NASIONAL

Menuju Paradigma Baru KONI Sumsel

Oleh : Maspril Aries
Wartawan Utama & Pengurus PWI Sumsel

Apa kabar prestasi olahraga Sumatera Selatan (Sumsel) pasca PON XVI – 2004 yang berlangsung di Palembang? Di manakah posisi Sumsel di kancah olahraga nasional? Di manakah posisi Sumsel dalam urutan prestasi olahraga Indonesia?

Jawabannya, dikatakan menyedihkan tentu tidak juga. Prestasi olahraga Sumsel secara keseluruhan berada pada posisi stagnan atau cenderung turun. Untuk mengukurnya mari kita gunakan standar prestasi Sumsel pada even olahraga Pekan Olahraga Nasional (PON). Dari 19 kali pelaksanan PON, prestasi olahraga Sumsel bisa diukur kemajuannya atau tetap stagnan?

Prestasi Sumsel pada PON XVI 2004 yang berlangsung di Palembang berada pada peringkat lima dalam perolehan medali dengan menggeser Provinsi Lampung. Sumsel meraih 30 medali emas, 41 medali perak, dan 40 medali perunggu. Prestasi dan peringkat ini merupakan yang terbaik selama mengikuti PON.

Pada PON XVII di Kalimantan Timur (Kaltim), 2008 prestasi atlet Sumsel langsung anjlok, hanya mampu meraih 12 medali emas, 11 medali perak dan 17 medali perunggu bertengger pada peringkat 14. Prestasi yang nyaris sama terulang pada PON XVIII di Riau, 2012 atlet Sumsel hanya mampu meraih 10 medali emas, 14 medali perak dan 29 medali perunggu. Peringkat Sumsel mampu naik satu peringkat berada pada peringkat 13.

Pada PON XIX, 2016 di Jawa Barat prestasi Sumsel hanya berada pada peringkat 21 dengan memperoleh 6 emas, 11, perak dan 14 perunggu.

Di level regional Sumatera, pada Pekan Olahraga Wilayah (Porwil) Sumatera 2011 yang berlangsung di Batam, Kepulauan Riau atlet-atlet Sumsel sempat meraih gelar juara umum dengan 24 medali emas, 19 medali perak dan 17 medali perunggu. Pada Porwil Sumatera 2015 yang berlangsung di Provinsi Bangka Belitung (Babel), Sumsel gagal mempertahankan gelar juara umum tersebut.

Pada Porwil di Babel tersebut khusus cabang sepak bola berhasil meraih gelar juara atau medali emas dan lolos ke PON XIX di Jawa Barat sampai akhirnya gagal meraih medali perunggu dan hanya berada di peringkat keempat. Sebelumnya pada PON XVII dan PON XVIII sepakbola gagal lolos ke PON.

Ke depan tantangan olahraga Sumsel adalah prestasi pada PON XX, 2020 di Papua. Dengan waktu yang tersisa sekitar satu tahun mampukah atlet Sumsel meraih prestasi terbaik dengan memperbaiki peringkat?

Lihat Juga  OJK Resmi Bubarkan Dana Pensiun IPTN

Jawaban dari pertanyaan ini menjadi tantangan bagi Ketua KONI Sumsel mendatang pasca Alex Noerdin yang sudah mengundurkan diri dari jabatan Ketua KONI Sumsel periode 2016 – 2020. Pemilihan Ketua KONI pengganti Alex Noerdin akan dilaksanakan masyarakat olahraga Sumsel melalui Musyawarah Olahraga Provinsi Luar Biasa (Musorprovlub) yang akan berlangsung 2019.

Tantangan yang dihadapi Ketua KONI Sumsel mendatang sebenarnya bukan hanya peningkatan prestasi melainkan bagaimana KONI Sumsel ke depan lahir dengan paradigma baru. Ada beberapa persyaratan yang butuh kesepakatan bersama untuk meraihnya karena kejayaan olahraga Sumatera Selatan ke depan juga menjadi bagian dari tanggung jawab dan kebersamaan seluruh masyarakat atau stakeholder olahraga di daerah ini.

Dalam pemilihan Ketua KONI kita patut belajar dari permasalahan yang pernah terjadi, tidak hanya di Sumsel tapi juga di provinsi lainnya dan juga di Indonesia. Pada era saat ini dan ke depan sudah anjuran ini menjadi perhatian. Kepada masyarakat olahraga Sumsel agar tidak memilih Ketua KONI yang merangkap jabatan publik dan juga birokrasi, serta jabatan politik. Sebab, memimpin induk organisasi olahraga memerlukan dedikasi, waktu yang penuh, serta punya rasa malu.

Malu bahwa Sumsel tidak punya prestasi yang membanggakan. Calon Ketua KONI juga mesti orang yang memiliki visi dan keberanian memilih fokus. Bagi Sumsel tidak semua cabang olahraga bisa berprestasi dan prestasinya melebihi atlet daerah lain. Camkan, jangan bermimpi ingin mendapatkan medali emas di semua cabang olahraga, justru hasilnya tersingkir di semua cabang.

Juga harus diperhatikan memilih Ketua KONI jangan menabrak aturan yang ada, seperti UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Pasal 40 menyebutkan bahwa pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik.

Ada Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 800/148/sj 2012 yang menegaskan kepala daerah tingkat I dan II, pejabat publik, wakil rakyat, hingga pegawai negeri sipil (PNS), dilarang rangkap jabatan dalam organisasi olahraga, seperti KONI dan PSSI, serta kepengurusan klub sepakbola profesional atau amatir. Larangan itu juga berpijak pada Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2005.

Lihat Juga  Dewan Pers : Kami Mengecam Tindakan Keji Oknum Polisi Terhadap Wartawan

Kemudian, Peraturan Pemerintah (PP) Republik Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaran Keolahragaan. Dalam Pasal 56 (1) disebutkan, pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik. (2); Dalam menjalankan tugas, kewajiban, dan kewenangannya, pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus bebas dari pengaruh dan intervensi pihak manapun untuk menjaga netralitas dan menjamin keprofesionalan pengelolaan keolahragaan.

(3); Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang memegang suatu jabatan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang pegawai negeri sipil dan militer dalam rangka memimpin satuan organisasi negara atau pemerintahan, antara lain, jabatan eselon di departemen atau lembaga pemerintahan nondepartemen. (4); Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang memegang suatu jabatan publik yang diperoleh melalui suatu proses pemilihan langsung oleh rakyat atau melalui pemilihan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, antara lain Presiden/Wakil Presiden dan para anggota kabinet, gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota, anggota DPR-RI, anggota DPRD, hakim agung, anggota Komisi Yudisial, Kapolri, dan Panglima TNI.

Juga ada Surat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) No B-903 01-15/04/2011 tertanggal 4 April 2011 tentang hasil kajian KPK yang menemukan adanya rangkap jabatan pejabat publik pada penyelenggaraan keolahragaan di daerah sehingga dapat menimbulkan konflik kepentingan.

Selain aturan dan regulasi tersebut yang patut diperhatikan adalah, Ketua KONI ini sarat tugas berat. Karena itu, dia harus punya waktu cukup. Kalau dia pejabat pemerintah yang waktunya sedikit untuk KONI kemudian menunjuk ketua harian yang sama dari birokrasi, maka hasilnya akan sama. Demikian pula dengan politisi, apakah ketua partai atau anggota parlemen dalam prakteknya akan sama, waktunya akan tersita antara tugas partai politik/ parlemen dan KONI.

Jangan pilih orang yang gemar mengumpulkan jabatan, yang menonjolkan ambisi, tetapi kering prestasi. Orang seperti itu dilirik pun tidak pantas.

Dalam pemilihan Ketua KONI Sumsel mendatang ada satu hal yang patut dicatat. Jangan kotori sportivitas dalam pemilihan nanti hanya demi ambisi perseorangan. “Sportivitas” adalah kata yang selalu dijunjung tinggi insan olahraga.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button