LifeStyle

Mencari “Brand” Kopi Sumsel

Oleh : Maspril Aries
Wartawan Utama/ Penggiat Kaki Bukit Literasi

Ketiadaan brand kopi Sumsel sampai saat ini adalah ironi, walau Sumsel sudah dikenal sejak lama sebagai penghasil kopi terbesar di Indonesia.

Hari ini, tepatnya sejak awal Agustus 2020, setalah Ayo Jalan-Jalan mengumumkan nominasi Anugerah Pesona Indonesia (API) 2020, Kopi Semendo masuk dalam daftar nominasi untuk kategori “Minuman Tradisonal Terpopuler.” Sejak saat itu nama “Kopi Semendo” banyak ditulis di media massa online dan media sosial (medsos).

Kopi yang dihasilkan dari daerah dataran tinggi di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan (Sumsel) tersebut bersaing dengan sembilan nominasi lainnya untuk meraih menjadi pemenang dengan cara vote. Kopi semendo diantaranya bersaing dengan minuman Aek Sappang dari Kabupaten Sambas, Air Kembang Semangkok dari Kabupaten Anambas, Amping Dadih dari Kota Bukittinggi, Bandrek dari Provinsi Jawa Barat, Dawet Ayu dari Kabupaten Banjanegara.

FOTO : anugerahpesonaindonesia.com

Terlintas dalam pikiran, apakah ini “brand” kopi Sumsel yaitu “Kopi Semendo”? Dapatkah ini menjadi jawaban pertanyaan yang muncul setahun yang lalu bersama Ketua Umum Dewan Kopi Indonesia Provinsi Sumsel Zain Ismed dan Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Kota Palembang Syafruddin Yusuf pada talk show di Radio BP Trijaya Palembang, 9 April 2019. Pertanyaannya, “Apa brand atau merek kopi Sumsel?”

Zain Ismed bertanya, “Apa nama, merek atau brand kopi Sumsel? Sampai kini belum ada satu merek untuk produksi kopi Sumsel. Ini berbeda dengan provinsi tetangga, mereka terkenal dengan brand kopi Lampung dan Aceh identik dengan brand kopi Aceh Gayo.”

Pada awal 2020, pertanyaan yang serupa disampaikan seorang praktisi teknologi informasi (TI) Iwan Setiawan atau Awang. “Sampai kini saya belum ada satu merek untuk kopi asal Sumsel. Yang ada di masyarakat merek kopi Semendo, kopi Lahat, kopi Ranau atau kopi Selangit,” katanya.

Apa arti brand, begitu penting kah sebuah brand untuk sebuah produk? Pakar marketing, para produsen dan pedagang akan menjawab, “Brand alias merek itu penting Bro.”  Jangan berpikir seperti dialog dalam naskah karya William Shakespeare yang berjudul Romeo dan Juliet yang menyatakan “What’s in a name?”

Ada banyak definisi brand atau merek. Ambil saja rujukan dari UU No.15 tahun 2001 tentang Merek. Dalam pasal 1 ayat 1 menyebutkan, brand atau merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susnan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Pada dasarnya elemen ini berguna untuk menunjukkan value yang akan ditawarkan ke pasar. Brand merupakan salah satu bagian terpenting dari suatu produk karena dapat menjadi suatu nilai tambah bagi produk baik itu produk yang berupa barang maupun jasa. Brand sangat erat kaitannya dengan berbagai strategi perusahaan serta mengandung janji perusahaan untuk secara konsisten memberikan ciri, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli.

Selanjutnya kembali ke kopi sambil menghirup secangkir kopi.

Di Sumsel tanaman kopi memiliki sejarah Panjang. Perkebunan kopi sudah ada sejak zaman kolonial Hindia Belanda. Menurut Syafruddin Yusuf, tanaman kopi yang berasal dari Afrika dan Arab (Yaman) masuk ke Indonesia awal abad 18 dibawa Belanda sekitar tahun 1907. Awalnya kopi ditanam untuk uji coba di Parahiyangan, Jawa Barat (Jabar). “Tahun 1711 itu pengelolaan tanaman kopi diserahkan dari VOC ke Belanda, dari situlah tanaman kopi berkembang,” katanya.

Lihat Juga  Dua Sahabat yang Menulis Lingkungan

Di Palembang sendiri, menurutnya kopi belum menjadi primadona, karena tahun 1710 saat ditemukan timah, Belanda lebih mengurus timah karena lebih menjanjikan termasuk di Palembang dengan mengolah tambang timah di pulau Bangka. Sementara kopi pada waktu itu lebih dikembangkan di Jawa dan barulah  akhir abad 18 kopi masuk ke Sumsel.

“Karena di tahun 1890 ada perkebunan di Pagaralam dengan luas 37 ribu hektar termasuk tanaman kopi di Pagaralam ini, apalagi  selama masa Kesultanan Palembang, Pagaralam dan sekitarnya merupakan daerah yang bebas sehingga Belanda tidak bisa masuk. Baru tahun 1867 Pagaralam bisa diduduki Belanda dan pada tahun 1870 hama kopi sempat merusak  perkebunan kopi di Parahyangan sehingga Belanda mencoba bibit kopi ke Sumsel,” kata dosen sejarah FKIP Universitas Sriwijaya (Unsri) ini.

Selain itu menurutnya, Belanda  tidak hanya menyuruh masyarakat menanam kopi malahan tahun 1890 itu  sudah ada 21 perusahaan  asing yang mengembangkan kopi di Pagaralam baik dari Belanda dan Inggris . Dan uniknya, Belanda juga ikut membina masyarakat setempat dengan cara menanam kopi termasuk panennya dan segala macam sehingga kopi yang dihasilkan berkualitas tinggi.

Sejarah Asal Kopi

Para penikmat kopi yang kongkow di warung kopi sampai cafe dan resto, apakah mereka tahu tentang asal dan sejarah kopi? Dari berbagai buku sejarah tentang kopi sudah sepakat menyatakan bahwa kopi pertama kali ditemukan di pegunungan Ethiopia (Abyssinia) di benua Afrika. Kisahnya, adalah Khalid seorang penggembala pada abad ke-8 melihat bahwa kambing-kambingnya lebih lincah dan bersemangat setelah memakan beberapa buah berwarna merah (red berries) dari sebuah pohon.

Khalid yang penasaran mencoba sendiri memakan buah tersebut dan ia merasakan energi dalam tubuhnya bertambah. Khalid membawa pulang buah itu ke rumah dan merebus buah tersebut.

Kisah versi lain menyebutkan, seorang lelaki Arab bernama Omar dibuang oleh musuh-musuhnya ke dalam hutan. Omar yang kelaparan berusaha bertahan hidupnya dengan meminum air dari buah tanaman kopi. Penduduk Mocha

yang berdiam di sekitar tempat itu beranggapan bertahannya Omar hidup adalah tanda-tanda keagamaan. Sampai kini wilayah Mocha di Yaman tetap merupakan daerah penghasil kopi yang utama. Sejak itu kemudian kopi menyebar ke Eropa dan mancanegara.

Dari Ethiopia kopi dibawa ke Yaman dan menjadi minuman para sufi. Para sufi memiliki kebiasaan memanaskan dan mendidihkan kopi kemudian meminum

kopi panas yang membantu mereka agar tetap terjaga dalam melaksanakan ibadah malam dan berzikir. Selain direbus, kemudian orang-orang Persia memanggang (sangrai) biji kopi.

Kopi yang dibawa ke Eropa dan menjadi minuman di sana sempat mendapat julukanwine of Islam atau anggurnya orang Islam. Kopi yang di Arab disebut qahwa kemudian mendunia, di Turki disebut dengan kahve, di Inggris disebut coffee, orang Belanda menyebutnya koffie dan kita di sini menyebutnya “kopi.”

Dari tradisi meminum kopi di rumah kemudian bermunculan warung-warung kopi. Pada awal abad ke-16 kebiasaan minum kopi mentransformasikan kehidupan sosial di dunia Islam. Rumah-rumah kopi (coffeehouses) menawarkan lebih dari sekedar biji kopi, tapi kopi yang siap diminum di dalam cangkir. Dalam sejarah menuliskan di Mesir  pada akhir abad ke-16 Gubernur Mesir Ahmet Pasha, mendirikan rumah-rumah kopi untuk publik, sehingga ia mendapatkan popularitas politik.

Lihat Juga  Desa Pelakat Binaan PTBA Raih Trofi ProKlim Lestari 2020

Sebelumnya pada abad ke-15 Ismail Abu Taqiyya seorang pengusaha kopi dari Mocha, Yaman mempromosikan konsumsi kopi dengan mendirikan rumah-rumah kopi yang sesuai dengan jamannya.

Dalam perkembangannya di Indonesia, kopi telah menjadi salah satu komoditas unggulan dalam sub sektor perkebunan. Kopi memiliki peluang pasar besar, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Sebagian besar produksi kopi Indonesia merupakan komoditas perkebunan yang dijual ke pasar dunia.

Di dunia saat ini menurut data International Coffee Organization (ICO) konsumsi kopi meningkat dari tahun ke tahun sehingga peningkatan produksi kopi di Indonesia memiliki peluang besar untuk mengekspor kopi ke negara-negara pengonsumsi kopi utama dunia seperti Uni Eropa, Amerika Serikat dan Jepang.

Indonesia adalah negara pengekspor kopi jenis robusta terbesar di dunia. Kopi pernah menjadi komoditas utama perdagangan internasional terbesar kedua setelah gas dan minyak. Dalam laporanKementerian Perdagangan menyebutkan, tahun 2018 total konsumsi kopi dunia sebesar 9,7 juta ton. Tren konsumsi dunia selama lima tahun terakhir memiliki peningkatan dengan rata-rata 2,1 persen per tahun.

Di lingkungan petani kopi dan penikmat kopi, kopi memiliki berbagai jenis atau varietas kopi. Secarah umum dikenal empat jenis kopi yaitu kopi arabika (coffee arabica), kopi liberika (coffee liberica), kopi robusta (coffee cannephora) dan kopi excelsa (coffee dewevrei). Ada yang menyatakan, diantara keempat jenis tersebut, best of the best-nya adalah kopi liberika. Percaya atau tidak? Silahkan coba sendiri, setiap orang punya selera masing-masing.

Tanaman kopi akan tumbuh di daerah-daerah tertentu. Seperti jenis tanaman kopi arabika tumbuh pada ketinggian 750-1500 dpl (di atas permukaan laut) dengan suhu 15-18 derajat celcius. Kopi liberika tumbuh di daerah 500 – 1500 dpl dengan suhu 17 – 20 derajat celcius dan kopi robusta pada ketinggian 400-1000 dpl dengan suhu 18-24 derajat celcius.

Kembali ke cangkir kopi yang tersisa setengah.

Bisakah kopi semendo menjadi brand kopi Sumsel? Tidak tertutup kemungkinan jika kopi semendo meraih sebagai pemenang pada kategori “Minuman Tradisonal Terpopuler” maka brand kopi Sumsel adalah “Kopi Semendo.” Bisa saja ada brand lain yang lebih kuat. Silahkan diskusikan.

Ketiadaan brand kopi Sumsel sampai saat ini adalah ironi, walau Sumsel sudah dikenal sejak lama sebagai penghasil kopi terbesar di Indonesia. Menurut Ketua Umum Dewan Kopi Indonesia Provinsi Sumsel Zain Ismed, hal itu disebabkan pintu perdagangan kopi Sumsel banyak melalui Provinsi Lampung. “Kopi dari wilayah Sumsel lebih banyak dikenali sebagai kopi Lampung karena dikirimkan lewat sana, padahal Sumsel ada pelabuhan sendiri, aneh tapi inilah kenyataannya,” katanya di sela-sela Festival kopi ‘Musi Coffee Culture’ pada 6 April 2019.

Dari data Kementerian Pertanian tahun 2019, Sumatera merupakan lumbung kopi Indonesia, sebanyak 514 ribu ton atau sekitar 71 persen, Provinsi Sumatera Selatan adalah daerah dengan produksi kopi terbesar di Indonesia mencapai 251 ribu ton kemudian diikuti Provinsi Lampung dan Aceh. Produksi kopi Indonesia pada 2018 sekitar 722.461 ton, terdiri atas 685.787 ton kopi dari perkebunan rakyat, 19.926 ton perkebunan besar negara, dan 16.748 ton perkebunan besar swasta.

Ironi memang, Sumsel sebagai daerah penghasil kopi terbesar di Indonesia tapi tidak memiliki brand kopi. 𝞨𝞨

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button