area publik yang merupakan taman lanskap umum dan cagar hutan. Letak taman ini menghadap ke pantai Laut Mediterania. Walau sebagai area publik bukan berarti gratis. Untuk masuk ke taman harus memberi tiket seharga 25 Pound Egypt (EGP) mata uang Mesir yang setara sekitar Rp20.000 per orang.
Di komplek Montazah selain taman yang yang luas juga berdiri istana Al Haramlik yang menjadi istana terbesar di komplek tersebut. Desain dan arsitekturnya campuran gaya Ottoman dan Florentine. Salah satu menara istana berdiri menjulang tinggi di atas dengan detail desain Renaissance Italia yang rumit. Istana memiliki arcade terbuka panjang yang menghadap ke laut di sepanjang setiap lantai.
Istana Al Haramlik dibangun Raja Fuad I pada tahun 1932 sebagai istana musim panas. Istana ini berpagar tinggi dan pengunjung tidak bisa masuk dan melihat langsung istana yang juga menjadi kediaman resmi Presiden Mesir.
Selain bangunan istana yang berdiri megah di pinggir pantai, juga ada jembatan merah yang dibangun mirip jembatan Stanley Bridge yang sangat terkenal di Alexandria. Jembatan Stanley Bridge ini juga sangat dikenal di Indonesia karena pernah menjadi lokasi pengambilan gambar film Ketika Cinta Bertasbih (KCB). Orang Indonesia ada menyebutnya sebagai jembatan KCB.
Jika tidak sempat berfoto atau selfie dai jembatan Stanley Bridge, cukuplah berfoto di jembatan merah dalam taman istana Montazah karena jembatan ini sekilas mirip miniatur jembatan Stanley Bridge.
Berbagai catatan dan literatur menyebutkan taman Montazah dengan istana di dalamnya tidak terlepas dari sejarah Mesir sejak masa sistem kerajaan yang sampai kemudian menjadi sistem republik. Sebelum Republik Mesir berdiri, Montazah dan istana di dalamnya menjadi tempat kediaman Raja Farouq.
Raja Farouq tercatat sebagai keturunan terakhir dari dinasti Muhammad Ali yang menjadi penguasa Mesir sejak abad 19. Pada 1952 Raja Farouq yang telah berkuasa selama 16 tahun digulingkan lewat kudeta militer saat usianya masih muda 32 tahun. Beberapa perwira militer yang dipimpin oleh wakil komandan, Gamal Abdel Nasser dan Anwar Sadat bersama Mohammad Naguib seorang jenderal yang sangat dihormati berhasil menurunkan dari tahtanya saat Raja Farouq tinggal di istananya di Alexandria.
Sejarah mencatat Raja Farouq dan keluarga pergi dari istananya di komplek Montazah dan meninggalkan Mesir dengan kapal pesiar kerajaan Mahroussa. Raja Farouq meninggalkan negaranya hanya enam jam setelah menandatangani pengunduran dirinya. Pada 18 Maret 1965, Raja Farouk meninggal dunia. ∎
Editor : MA