Nasib Batu Bara, 7 Hari Beruntun Harga Batu Bara Terus Loyo
EkbisNews.com – Harga batu bara acuan global, Newcastle telah melemah untuk tujuh hari berturut-turut.
Pada penutupan perdagangan hari Selasa (30/7/2019), harga batu bara Newcastle kontrak pengiriman September anjlok hingga 1,7% ke level US$ 72,1/metrik ton yang merupakan terendah sejak awal bulan Juli 2019.
Perlambatan ekonomi global masih menjadi isu utama yang menggiring harga batu bara ke posisi rendah seperti sekarang ini. Sebagai gambaran, pada tahun 2018, rata-rata harga batu bara berada di level US$ 105,73/metrik ton.
Pekan lalu, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2019 sebesar 0,1 persen poin menjadi 3,2%. Adapun ramalan pertumbuhan ekonomi tahun 2020 juga dipangkas 0,1 persen poin menjadi 3,5%.
Pemangkasan tersebut utamanya dilakukan karena risiko ekonomi global yang meningkat akibat adanya eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Sebagaimana yang telah diketahui, pada Mei 2019, Presiden AS, Donald Trump menaikkan bea impor produk China senilai US$ 200 miliar menjadi 25% (dari yang semula 10%). China membalas dengan penerapan tarif tambahan antara 5-25% atas produk made in USA senilai US$ 60 miliar.
Selain itu, data Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur dari negara-negara importir batu bara utama dunia juga menunjukkan aktivtas industri yang lesu.
Pada bulan Juni 2019, PMI manufaktur China, Jepang, India, dan Korea Selatan kompak terkoreksi ketimbang bulan sebelumnya. Hal itu menandakan bahwa aktivitas industri manufaktur semakin memburuk dari bulan ke bulan.
Bahkan hanya India yang masih mencatat angka PMI manufaktur di atas 50.
Sebagai informasi, angka PMI di atas 50 berarti sedang terjadi ekspansi pada industri manufaktur. Sementara angka di bawah 50 menandakan adanya kontraksi.
Untuk komoditas batu bara, hal tersebut menjadi hal yang sangat mempengaruhi permintaan. Pasalnya batu bara banyak digunakan sebagai sumber energi listrik untuk memenuhi kebutuhan pabrik-pabrik.
Kala industri manufaktur melambat, maka sudah tentu permintaan batu bara tertekan.
Terlebih China dan India menguasai hampir separuh dari permintaan batu bara impor. Adapun Jepang dan Korea Selatan merupakan dua negara importir batu bara utama di kawasan Asia (selain China).
Namun setidaknya ada harapan penurunan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS). The Fed, yang berpotensi memberi dorongan pada harga batu bara.
Komite Pengambil Kebijakan (FOMC) The Fed dijadwalkan membacakan keputusan hasil rapat bulanan edisi Juli pada 1 Agustus 2019 dini hari waktu Indonesia.
Mengutip CME Fedwatch hari Rabu (31/72019) pukul 09:00 WIB, probabilitas The Fed menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin adalah sebesar 78,1%. Sementara probabilitas The Fed memangkas suku bunga acuan 50 basis poin mencapai 21,9%.
Kala suku bunga diturunkan, maka badan usaha dapat lebih mudah mendapatkan fasilitas kredit. Ekspansi bisnis bisa lebih mudah dilakukan.
Harapannya, perekonomian global bisa tumbuh lebih cepat dan membuat permintaan energi meningkat.
sumer : cnbcindonesia