Meski Masih Rendah, Harga Batu Bara Menguat
EkbisNews.com – Harga batu bara Newcastle kontrak pengiriman Mei ditutup menguat, meski tipis, 0,06% ke posisi US$ 87/metrik ton pada perdagangan Selasa (7/5/2019).
Pasokan China yang berpotensi berkurang, didukung peningkatan ekspor batu bara Australia membuat harga batu bara mendapat tarikan ke atas yang cukup kuat.
Penguatan harga terjadi setelah amblas hingga 0,74% satu hari sebelumnya yakni Senin (6/5/2019). Membuat hingga saat ini harga batu bara masih tercatat lebih rendah 0,34% selama sepekan secara point-to-point.
Pasokan batu bara domestik China yang berpotensi berkurang terbukti sukses memberi sentimen positif yang mengangkat harga batu bara.
Pada Selasa (7/5/2019), lembaga perencanaan pembangunan China dikabarkan akan menutup lebih banyak tambang batu bara kecil. Hal tersebut diungkapkan oleh National Development dan Reform Commission (NDRC), mengutip Reuters.
Tahun ini, NDRC berencana menutup semua tambang yang memiliki kapasitas produksi kurang dari 300.000 ton/tahun di wilayah penghasil batu bara utama seperti Inner Mongolia, Shanxi, Shaanxi, dan Ningxia.
Dalam keterangan yang dimuat di website resmi, NDRC mengatakan bahwa jumlah tambang dengan kapasitas kurang dari 300.000 ton/tahun akan dikurangi hingga tidak lebih dari 800 fasilitas 2021.
Tambang-tambang yang memiliki cadangan batu bara kualitas rendah yang ada di beberapa daerah seperti Heilongjiang, Hubei, dan Hunan juga rencananya akan bernasib sama karena dianggap kurang kompetitif.
Tak hanya itu, NDRC juga mengatakan bahwa jumlah tambang dengan kapasitas kecil tersebut akan dipangkas hingga tidak lebih dari 800 pada tahun 2021.
Alhasil pasokan batu bara domestik China yang selama ini menjadi alasan utama pembatasan impor bisa dikurangi.
Dalam kesempatan tersebut, permintaan batu bara impor (seaborne) yang berasal dari Australia, Indonesia, dan Rusia memiliki peluang untuk meningkat, yang akan mengangkat harganya.
Selain itu, ekspor batu bara Australia dari pelabuhan di Queensland, Australia, ke China pada bulan April 2019 meningkat hingga 1,44 juta ton, ini level tertinggi dalam 10 bulan terakhir, mengutip S&P Global Platts, Senin (6/5). Bahkan jumlah sebesar itu setara dengan lima kali lipat ekspor batu bara pada bulan April tahun lalu.DSikutip dari cnbcindonesia.com
Peningkatan ekspor tersebut juga terjadi di tengah pemberitaan pemeriksaan batu bara impor di China yang semakin ketat.
“Kami tahu sejak awal Februari, waktu pemeriksaan be cukai untuk batu bara asal Australia meningkat dari yang semula 25 hari, menjadi sekitar 40 hari. Ada beberapa laporan yang mengatakan bahwa kebijakan tersebut akan berlangsung selama 3 bulan,” ujar Vivek Dhar, analis komoditas Commonwealth Bank, mengutip S&P (15/4/2019).
Selain itu, ekspor batu bara ke Jepang dan India dari pelabuhan yang sama juga meningkat pada bulan April 2019.
Ekspor ke India naik menjadi 1,71 juta ton, dan merupakan yang tertinggi dalam lima bulan terakhir. Hal itu terjadi karena industri baja di India yang sedang dalam fase ekspansif.
Adapun ekspor ke Jepang mencapai 1,6 juta ton, tertinggi dalam 5 bulan. Namun secara tahunan masih tercatat lebih rendah sebesar 7%. Peningkatan permintaan banyak dari sektor otomotif dan konstruksi, sedangkan sektor pembangunan perumahan masih lesu, berdasarkan keterangan Departemen Industri Australia.
Akan tetapi ekspor ke Korea Selatan hanya sebesar 782.000 ton sepanjang bulan April 2019, turun 11% dari tahun sebelumnya, serta berkurang 47% dari bulan sebelumnya.
Sebagai informasi, China merupakan konsumen batu bara terbesar di dunia yang akan sangat mempengaruhi keseimbangan fundamental di pasar global.
Sementara India, Jepang, dan Korea Selatan merupakan negara papan atas pengimpor batu bara, yang juga memberi andil signifikan pada aliran perdagangan batu bara dunia.
Akan tetapi potensi perang dagang jilid II antara AS-China juga memberi tekanan, membuat penguatan harga batu bara agak terbatas.