Belajar Literasi di Perpustakaan Desa Bukit Jaya
Oleh : Maspril Aries
Wartawan Utama/ Penggiat Kaki Bukit Literasi
Berdasarkan survei PISA tahun 2018, angka literasi Indonesia bisa dibilang mengkhawatirkan. Dengan peringkat 64 dari 65 negara,
Berkunjung ke Perpustakaan Desa Bukit Jaya di Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) adalah perjalanan literasi dari Palembang yang menempuh jarak sekitar 130 km atau berjarak sekitar 80 km dari Sekayu ibukota Kabupaten Muba.
Perpustakaan yang terletak di Rt 8 Dusun 03 Desa Bukit Jaya adalah perpustakaan desa dengan prestasi bergengsi tingkat nasional. Perpustakaan desa yang mulai berdiri tahun 2017 itu berhasil meraih juara 2 pada Klaster B Tingkat Nasional Lomba Perpustakaan Umum Terbaik Desa/Kelurahan Tahun 2020. Prestasi tersebut diraih berkat upaya Bunda Baca Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Thia Yufada mendorong gerakan literasi di daerahnya.
Ucapan selamat terucap dari Bupati Muba Dodi Reza Alex untuk Perpustakaan Desa Bukit Jaya Kecamatan Sungai Lilin. “Prestasi ini membuat bangga, membuat bangga banyak pihak.”
“Ini menjadi bukti meskipun masih dalam pandemi Covid-19 dengan banyaknya keterbatasan dalam kegiatan, namun kinerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten Muba dan OPD yang terkait tetap berjalan dengan baik dan menghasilkan prestasi,” katanya.
Bupati Dodi Reza Alex menginginkan perpustakaan Desa Bukit Jaya menjadi contoh dan motivasi bagi desa-desa lainnya di Muba. “Perpustakaan desa ikut meningkatkan minat baca masyarakat setempat khususnya bagi para pelajar dan anak-anak, yang berpengetahuan, inovatif, kreatif dan berkarakter,” ujarnya.
Menurut Bupati Muba, perpustakaan desa memiliki peran yang sangat strategis dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat. Terutama masyarakat desa yang ada di sekitar perpustakaan dan masyarakat luas pada umumnya.
“Menggerakkan kegiatan gemar membaca terutama untuk anak-anak yang ada di zaman saat yang serba elektronik, menjadi sangat penting bagi kita untuk memperhatikan agar minat baca dari anak-anak tersebut tetap terjaga,” pesannya.
Menurut bunda baca Thia Yufada Dodi Reza, keberhasilan Perpustakaan Desa Bukit Jaya akan menjadi pemacu semangat kita dan motivasi bagi desa-desa lainnya di Muba. “Saya ucapkan selamat kepada Perpustakaan Desa Bukit Jaya, Kecamatan Sungai Lilin yang meraih juara 2 pada Klaster B Tingkat Nasional Lomba Perpustakaan Desa/Kelurahan tahun 2020,” kata mantan host sebuah stasiun televisi swasta nasional.
Untuk sebuah bangunan perpustakaan yang berada di desa, Perpustakaan Desa Bukit Jaya dapat dikatakan megah. Bangunannya permanen berwarna oranye dengan luas 80 m2 berdiri di atas lahan seluas 225 m2.
Bangunannya layaknya sebuah perpustakaan memiliki ruang koleksi, ruang baca di dalam dan di luar gedung, yang dilengkapi dengan 14 meja baca. Juga memiliki area referensi dan anak-anak. Juga memiliki area multi media yang dilengkapi perangkat komputer, televisi dan DVD player.
Perpustakaan Desa Bukit Jaya dikelola lima orang pengelola yang terdiri dari Kepala Perpustakaan Siti Nurhidayati dengan dua staf layanan teknis, Mutiah dan Eko Prastianto, serta dua staf layanan pengguna, Sandi Astuti dan Rubiyati. Perpustakaan ini langsung dibawah pembinaan Kepala Desa Bukit Jaya Juhari.
Sejak 2019 Perpustakaan Desa Bukit Jaya adalah penerima manfaat program transformasi perpustakaan berbasis inklusi nasional. Perpustakaan yang berdiri di desa dengan penduduk 2.109 jiwa tersebut memiliki koleksi 1.598 bahan bacaan yang terdiri dari buku, majalah, koran dan koleksi audio visual sebanyak 16 judul serta koleksi khusus yaitu buku dengan aksara braille. Untuk buku bacaan sebanyak 227 buku fiksi dan dan koleksi buku non fiksi sebanyak 1.321 eksemplar.
Jika ingin berkunjung ke Perpustakaan Desa Bukit Jaya bisa dilakukan kapan saja, kecuali hari Ahad. Perpustakaan buka setiap hari, Senin – Jumat pukul 08.00 – 16.00 Wib dan khusus hari Sabtu buka pukul 08.00 – 12.00 Wib.
Perpustakaan Desa Bukit Jaya bukan sekedar gedung yang menyimpan koleksi buku sekaligus tempat membaca buku. Perpustakaan ini menjadi pusat literasi bagi warganya. Literasi bukan sekedar bergulat dengan buku dan aksara, Perpustakaan Desa Bukit Jaya menjadi pusat gerakan literasi karena di sini ada banyak kegiatan yang melibatkan warga.
Di Perpustakaan Desa Bukit Jaya ada kegiatan pelatihan komputer, pelatihan untuk petani karet, pelatihan petani kelapa sawit, ada pelatihan make up, juga sekaligus menjadi tempat diskusi para remaja desa, tempat rapat koordinasi Bumdes, pertemuan rutin TP PKK desa serta tempat sosialisasi peningkatan gizi (stunting) sampai menjadi tempat Posyandu lansia.
Perpustakaan Desa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa perpustakaan adalah: (1) tempat, gedung, ruang yang disediakan untuk pemeliharaan dan penggunaan koleksi buku dsb; (2) koleksi buku, majalah, dan bahan kepustakaan lainnya yang disimpan untuk dibaca, dipelajari, dibicarakan.
Pada glosarium istilah kepustakawanan dalam Library Speak: A Glossary of Terms in Librarianship and Information Management menyebutkan bahwa perpustakaan adalah: (1) koleksi buku dan bahan-bahan lainnya untuk dibaca, dipelajari, atau menjadi rujukan; (2) tempat penyimpanan koleksi dan bahan-bahan lainnya untuk dibaca, dipelajari atau menjadi rujukan.
Sementara itu dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan dicantumkan pada Pasal 1 bahwa perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.
Perpustakaan adalah institusi yang harus mengelola koleksinya secara profesional dengan sistem yang baku untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan pemustakanya dalam rangka memenuhi fungsi perpustakaan sebagai wahana untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.
Menurut J Hansson dalam “Libraries And Identity: The Role Of Institutional Self-Image And Identity In The Emergence Of New Types Of Libraries,” sejarah perkembangan perpustakaan, awalnya perpustakaan tidak memiliki peran sosial seperti saat ini. Perpustakaan hanya dibuka untuk umum dalam rangka menunjukkan (atau memamerkan) perkembangan pemikiran dari pemiliknya kepada masyarakat luas.
Mengutip MH Harris dalam “The Origin of Libraries”. In Information Science: Critical Concepts in Media and Cultural Studies. Vol.I: The Theoretical Framework and Historical Context of Information Science” (2014) memiliki pandangan bahwa perpustakaan, dengan kelengkapan koleksinya yang terkelola dengan baik, dapat dipandang sebagai refleksi atau alat untuk mengkonstruksi identitas kultural.
Kemudian dalam Public Library Manifesto yang dikeluarkan oleh International Federation of Library Associations and Institutions (1994) disebutkan misi perpustakaan umum yang berkaitan dengan informasi, literasi, pendidikan dan kebudayaan.
Pusat pengembangan Perpustakaan dan Kajian Minat Baca Perpustakaan Nasional menyebutkan ada lima jenis perpustakaan yang ada di Indonesia : (1) perpustakaan nasional, (2) perpustakaan pendidikan tinggi, (3) perpustakaan sekolah, (4) perpustakaan umum dan (5) perpustakaan khusus.
Perpustakaan desa termasuk dalam perpustakaan umum. Perpustakaan umum adalah perpustakaan yang dikelola oleh pemerintah dan melayani masyarakat umum. Menurut Standar Nasional Perpustakaan (SNP) Perpustakaan desa merupakan perpustakaan umum yang berada di lingkungan desa/kelurahan sehingga menjadi ujung tombak bagi penyediaan informasi di tingkat desa.
Perpustakaan desa, adalah perpustakaan yang dikelola oleh pemerintah desa/kelurahan dan melayani masyarakat umum di tingkat desa/kelurahan. Dari pengertian tersebut maka secara substantif pengelolaan perpustakaan desa sebenarnya hampir sama dengan pengelolaan perpustakaan lain.
Perpustakaan desa mempunyai standar-standar tertentu yang harus dipenuhi agar perpustakaan desa/kelurahan dapat berjalan dengan baik. Standar perpustakaan yang dimaksud meliputi koleksi, sarana prasarana, pengolahan, layanan dan SDM/pustakawan.
Apa itu Literasi ?
Menurut National Institute for Literacy, mendefinisikan literasi sebagai kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan masyarakat. Jika kita persempit lagi, maka perlu daya minat membaca terlebih dahulu untuk bisa memulainya.
Dalam buku “Bunga Rampai GLS” menyebutkan bahwa literasi adalah sekelumit proses kegiatan komprehensif dari hulu sampai hilir yang dimulai dengan kegiatan membaca, mempertanyakan/memverifikasi, menganalisis, menguji coba, mengevaluasi, dan menyimpulkan.
Secara sederhana, literasi diartikan sebagai sebuah kemampuan membaca dan menulis. Juga disebut dengan melek aksara atau keberaksaraan. Dalam poerkembangannya, literasi memiliki arti luas, sehingga keberaksaraan bukan lagi bermakna tunggal melainkan mengandung beragam arti (multi literacies).
Saat ini dikenal ada bermacam-macam keberaksaraan atau literasi , misalnya literasi komputer (computer literacy), literasi media (media literacy), literasi teknologi (technology literacy), literasi ekonomi (economy literacy), literasi informasi (information literacy), literasi moral (moral literacy) juga ada literasi keuangan (financial literacy).
Keberaksaraan atau literasi dapat diartikan melek teknologi, melek informasi, berpikir kritis, peka terhadap lingkungan, bahkan juga peka terhadap politik.
Berdasarkan survei PISA tahun 2018, angka literasi Indonesia bisa dibilang mengkhawatirkan. Dengan peringkat 64 dari 65 negara, dan dalam penelitian yang sama juga menempatkan Indonesia pada peringkat 57 dalam hal membaca.
Secara kasat mata dapat disimpulkan bahwa masyarakat di Indonesia tak terlalu suka dengan kegiatan membaca. Jika kita artikan literasi adalah kegiatan yang terpusat pada sebuah media buku saja.
Sudah sejak tahun 2015 Unesco mempublikasi data tentang indeks minat baca di Indonesia yang rendah baru mencapai 0,001. Artinya, pada setiap 1.000 orang, hanya ada satu orang yang punya minat membaca. Dalam satu tahun masyarakat di Indonesia rata-rata membaca nol sampai satu buku per tahun.
Indeks minat baca penduduk Indonesia lebih rendah dari negara-negara negara-negara anggota ASEAN. Jika dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Jepang, fakta yang tersaji akan lebih timpang. Di negeri Paman Sam penduduknya terbiasa membaca 10-20 buku per tahun. Di Jepang warganya membaca 10-15 buku setahun.
Kehadiran Perpustakaan Desa Bukit Jaya dan perpustakaan lainnya di Muba adalah upaya menumbuhkan budaya literasi yang dimulai dari desa. Rendahnya budaya literasi masyarakat khususnya di kalangan pelajar menjadi tantangan bagi orang tua, guru sampai kepada kepala daerah dan pemerintah untuk terus mendorong tumbuhnya budaya literasi. Meningkatkan budaya literasi akan membentuk generasi muda yang memiliki kompetensi di bidangnya, dan memiliki keluasan ilmu pengetahuan
Ada penelitian yang menyatakan, “Tingkat literasi masyarakat suatu bangsa memiliki hubungan yang vertikal terhadap kualitas bangsa. Tingginya minat membaca buku seseorang berpengaruh terhadap wawasan, mental, dan perilaku seseorang.”
“Sulit membangun peradaban tanpa budaya tulis dan baca.” (T.S. Eliot, Penyair Inggris)
Editor : MA