LifeStyle

Jenis Burung yang Diduga Punah 172 Tahun Lalu Ditemukan Kembali

EkbisNews.com, Jakarta – Di laman instagram-nya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya berbagi kabar gembira. Pada instagram @siti.nurbayabakar, Menteri LHK mengunggah foto burung yang diduga telah “hilang” sejak 172 tahun lalu.

Menteri Siti Nurbaya menulis, “Satwa endemik berupa Burung Pelanduk Kalimantan atau Malacocincla perspicillata yang diduga mengalami kepunahan sejak tahun 1848 atau 172 tahun yang lalu, kembali ditemukan. Burung ini kembali dijumpai di Pulau Kalimantan tepatnya di Provinsi Kalimantan Selatan.”

Melengkapi keterangan Siti Nurbaya, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian LHK menjelaskan, “Pemerintah melalui Kementerian LHK menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada para citizen science yaitu masyarakat yang bukan peneliti namun sukarela mengumpulkan dan menganalisa data ilmiah.”

Menurut Wiratno bahwa satwa liar akan sejahtera sepenuhnya apabila hidup di alam habitatnya. “Kami akan terus memerangi perburuan ilegal satwa liar yang dilindungi.”

Sementara itu Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Direktorat Jenderal KSDAE Indra Eksploitasia mendukung pernyataan Wiratno, dirinya menyampaikan apresiasinya kepada masyarakat di lapangan yang telah menemukan burung  Pelanduk Kalimantan dan telah memasukkannya ke jurnal ilmiah dan mengharumkan nama Bangsa Indonesia.

“Sesuai arah kebijakan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Kebijakan Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, yang menyebutkan apabila ingin memasukkan spesies ini ke dalam spesies yang ingin dilindungi adalah jika telah memenuhi kriteria antara lain mempunyai populasi yang kecil, dan ada penurunan dalam jumlah yang tajam pada jumlah individu di alam, serta memiliki daerah penyebaran yang terbatas,” ujarnya.

Menurut Menteri LHK, burung Pelanduk Kalimantan tersebar di daerah hutan tropis dataran rendah daerah wilayah Kalimantan. Terhadap jenis tumbuhan dan satwa ini yang memenuhi kriteria wajib melakukan upaya pengawetan, dalam hal ini melakukan kebijakan konservasi dalam hal untuk melakukan “full protection” atau dilindungi.

Lihat Juga  Dari Metalurgi Muntok PT Timah Raih Proper Emas 2021

Dalam siaran pers Kementerian LHK Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Indra Eksploitasia menjelaskan, “Masih banyak hal yang dapat kita temukan dan kita gali informasinya terkait dengan burung Pelanduk Kalimantan. Beberapa informasi dapat kita jadikan dasar rujukan dengan bantuan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk memberikan rekomendasi sebagai scientific authority kepada management authority untuk memasukkan burung Pelanduk Kalimantan sebagai spesies yang dilindungi.”

Pejabat Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Pertama, Balai Taman Nasional (TN) Sebangau Teguh Willy Nugroho menambahkan, bahwa burung Pelanduk Kalimantan yang ditemukan sesuai dengan yang digambarkan oleh ahli ornitologi Prancis Charles Lucien Bonaparte pada tahun 1850, berdasarkan spesimen yang dikumpulkan pada tahun 1840-an oleh ahli geologi dan naturalis Jerman Carl A.L.M. Schwaner selama ekspedisinya ke Kalimantan.

“Sejak saat itu, tidak ada spesimen atau penampakan lain yang dilaporkan. Selain itu, asal muasal spesimen juga masih menjadi misteri, bahkan pulau di mana spesimen tersebut diambil juga tidak jelas,” kata Teguh Willy.

Asumsi awal bahwa spesimen tersebut diambil di Pulau Jawa, pada tahun 1895 bahwa ahli ornitologi Swiss Johann Büttikofer menunjukkan bahwa waktu itu Schwaner berada di Pulau Kalimantan. Spesimen inilah kemudian menjadi spesimen satu-satunya di dunia sehingga semua rujukan dan deskripsi morfologi burung mengacu kepada satu spesimen ini.

Burung penyanyi yang tergolong dalam keluarga Pellorneidae ini sebelumnya diklasifikasikan Rentan oleh IUCN. Pada tahun 2008, status burung ini berubah menjadi “kurang data” berdasarkan penelitian terbaru yang menunjukkan kurangnya informasi yang dapat dipercaya. Dalam Peraturan Menteri LHK Nomor P.106 tahun 2018, burung ini belum masuk ke dalam satwa yang dilindungi.

Lihat Juga  Presiden Joko Widodo Revitalisasi Lahan Kritis Waduk Gajah Mungkur

Teguh Willy menjelaskan, awal mula burung ini ditemukan merupakan ketidaksengajaan oleh dua orang penduduk lokal – Muhammad Suranto dan Muhammad Rizky Fauzan – di salah satu wilayah di Kalimantan Selatan. Salah satu dari mereka merupakan anggota dari sebuah grup sosial media bernama Galeatus yang merupakan grup komunitas dan komunikasi mengenai seluk beluk burung. Setelah berdiskusi dan ditelaah oleh tim admin, mereka kemudian menghubungi ahli burung dari Birdpacker untuk mencari informasi lebih lanjut terkait temuan tersebut.

“Terdapat perbedaan mencolok pada anatomi burung yang ditemukan dengan literasi yang ada saat ini diantaranya pada warna iris mata, paruh dan warna kaki. Itulah yang membuat identifikasi mengalami kesulitan saat pertama kali melihat morfologi burung ini,” ujar Teguh.

Menurut pejabat dari Balai TN Sebangau, temuan ini juga membuktikan bahwa keanekaragaman hayati Indonesia masih ada pada bagian-bagian terdalam hutan.

Sementara itu peneliti muda pada pusat Penelitian Bologi LIPI Tri Haryoko juga pada saat Media Briefing menyebutkan hal yang perlu ditindaklanjuti adalah peranan citizen science yaitu masyarakat luas ikut terlibat dalam pengumpulan, pengarsip, analisis, dan berbagi data keanekaragaman hayati untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

“Meningkatkan kesadaran konservasi, kemudahan akses informasi, dan membangun basis data keanekaragaman hayati. Untuk tindakan selanjutnya perlindungan atau penelitian lebih lanjut,” ujarnya.

Editor : Maspril Aries

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button