Gambo Muba, Gambir dan Menyirih
Oleh : Maspril Aries
Wartawan Utama/ Pemimpin Redaksi www.ekbisnews.com
Gambo Muba adalah kain batik khas dari Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) yang sudah go internasional dan dikagumi ibu negera Iriana Joko Widodo. “Saya sangat terpukau dengan produk Gambo Muba ini. Karya orang lokal namun kualitasnya internasional,” kata Iriana di depan Ketua Tim Penggerak PKK Muba Thia Yufada saat ibu negara menyaksikan pameran Gambo Muba di Griya Agung, Palembang beberapa waktu lalu.
Menurut istri orang nomor satu di Republik Indonesia, produk fashion Gambo Muba telah mengangkat kearifan lokal dan memberikan kontribusi positif bagi petani gambir dan pengrajin Gambo Muba. “Yang membuat saya terpukau bahannya dari getah gambir dan ini tentunya sangat ramah lingkungan. Saya juga mendengar cerita dari Ibu Thia Yufada yang juga inisiator Gambo Muba bahwasanya produk ini sudah dipasarkan hingga ke mancanegara,” katanya.
Kekaguman ibu negara tersebut memang bukan datang dari seorang editor/pengulas mode di media massa. Namun penilaian ibu negara tersebut mampu mempengaruhi dan menggerakkan seputar dunia mode. Sebagai ibu negara, sosok Iriana Joko Widodo adalah influencer nomor wahid.
Kini Gambo Muba telah menjadi “eco fashion” dari Musi Banyuasin yang mampu menarik minat para fashion di Indonesia untuk berburu batik khas jumputan dari daerah yang terletak 129 km dari Palembang, ibu kota Sumatera Selatan (Sumsel).
Mengapa Gambo Muba disebut produk “eco fashion”? Jawabannya, karena pewarna dari Gambo Muba adalah pewarna alami yang berasal dari tanaman gambir yang tumbuh subur di Musi Banyuasin. Kain Gambo Muba menggunakan pewarna alami bahannya dari getah gambir dan sangat ramah lingkungan. Di tangan Thia Yufada sebagai penggagas yang menginisiasi produk batik Gambo Muba, limbah gambir kini jadi berharga. Ini seiring dengan konsep pembangunan “hijau berkelanjutan” yang digagas Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin.
Menurut Dodi, kain Gambo Muba sebagai produk fashion ramah lingkungan adalah investasi lestari dalam konteks upaya mewujudkan Kabupaten Muba yang menerapkan pembangunan hijau berkelanjutan.
Di mana tanaman gambir tumbuh di Muba? Tanaman gambir banyak tumbuh subur di Kabupaten Muba. Salah satu sentra penghasil gambir adalah di Desa Toman, Kecamatan Babat Toman. Luas areal perkebunan gambir di wilayah tersebut pada tahun 1995 seluas 560 ha dengan kemampuan produksi 170 ton per tahun. Pada tahun 2006 luas perkebunan gambir 536 ha dan seluruhnya merupakan perkebunan rakyat.
Berdasarkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Muba tahun 2001 jumlah masyarakat yang aktif dalam pengolahan gambir di Desa Toman berjumlah 429 Kepala Keluarga dengan jumlah unit pengolahan gambir sebanyak 128 unit usaha pengolahan getah gambir. Pada tahun 2002 Muba pernah ekspor getah gambir sebanyak 7 ton ke Denmark. Namun sayang ekspor tersebut hanya terlaksana satu kali karena tetapi itu hanya dapat terlaksana satu kali saja, karena pengusaha getah gambir tidak mampu memenuhi permintaan.
Tanaman Gambir di Desa Toman memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan mengingat permintaannya cenderung meningkat setiap tahunnya dan kini juga sudah dimanfaatkan untuk pewarna kain batik Gambo Muba.
Indonesia Terbesar
Sejarah perkembangan pembudidayaan dan pemanfaatan tanaman gambir menurut Sabarni dalam “Teknik Pembuatan Gambir (Uncaria gambir Roxb) Secara Tradisional” pada Journal Islamic Science and Tecnology (2015) telah dikenal sejak zaman Mesir Kuno dan Romawi Kuno sebagai bahan penyamak kulit.
Bangsa Cina memanfaatkan getah gambir yang dihasilkan tanaman gambir sebagai obat penyakit perut, pewarna kain/dipakai untuk kosmetik. Kemudian bangsa Mongolia memanfaatkan gambir sebagai bahan pencampur sirih sehingga pembudidayaan tanaman ini menjadi berkembang cepat.
Kapan tanaman gambir mulai dibudidayakan di Indonesia? Sejak masa perkembangan kebudayaan Hindu-Budha di Nusantara, tanaman gambir telah dibudidayakan oleh masyarakat. Oleh masyarakat di Nusantara tanaman gambir tidak dapat dipisahkan dari tradisi menyirih atau menginang, yaitu kebiasaan memakan (mengunyah) sirih yang sudah sejak lama berkembang di tengah kehidupan masyarakat Indonesia.
Kemudian pengembangan perkebunan gambir terus dilakukan hingga memasuki masa penjajahan Eropa. W Marsden dalam bukunya The History Of Sumatera (1996) menulis bahwa pada kurun abad ke-18 gambir telah menjadi komoditas dagang penting di Siak, Kampar, Indragiri, dan kawasan timur Sumatera. Penanaman gambir juga telah dikembangkan secara serius pada beberapa nagari di Sumatera Barat.
Mengutip H Fauza dalam dalam “Pengembangan Usaha Perkebunan Dan Industri Gambir di Sumatera Barat : Peluang Dan Tantangan” bahwa sampai tahun 1925 data perdagangan gambir tercatat dengan baik. Produksi gambir Indonesia mencapai 15.000 ton per tahun, yang sebagian besar di ekspor ke Inggris, dan Amerika Serikat, serta dalam jumlah kecil ke Jerman, Belanda, dan Singapura. Harga gambir pada waktu itu berkisar antara U$ 100 – U$ 400 per ton .
Di Indonesia saat ini selain di Babat Toman daerah penghasil gambir terbesar di Indonesia, bahkan dunia adalah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar). Komoditas ini sudah sejak lama dikembangkan oleh para petani di Sumatera Barat. Pada 2005, luas perkebunan gambir di Sumatera Barat seluas 19.943 ha dengan tingkat produksi sebesar 13.832 ton.
Gambir merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia yang memliki pasar luar negeri yang menjanjikan. Pasar ekspor gambir Indonesia terbesar adalah India. Di India penduduknya memiliki kebiasaan mengonsumsi gambir dengan cara dimakan langsung dalam bentuk biskuit bersamaan dengan minum teh serta digunakan untuk upacara-upacara adat. Indonesia adalah negara penghasil komoditas gambir terbesar di dunia.
Sejak awal abad ke-19 Masehi gambir telah menjadi salah satu komoditas dalam perdagangan Eropa. Kemudian tanaman gambir pada era modern ini telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku ramuan obat, bahan pembatik, penyamak kulit, ramuan cat, pewarna tekstil dan digunakan dalam industri bir. Getah gambir juga telah digunakan sebagai bahan bakuindustri kosmetik dan juga sebagai penawar racun dan logam berat.
Indonesia saat ini tercatat sebagai negara pengekspor utama gambir dunia. Gambir merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia karena 80 persen dari produk gambir dunia berasal dari Indonesia
Kapan tanaman gambir mulai dibudidayakan di Indonesia? Sejak masa perkembangan kebudayaan Hindu-Budha di Nusantara, tanaman gambir telah dibudidayakan oleh masyarakat. Oleh masyarakat di Nusantara tanaman gambir tidak dapat dipisahkan dari tradisi menyirih atau menginang, yaitu kebiasaan memakan (mengunyah) sirih yang sudah sejak lama berkembang di tengah kehidupan masyarakat Indonesia.
Gambir (Uncaria gambir) merupakan tanaman daerah tropis termasuk dalam famili Rubiaceae. Gambir digunakan antara lain untuk zat pewarna dalam industri batik, industri penyamak kulit, ramuan makan sirih, sebagai obat untuk berbagai macam penyakit, sebagai penjernih pada industri air, dan menjadi bahan baku pembuatan permen dalam acara adat di India.
Menurut Nugroho Notosusanto dan MD Poeponegoro dalam Sejarah Nasional Indonesia III (2010), tanaman gambir merupakan salah satu tanaman komoditi ekspor utama yang diperdagangkan oleh pedagang-pedagang Nusantara pada era pertumbuhan dan perkembangan Islam di Nusantara, Secara tradisional tanaman gambir banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Nusantara sebagai campuran makan sirih dan tanaman obat.
Selaion itu sejak dulu sirih, pinang, dan gambir juga telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari adat istiadat masyarakat Nusantara khususnya Melayu. Mengutip N Salleh, N dalam “Tepak Sirih: Interpretasi dan Persepsi Dalam Masyarakat Malaysia-Indonesia,” (2014) bahwa tepak sirih merupakan suatu perkara yang mesti ada dalam adat perkawinan masyarakat Melayu. Jika tepak sirih tiada dalam adat meminang maka mereka yang mendukung adat itu dikatakan tidak tahu adat. Tepak sirih juga dijadikan sebagai satu hidangan bagi paratetamu untuk berkomunikasi dan mengeratkan tali persaudaraan. ●