Hutama Karya dan Dampak Ekonomi JTTS
Oleh : Maspril Aries
[ Wartawan Ekbisnews.com/ Wartawan Utama ]
Sudah banyak studi menyebutkan, bahwa infrastruktur memiliki peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi serta memiliki keterkaitan yang luas dengan berbagai aspek pembangunan.
Kwik Kian Gie yang pernah menjadi menteri pada masa Presiden Megawati Soekarno Putri dalam buku “Strategi Pembangunan Indonesia Pasca IMF” menulis bahwa “Secara makro, ketersedian jasa pelayanan infrastruktur akan mempengaruhi marginal productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi mikro, ketersedian pelayanan jasa infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi.”
Dari berbagai studi yang dilakukan banyak pakar ekonomi dan pembangunan serta dari pernyataan Kwik Kian Gie dapat disimpulkan bahwa keberadaan infrastruktur dalam perekonomian akan mendorong peningkatan produktivitas faktor-faktor produksi, memperlancar mobilitas penduduk, barang dan jasa, juga memperlancar perdagangan antar daerah.
Kesimpulan dari studi tersebut dapat terlihat dari pembangunan infrastruktur di Indonesia, khususnya pembangunan jalan tol dalam 10 tahun terakhir. Khusus di pulau Sumatera geliat pembangunan infrastruktur jalan tol atau sering disebut Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) tidak terlepas dari peran PT Hutama Karya (Persero) salah satu BUMN yang mendapat penugasan pemerintah untuk merealisasikan pembangunan JTTS sepanjang 2.704 kilometer (km).
Sumatera adalah salah satu pulau terbesar di Indonesia yang membujur dari Provinsi Aceh sampai ke Provinsi Lampung, yang membutuhkan pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastrukstur tersebut lebih ditekankan pada pembangunan jalan tol. Keberadaan jalan tol akan membangkitkan ekonomi Sumatera dalam menyumbang PDB nasional dan sebagai bagian untuk mendukung terciptanya Asian Highway Network yang telah disepakati pada forum United Nations di Sanghai, China.
Dalam pelaksanaan pembangunan jalan tol termasuk JTTS sempat memunculkan pro dan kontra. Menanggapi hal tersebut Presiden Joko Widodo saat meresmikan tol Surabaya-Mojokerto mengaku heran saat banyak orang yang meributkan pembangunan jalan tol. Padahal pembangunan jalan tol, pelabuhan, bandara, jalur kereta api, dan infrastuktur lainnya, itu semua untuk menumbuhkan ekonomi nasional.
“Kenapa masih banyak orang yang masih ramai meributkan jalan tol? Bahkan kita lebih panjang ributnya dari pada jalan tolnya. Ributnya terus, jalan tolnya gak tambah-tambah,” kata Presiden Jokowi (Republika Online, Selasa , 19 Desember 2017).
Khusus jalan tol trans Sumatera Presiden Joko Widodo menegaskan, pembangunannya akan terus kita kerjakan, termasuk yang dari arah barat atau Aceh. Pemerintah terus mengejar penyediaan infrastruktur karena menyangkut daya saing produk produk Indonesia dan daya saing Indonesia terhadap negara lain.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dari pembangunan jalan tol trans Sumatera Indonesia bisa untung Rp769,5 triliun. Menurutnya pada penandatangan perjanjian pinjaman ruas Bakauheni-Terbanggi Besar, 27 Desember 2017, “Manfaat tol trans Sumatera ini dari studi proyek di Indonesia dengan multiplier 2,32 kali. Maka minimal manfaat dari sisi keseluruhan dampak jalan tol ini Rp769,5 triliun,” katanya.
Jika melihat pada negara lain yang sudah membangun infrastruktur jalan tol yang panjang seperti Cina dan Malaysia, maka keuntungan yang disampaikan Menteri Sri Mulyani Indrawati bukan hal mustahil yang bisa terealisasi.
Rhenald Kasali guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) pada 2015 pernah menulis, kalau mau melihat masa depan suatu negara, lihatlah generasi mudanya. Kalau generasi mudanya mudah galau, hanya bisa berwacana, bisa ditebak kelak seperti apa nasib negaranya.
Kata banyak orang, karena galau dan hanya sibuk berwacana, negara kita tertinggal sepuluh tahun dibanding negara-negara lain. Rhenal Kasali memberi contoh pada pembangunan infrastruktur. “Contohnya gampang. Lihatlah jalan tol kita. Kita mulai membangun jalan tol sejak 1973. Lebih dulu ketimbang Malaysia dan China. Tapi, coba lihat berapa panjang jalan tol yang sudah kita bangun?”
Malaysia mulai membangun jalan tol pada 1990. Namanya, jalan tol Anyer-Hitam, panjangnya sekitar 10 kilometer. Itu pun yang mengerjakan BUMN kita, PT Hutama Karya. Kini panjang jalan tol di Malaysia sudah mencapai 3.000-an kilometer. China pun baru membangun jalan tol pada 1990. Jalan tol pertama yang mereka bangun namanya Shenda, menghubungkan dua kota, Shenyang dan Dalian. Kini, China sudah memiliki jalan tol sepanjang 85.000 kilometer.
Keterlibatan dan penugasan PT Hutama Karya (HK) membangunan JTTS patut mendapat apresiasi. Berhasil membangun jalan tol di Malaysia, kini PT HK membangun jalan tol di pulau Sumatera. Bermula dari hanya membangun empat ruas jalan tol di Sumatera kini BUMN tersebut bertanggungjawab merealisasikan JTTS sebanyak 24 ruas tol dengan panjang 2.704 km.
Ditetapkan PT Hutama Karya membangunan empat ruas jalan tol tahap pertama di Sumatera Medan–Binjai (17 km), Pekanbaru–Dumai (131 km), Palembang–Indralaya (22 km), dan Bakauheni–Tebanggi Besar (140 km) bermula dari sidang kabinet pada 2014.
Dahlan Iskan saat menjabat Menteri BUMN pernah menulis, “Berita baik itu saya peroleh dari Menko Perekonomian Chairul Tanjung (CT). Dalam rapat dengan semua eselon satu Kemenko Perekonomian dan eselon satu Kementerian BUMN Kamis lalu, Pak CT menyampaikan bahwa menteri pekerjaan umum sudah setuju menunjuk PT Hutama Karya/HK (Persero) sebagai perusahaan yang akan mengerjakan empat ruas jalan tol Sumatera.”
Menurut Dahlan Iskan, ”Saya tidak ada kepentingan dengan HK. Siapa pun yang ditunjuk saya setuju. Asal segera disetujui,” ujar Pak CT menirukan pembicaraannya.
Dalam tulisan berjudul “Tantangan Baru dari Empat Ruas Itu” Menteri BUMN menuliskan, “Memang sejak hampir setahun lalu saya mengajukan PT HK untuk menangani proyek itu. Saya juga tidak mempunyai kepentingan apa-apa dengan BUMN yang satu ini. Bahwa saya mengajukan PT HK semata-mata karena tinggal perusahaan inilah satu-satunya BUMN Karya yang masih 100 persen milik negara. Yang lain-lain sudah go public.”
Lengkapnya, dalam tulisan tersebut tercatat. “Untuk yang sudah go public (Wika, Waskita, Adhi, dan PP), pemerintah tidak bisa menugasi begitu saja. Kalau ditugasi untuk mengerjakan proyek yang kurang menguntungkan, mereka bisa menolak. Padahal, empat ruas jalan tol tersebut belum layak secara komersial. Saya tentu tidak mengusulkan beberapa BUMN lain yang masih 100 persen milik negara (seperti Brantas Abipraya dan lain-lain) karena kelompok ini masih terlalu kecil untuk tugas berat tersebut.”
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol pada Pasal 1 ayat (2) menjelaskan bahwa jalan tol adalah jalanan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunaannya diwajibkan membayar tol
Pembangunan jalan tol ini bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas dan kapasitas jaringan jalan dalam melayani lalu lintas. Pembangunan jalan tol tidak lepas dari aspek fisik dan aspek non fisik pada masyarakat. Aspek fisik berkaitan dengan lingkungan sedangkan aspek non fisik adalah masalah sosial masyarakat. Kedua aspek tersebut tentunya dirasakan secara langsung oleh masyarakat yang terkena dampak dari adanya pembangunan jalan tol tersebut.
JTTS sebagai sarana konektivitas antar daerah di pulau Sumatera diharapkan menjadi jalur penghubung serta jalur distribusi logistik barang dan jasa dari daerah pinggiran/perdesaan ke perkotaan atau sebaliknya. Dari utara ke Selatan dari pantai Barat ke pantai Timur Sumatera.
Sebelum ada jalan tol distribusi logistik barang dan jasa dari Sumatera ke Jawa dan sebaliknya membutuhkan waktu yang cukup lama dan menyebabkan tingginya biaya distribusi. Infrastruktur jalan yang belum memadai di Sumatera menjadi salah satu penyebab tingginya biaya distribusi barang. Walau sudah ada jalinsum (jalan lintas Sumatera) dan jalintim (jalan lintas Timur) tetap saja membutuhkan biaya yang tinggi karena kualitas dan jarak dua jalan tersebut tidak sama seperti ruas jalan tol yang ada saat ini.
Sebagai contoh di Sumatera Selatan (Sumsel) sebelum ada jalan tol jarak Palembang – Kayu Agung melalui jalintim berjarak sekitar 73 km ditempuh dengan waktu dua jam apa bila lalu lintas lancar, namun jika sedang padat dan terjadi kemacetan bisa ditempuh sampai empat jam. Kini dengan adanya ruas tol Palembang – Kayu Agung jarak berhasil dipangkas menjadi 33,5 km demikian pula dengan waktu tempuh.
Berdasarkan data dari IndII (Indonesia Infrastructure Initiative) waktu tempuh di koridor utama Indonesia masih cukup tinggi, yaitu diatas 2,7 jam/100 km bahkan mencapai 3 jam/100 km di koridor utama Kalimantan, Sulawesi, dan Papua-Maluku. Angka tersebut sangat tinggi dibandingkan negara Asean lainnya. Pembangunan jalan tol Trans Sumatera diharapkan dapat mengurangi waktu tempuh di koridor utama menjadi 2 jam/100 km.
Tingginya biaya distribusi barang dan logistik tentu akan berdampak langsung pada perekonomian masyarakat. Harga barang sangat terpengaruh oleh biaya distribusi. Waktu pengiriman barang atau logistik yang lama selama perjalanan berdampak pada biaya distribusi logistik tinggi dan harga barang di masyarakat menjadi tinggi.
Sebagai gambaran biaya logistik di Indonesia, World Bank pernah menerbitkan data Logistics Performance Index (LPI). Pada 2014 Indonesia menempati peringkat ke-63, sebelumnya pada 2014 menempati peringkat ke-53. Peringkat tersebut menempatkan peringkat Indonesia berada di bawah negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia yang berada di peringkat ke-32 dan Singapura yang berada di peringkat ke-5.
Kemudian data riset Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menyebutkan perbandingan biaya logistik terhadap produk domestik bruto (gross domestic product/GDP) cenderung turun beberapa tahun terakhir, yaitu 25,7 % pada 2013 dan 23,5 % pada 2017. Angka tersebut masih terhitung tinggi. ALFI optimistis perbandingan biaya logistik terhadap produk domestik bruto (GDP) bisa berada pada angka 19 % dapat dicapai pada 2019 jika proyek infrastruktur berjalan lancar.
Dengan pembangunan infrastruktur yang terus digencarkan pemerintah seperti pembangunan JTTS yang membuat daerah di Sumatera saling terkoneksi akan memperlancar distribusi barang. JTTS menjadi satu solusi yang paling efektif untuk menjawab permasalahan distribusi barang. Jalan tol yang bebas hambatan dapat memangkas waktu tempuh perjalanan karena didesain tanpa ada perlintasan sebidang.
Koneksi jalan tol antardaerah dengan perkotaan serta kawasan industri juga akan menambah kemudahan dan efektifitas distribusi barang dan tentu menurunkan biaya logistik. Dengan JTTS yang dibangun PT Hutama Karya delapan provinsi yang ada di daratan Sumatera akan terkoneksi oleh jalan tol. Juga untuk provinsi di kepulauan, yakni Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) PT Hutama Karya juga akan membangun ruas tol Batu Ampar – Bandara Hang Nadim sepanjang 25 km.
Pembangunan jalan tol dapat menjadi pendorong peningkatan kualitas logistik di Indonesia. Pembangunan jalan tol baru dapat berdampak pada kinerja logistik yang lebih baik, berkembang lebih cepat, menjadi lebih kompetitif dan dapat menarik investasi. Jalan tol dikembangkan sebagai tulang punggung transportasi darat di pulau-pulau besar Indonesia termasuk pulau Sumatera. ∎
Editor : MA