Bisnis

Gambir dan Pinang Jadi Ekonomi Kreatif From Muba

Oleh : Maspril Aries
Wartawan Utama/Penggiat Kaki Bukit Literasi

Setelah sukses mengembangkan dan memperkenalkan kain Gambo Muba pada tahun 2019 ke mancanegara sebagai produk tesktil ramah lingkungan. Kini Tim Penggerak PKK Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) awal tahun 2020 memperkenalkan perlengkapan makan yang terbuat dari pelepah pohon pinang. Lagi-lagi ini sebagai karya kreatif warga Muba yang juga ramah lingkungan.

Produk tesktil atau kain Gambo Muba sudah dikenal luas di Indonesia dan internasional. Produk kain yang perwarnaannya menggunakan bahan dari alam yaitu limbah getah gambir. Membuat Ibu Negara Iriana Joko Widodo terpukau. “Saya sangat terpukau dengan produk Gambo Muba ini. Karya produk lokal namun kualitasnya internasional,” katanya.

Menurut istri orang nomor satu di Republik Indonesia, produk fashion Gambo Muba telah mengangkat kearifan lokal dan memberikan kontribusi positif bagi petani gambir dan pengrajin Gambo Muba. “Yang membuat saya terpukau bahannya dari getah gambir dan ini tentunya sangat ramah lingkungan. Saya juga mendengar cerita dari Ibu Thia Yufada yang juga inisiator Gambo Muba bahwasanya produk ini sudah dipasarkan hingga ke mancanegara,” katanya.

Kekaguman ibu negara tersebut memang bukan datang dari seorang editor/pengulas mode di media massa. Namun penilaian ibu negara tersebut mampu mempengaruhi dan menggerakkan seputar dunia mode. Sebagai ibu negara, sosok Iriana Joko Widodo adalah influencer nomor wahid. Kini Gambo Muba telah menjadi “eco fashion” dari Musi Banyuasin yang mampu menarik minat dunia fashion di Indonesia.

Kemudian menjelang tutup tahun 2019, Presiden Joko Widodo saat membuka Export BRILianpreneur 2019 berkesempatan membeli jaket bomber Gambo Muba. Presiden memuji produk fashion Gambo dibuat dengan menggunakan bahan pewarna ramah lingkungan.

Mengapa Gambo Muba disebut produk “eco fashion”? Jawabannya, karena pewarna dari Gambo Muba adalah pewarna alami yang berasal dari tanaman gambir yang tumbuh subur di Musi Banyuasin. Kain Gambo Muba menggunakan pewarna alami bahannya dari getah gambir dan sangat ramah lingkungan.

Di tangan Thia Yufada sebagai penggagas yang menginisiasi produk batik Gambo Muba, limbah gambir kini jadi berharga. Ini seiring dengan konsep pembangunan “hijau berkelanjutan” yang digagas Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex.

Suatu kesempatan Bupati Dodi Reza Alex menjelaskan, kain Gambo Muba sebagai produk fashion ramah lingkungan adalah investasi lestari dalam konteks upaya mewujudkan Kabupaten Muba yang menerapkan pembangunan hijau berkelanjutan.

Pohon Gambir

Di Muba tanaman gambir banyak tumbuh subur. Salah satu sentra penghasil gambir adalah di Desa Toman, Kecamatan Babat Toman. Luas areal perkebunan gambir di wilayah tersebut pada tahun 1995 seluas 560 ha dengan kemampuan produksi 170 ton per tahun. Pada tahun 2006 luas perkebunan gambir 536 ha dan seluruhnya merupakan perkebunan rakyat.

Tanaman Gambir di Desa Toman memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan mengingat permintaannya cenderung meningkat setiap tahunnya dan kini juga sudah dimanfaatkan untuk pewarna kain batik Gambo Muba.

Sejarah perkembangan pembudidayaan dan pemanfaatan tanaman gambir menurut Sabarni dalam “Teknik Pembuatan Gambir (Uncaria gambir Roxb) Secara Tradisional” pada Journal Islamic Science and Tecnology (2015) telah dikenal sejak zaman Mesir Kuno dan Romawi Kuno sebagai bahan penyamak kulit.

Lihat Juga  PT Semen Baturaja Dapat Tambahan Sindikasi Kredit Rp80 Miliar

Bangsa Cina memanfaatkan getah gambir yang dihasilkan tanaman gambir sebagai obat penyakit perut, pewarna kain/dipakai untuk kosmetik. Kemudian bangsa Mongolia memanfaatkan gambir sebagai bahan pencampur sirih sehingga pembudidayaan tanaman ini menjadi berkembang cepat.

Di Indonesia tanaman gambir (Uncaria gambir) mulai dibudidayakan sejak masa perkembangan kebudayaan Hindu-Budha di Nusantara. Oleh masyarakat di Nusantara tanaman gambir tidak dapat dipisahkan dari tradisi menyirih atau menginang, yaitu kebiasaan memakan (mengunyah) sirih yang sudah sejak lama berkembang di tengah kehidupan masyarakat Indonesia.

Di nusantara pohon gambir selain tumbuh di Babat Toman, juga tumbuh di Provinsi Sumatera Barat (Sumbar). Sumbar dikenal sebagai penghasil gambir terbesar di Indonesia, bahkan dunia. Pada 2005, luas perkebunan gambir di Sumatera Barat seluas 19.943 ha dengan tingkat produksi sebesar 13.832 ton.

Sejak awal abad ke-19 masehi gambir telah menjadi salah satu komoditas dalam perdagangan di Eropa. Kemudian tanaman gambir pada era modern ini telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku ramuan obat, bahan pembatik, penyamak kulit, ramuan cat, pewarna tekstil dan digunakan dalam industri bir. Getah gambir juga telah digunakan sebagai bahan baku industri kosmetik dan juga sebagai penawar racun dan logam berat.

Indonesia saat ini tercatat sebagai negara pengekspor utama gambir dunia. Gambir merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia karena 80 persen dari produk gambir dunia berasal dari Indonesia.

Pohon Pinang

Setelah gambir kini menyusul tanaman pinang. Pinang yang tumbuh subur di Musi Banyuasin kini tengah dikembangkan sebagai salah satu kearifan lokal yang ramah lingkungan. Tim Penggerak PKK Kabupaten Muba dipimpin langsung Ketua Tim Penggerak PKK Thia Yufada tengah mengembangkan pemanfaatan pelepah pohon pinang.

Pengembangan dan pemanfaatkan pelepah pinang yang diwujudkan sebagai sebuah wadah atau produk kemasan berbentuk piring dan mangkok di Muba memang bukan yang pertama di Indonesia. Namun di daerah ini pelepah pinang kini dikembangkan sebagai produk ekonomi kreatif.

Di Desa Mendis Kecamatan Bayung Lencir, Pemerintah Kabupaten Muba bersama Tim Penggerak PKK Muba dan Tim Comunity Bussines Development Specialist Kelola Sendang ZSL Indonesia meningkatkan tengah mengembangkan pemanfaatkan pelepah pinang menjadi wadah atau kemasan makanan.

“Kita kembangkan pelepah pinang menjadi wadah makanan pengganti styrofoam dan plastik. Ke depan ini akan terus diproduksi secara berkelanjutan. Sekarang sudah 65.000 buah dipesan piring pelepah pinang dari restoran di Bali dan Jakarta,” kata Bupati Muba Dodi Reza Alex Januari lalu.

Supriyanto Ketua Koperasi Mendis Maju Bersama (MMB) salah seorang pengerajin piring pelepah pinang mengaku produksi piring pelepah pinang dikerjakan tanpa mengenal hari libur. Tanggal merah, bersama tiga warga terus memproduksi piring pelepah pinang untuk memenuhi permintaan restoran di Jakarta.

Pemanfaatkan pelepah pinang sudah lebih awal dikembang di Provinsi Jambi dengan melibatkan LPPM Institut Teknologi Bandung (ITB). Daerah yang bertetangga dengan Kabupaten Muba tersebut, sejak dulu pelepah pinang dibuang dan dibakar kini dengan sentuhan teknogi dan bimbingan pakar telah berubah bentuk menjadi wadah seperti bak penampung air, piring dan mangkuk.

Lihat Juga  “Illegal Drilling” Problem yang Tak Kunjung Selesai

Pelepah pinang bentuk teksturnya unik dengan karakter materialnya berserat, memiliki kekuatan dan keunggulan yang sangat potensial bila digunakan untuk menjadi produk tertentu seperti wadah makanan tradisional yang ramah lingkungan. Di daerah lain mungkin berbentuk besek yang sempat ramai digunakan sebagai wadah pembagian daging pada saat hari raya Idul Adha lalu. Kini pelepah pinang bisa menjadi tempat makan atau mangkok dari styrofoam atau plastik yang tidak ramah lingkungan

Untuk pembuatan wadah LPPM ITB memperkenalkan teknik pounch. Dengan teknik ini, pelepah pinang ditekan hingga memiliki garis-garis lipatan, dan pengguna tinggal melipat sesuai dengan garis lipatan yang ada hingga menjadi sebuah wadah yang dapat digunakan tanpa bocor bila yang diwadah berupa cairan.

Pohon pinang adalah sejenis palma yang tumbuh di daerah Pasifik, Asia dan Afrika bagian timur. Pinang juga merupakan nama buahnya yang diperdagangkan orang. Pohon pinang tumbuh pada beberapa daerah di Indonesia dan memiliki nama sebutan yang berbeda-beda. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Betel palm atau Betel nut tree dan nama ilmiahnya adalah Areca catechu.

Pohon pinang batangnya lurus langsing, dapat mencapai ketinggian 25 m dengan diameter sekitar 15 cm, ada pula yang lebih besar. Tajuk tidak rimbun. Pelepah daun berbentuk tabung dengan panjang 80 cm, tangkai daun pendek; helaian daun panjangnya sampai 80 cm, anak daun 85 x 5 cm, dengan ujung sobek dan bergerigi.

Pelepah pinang memiliki komposisi kimia hampir sama dengan pelepah kelapa sawit. Dua pohon ini masih satu rumpun. Komposisi kimia pelepah pinang terdiri dari bahan kering 42 %, protein kasar 13 %, selulosa 12 % dan Hemiselulosa 33 %.

Dalam perkembangannya, pelepah pinang tidak hanya dibentuk menjadi wadah, tapi juga bisa menjadi produk lifestyle atau gaya hidup dan juga produk fashion atau tekstil dari serat pelepah pinang.

Dengan sentuhan teknologi pelepah pinang dapat dijadikan serat tekstil baru dan dapat diproduksi untuk produk fashion atau lifestyle. Sudah banyak penelitian dikembangkan untuk pemanfaatan pelepah pinang yang bisa dimanfaatkan dan dikembang di tengah masyarakat sentra perkebunan pinang.

Pelepah pinang yang diolah dengan tepat dapat meningkatkan nilai ekonomis, fungsional dan estetikanya menjadi ekonomi kreatif. Selain Gambo Muba, dari Muba juga bisa produk lifestyle dari pelepah pinang menjadi industri kreatif berupa tas, casing ponsel, wadah tablet, sampul buku, jam dan berbagai macam aksesoris perempuan.

Berbagai produk ekonomi kreatif saat ini sudah banyak ide inovatif yang berkembang berasal dari bahan-bahan yang tersedia di alam, seperti produk handmade dengan material dari bahan pelepah pinang yang dipadukan dengan Gambo Muba sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian rakyat Muba dan menunjang kebutuhan masyarakat akan produk lifestyle yang modis namun ramah lingkungan. ∎

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button