KULINER

Anjangsana ke Pulau 1.000 Menara Masjid

Oleh : Maspril Aries
Wartawan Utama/ Penggiat Kaki Bukit Literasi

 

“Khalifah Al-Walid (705-715) dari Bani Umayyah merupakan khalifah yang pertama kali memasukkan unsur menara dalam arsitektur masjid.”

Anjangsana itu berarti melepas rindu. Anjangsana juga berarti kunjungan silaturahmi. Beranjangsana ke pulau ini berarti melepaskan rasa rindu kepada pantai, pasir, angin, sinar matahari dan masjid. Rindu kepada masjid, kepada rumah Allah yang jumlahnya ribuan berdiri megah di pulau yang terletak diantara Selat Karimata dan Selat Bangka.

Jika ingin berkunjung ke pulau ini perjalanan bisa dengan menggunakan transportasi udara dan laut. Jika memilih transportasi laut maka perjalanan bisa ditempuh dari Sumatera Selatan (Sumsel) melalui Pelabuhan Tanjung Api-Api atau dari Jakarta.

Masjid Jamik Koba – Bangka Tengah

 

Perjalanan dari Sumsel atau Palembang ditempuh dengan menyebrangi Selat Bangka menggunakan kapal penyebrangan ferry yang waktu tempuh pelayaran selama empat jam untuk merapat ke pelabuhan Tanjung Kelian, Muntok di Kabupaten Bangka Barat. Dari sini perjalanan dilanjutkan menuju destinasi tujuan Pangkalpinang atau Sungailiat.

Masjid Al Ittifaq – Pangkalpinang
Masjid Baitul Adzim – Pangkalpinang

Perjalanan dari pelabuhan Tanjung Kelian ke Pangkalpinang ibu kota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) yang berjarak sekitar 140 km bisa menggunakan transportasi bus Damri. Keluar dari gerbang pelabuhan Tanjung Kelian selain disuguhi pemandangan alam melintas di jalan aspal yang mulus, adalah banyaknya dijumpai rumah ibadah yakni masjid dan mushala. Masjid yang berdiri di tepi jalan mudah dijumpai dengan bangunannya yang besar-besar.

Sepanjang perjalanan dari Muntok – Pangkalpinang terlihat masjid dari yang besar dan kecil, yang bisa disinggahi untuk menunaikan salat wajib atau salat sunat dan juga beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. Di sini kerinduan itu tumpah dalam sujud dan doa. Ada satu yang khas pada masjid di pulau ini, semaraknya menara masjid yang tinggi menjulang melengkapi kubah aneka ukuran dan warna.

Semua itu ada dan bisa dijumpai pulau Bangka. Jumlah menara di setiap masjid berbeda-beda, antara dua dan empat menara yang berdiri di sudut-sudut masjid ada juga yang lima menara. Dalam perjalanan anjangsana terlintas pertanyaan, berapa jumlah masjid dan menara di pulau yang memiliki luas 11.694 kilometer persegi? Tentu jumlahnya ribuan, ada ribuan menara berdiri menyapa langit biru.

Perkiraan itu tidak salah. Ternyata menurut data statistik dalam laporan “Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam Angka tahun 2021” diterbitkan Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) pada data jumlah tempat peribadatan tercatat ada 1.904 masjid dan 190 musala di provinsi ini.

Dari jumlah itu khusus di Pulau Bangka ada berdiri 1.599 masjid dibulatkan ada sekitar 1.600 masjid. Jika setiap masjid memiliki dua menara maka jumlahnya 1.600 x 2 adalah 3.200 menara masjid. Jika setiap masjid memiliki empat menara maka jumlahnya 1.600 masjid x 4 menara adalah 6.400 atau lebih menara berdiri di atas pulau yang kaya dengan tambang mineral timah.

Tak salah jika memberi nama pulau ini dengan sebutan “Pulau 1.000 Menara Masjid.” Bisa saja ada yang berdalih, mungkin saja tidak semua masjid memiliki menara? Dari 1.600 masjid jika memiliki satu menara tetap saja jumlah menara masjid di Pulau Bangka berjumlah di atas ribu. Atau jika 600 masjid tidak punya menara, tetap ada berdiri 1.000 menara di 1.000 masjid lainnya.

Arsitektur dan Menara

Dengan jumlah masjid yang banyak dan menaranya yang berjumlah ribuan tak salah jika diberi kesempatan oleh Allah SWT datanglah beranjangsana ke pulau ini, datanglah untuk sebuah perjalanan wisata religi.

Masjid Jamik Soeprapto Soeparno – Pangkalpinang

 

Pulau Bangka yang terkenal kaya dengan timah memiliki destinasi wisata yang dikenal dengan 3 S yaitu Sea (laut), Sand (pasir) atau pantai dan Sun (sinar matahari). Sepanjang perjalanan dari arah Timur ke Barat atau dari Muntok (ibu kota Kabupaten Bangka Barat) ke Pangkalpinang akan menemukan banyak masjid dan menaranya.

Pada perjalanan ke arah Utara atau dari Pangkalpinang ke Sungailiat (ibu kota Kabupaten Bangka) yang berjarak 33 km juga akan berjumpa dengan masjid dan menaranya. Atau dari Pangkalpinang ke arah Selatan menuju Koba (ibu kota kabupaten Bangka Tengah) yang sejauh 58 km atau terus menuju ke Toboali yang berjarak 125 km tetap akan bertemu masjid yang megah dan menaranya yang tinggi menjulang.

Lihat Juga  PTBA Bantu 10 Masjid di Kabupaten Banyuasin
Masjid Jamik Muntok – Bangka Barat
Masjid Jamik Belinyu – Kabupaten Bangka

Selain menara yang banyak, arsitektur masjid pun menarik, indah dengan sentuhan arsitektur modern atau kontemporer dan sentuhan khas nusantara atau lokal. Seperti ditulis Uka Tjandrasasmita dalam “Arkeologi Islam Nusantara” (2009), di Indonesia, arsitektur masjid sebagai produk budaya melahirkan kekhasan atau karateristiknya. Namun tetap sebagian besar masjid tersebut menggunakan desain kubah pada bagian atapnya.

Pada zaman keemasan Islam, bangunan masjid dengan bentuk desain kubah merupakan bentuk ideal. Kubah menjadi pilihan ideal karena bentuknya yang bisa memenuhi kebutuhan pada bangunan yang lebar dan luas, tulis M Zein Wiryoprawiro dalam buku “Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur” (1986).

Masjid Al-Kamal Komplek Kantor Gubernur Babel – Pangkalpinang

Masjid-masjid tersebut walau beragam desain arsitekturnya tetap menjadi tempat beribadah bagi kaum muslim. Dalam sejarah tercatat bahwa masjid memiliki arti penting dalam kehidupan umat Islam. Sejak masa Rasulullah SAW masjid telah menjadi sentra utama seluruh aktivitas umat Islam. Kala itu masjid menjadi fasilitas umat Islam dalam mencapai kemajuan peradaban.

Sejarah masjid bermula sesaat setelah Rasulullah SAW hijrah di Madinah. Di Madinah Rasulullah SAW mengajak pengikutnya membangun masjid yang dikenal sebagai Masjid Quba. Sejak masa itu fungsi masjid tidak sekedar untuk “tempat sujud” sebagaimana makna harfiahnya, tetapi multifungsi. Masjid berfungsi sebagai sentra kegiatan-kegiatan pendidikan, yakni tempat pembinaan dan pembentukan karakter umat.

Menurut M Syaom Barliana dalam “Perkembangan Arsitektur Masjid: Suatu Transformasi Bentuk dan Ruang” (2008), pada masa Rasulullah SAW masjid menjadi sentra kegiatan politik, ekonomi, sosial dan budaya umat. Hal ini karena setiap harinya umat Islam berjumpa dan mendengar arahan-arahan Rasulullah SAW.

Masjid Raya Tua Tunu – Pangkalpinang

 

Di pulau Bangka sebagain besar masjid menggunakan atap desain kubah. Ada yang menyebutkan kubah tersebut identik dengan bentuk “tudung saji.” Seperti kubah Masjid Raya Tua Tunu di Pangkalpinang yang dibangun dengan desain arsitektur modern dan tradisional pada atap berbentuk desain tudung saji.

Dalam sejarah arsitektur masjid-masjid pertama, bisa dikatakan khalifah Al-Walid (705-715) dari Bani Umayyah merupakan khalifah yang pertama kali memasukkan unsur menara dalam arsitektur masjid. Khalifah yang punya selera dan kepedulian tinggi dalam merancang bangunan arsitektur inilah yang memulakan tradisi menara sebagai salah satu unsur khas pada Masjid.

Masjid Ar Rahman – Pangkalpinang

Pada masa awal perkembangannya, gaya arsitektur menara Masjid Damaskus dan Masjid Nabawi menjadi semacam trend setter. Pola menara kedua masjid itu telah direplikasikan dan dicontohi masjid-masjid seluruh dunia termasuk Indonesia.

Menara sebenarnya bukan unsur arsitektur asli bangunan masjid. Masjid Quba sebagai masjid pertama yang dibangun Rasulullah SAW pada awalnya tak mempunyai menara. Begitu pula masa Islam dipimpin oleh empat serangkai khalifah al-rasyidin, Abu Bakar hingga Ali bin Abu Thalib masjid–masjid yang dibangun tak bermenara. Hanya saja ada semacam ruang kecil di puncak teras masjid sebagai tempat muazin mengumandangkan azan.

Menurut  Sir Hamilton Alexander Rosskeen Gibb FBA atau H. A. R. Gibb sejarawan Timur Tengah dari Skotlandia,  ada tiga istilah yang digunakan untuk menyebut menara, yakni pertama Ma’dhana, kedua Mi’dhana, ketiga Sawma’a yang artinya cluster yaitu ruangan. Sementara itu mengutip Cherif Jah Abderrahman, menara adalah simbol peradaban Islam dimana merupakan bentuk arsitektur yang paling strategis dan terbaik sebagai penanda kehadiran dan keberadaan Islam di suatu tempat.

Menara masjid adalah sebuah bangunan yang tinggi menjulang ke atas yang dapat dilihat dari jarak jauh yang berfungsi sebagai tempat dikumandangkan azan yaitu seruan untuk memanggil umat muslim salat. Menara masjid bisa disebut sebagai simbol dari peradaban Islam.

Masjid Al Fuqon Komplek PT Timah – Pangkalpinang

Mengapa jumlah menara di setiap masjid berbeda-beda? Jumlah menara pada tiap – tiap masjid memang tidak sama. Awalnya memang satu Menara menemani setiap Masjid, selanjutnya pembuat akan merekonstruksi beberapa buah lagi. Alasan utama berkisar pada estetika, simetri, keinginan untuk menonjolkan fitur arsitektur yang kuat, serta jaminan desain yang stabil.

Lihat Juga  JSS dan JSM atau Selat Bangka

Sejak lama seperti pada Kesultanan Utsmaniyah, Masjidil Haram di Mekkah adalah satu-satunya yang memiliki enam menara. Namun, ketika Kesultanan Utsmaniyah membangun Masjid Biru di Istanbul dengan enam menara, maka menara ketujuh dibangun di Masjidil Haram agar Masjidil Haram tidak dapat dikalahkan. Kondisi tersebut kini berbeda, seperti dilaporkan Arab News  pada 18 Juli 2021, Masjidil Haram memiliki 13 menara dan menjadi masjid dengan jumlah menara terbanyak di muka bumi Allah SWT.

Tetapi mengapa ada masjid yang tidak memiliki menara? S Wirjosuparto dalam “Sejarah Pertumbuhan Bangunan Masjid di Indonesia” (1986) menjawabnya, bahwa ada fakta menarik dari keberadaan menara atau minaret dalam masjid yang berkembang di Indonesia, yaitu menara tidak menjadi bagian mutlak untuk menentukan lengkap tidaknya bangunan masjid, sebab tidak semua masjid besar di Indonesia dilengkapi dengan menara,

Pada keterangan lain dari GF Pijper dalam “Minaret in Java” (1947) bahwa masjid-masjid tua di Indonesia tidak mempunyai tradisi melengkapinya dengan menara. Namun ada juga yang menyatakan, sebuah Masjid sepertinya hambar jika tanpa menara. Namun ini bukan hal yang perlu diperdebatkan. Kondisi yang berbeda akan dijumpai saat beranjangsana ke Bangka karena masjid di sini berdiri dengan menara yang berdampingan dengan keindahan arsitektur dan desainnya.

Wisata Religi

Masjid As Sa’adah – Pangkalpinang

Kondisi itu membuat masjid-masjid di Pulau Bangka bisa menjadi destinasi wisata religi yang bisa dikunjungi banyak wisatawan seperti masjid-masjid di pulau Jawa dan daerah lainnya. Seperti Masjid Agung Demak di Kabupaten Demak, Masjid Jogokariyan dan Masjid Agung Kotagede di Yogjakarta dan Masjid Agung Jawa Tengah di Semarang.

Atau Masjid Raya Sumatera Barat merupakan salah satu destinasi wisata religi di Kota Padang. Masjid Raya ini unik dan sangat menarik dengan desain arsitektur mengikuti tipologi arsitektur Minangkabau dengan ciri bangunan berbentuk gonjong.

Di luar negeri tentu lebih banyak masjid yang menjadi destinasi wisata religi, tidak hanya di negara-negara muslim. Seperti di Singapura ada Masjid Sultan di kawasan Kampong Glam merupakan masjid pertama yang dibangun di Singapura. Alamatnya 3 Muscat St, sekitar Arab Street, setiap hari sebelum pandemi selalu banyak dikunjungi wisatawan diantaranya dari Indonesia.

Datang ke pulau Bangka untu berwisata religi berarti melakukan anjangsana yang berkaitan erat dengan sisi religius atau keagamaan yang dianut oleh umat manusia khususnya umat muslim. Wisata religi dimaknai sebagai kegiatan wisata ke tempat yang memiliki makna khusus bagi umat beragama, biasanya beberapa tempat ibadah yang memiliki kelebihan.

Maket Masjid Agung Sungailiat Kabupaten Bangka

Wisata religi merupakan perjalanan untuk memenuhi dahaga spiritual, agar jiwa yang kering kembali basah oleh hikmah-hikmah religi. Wisata religis juga bisa memperkaya wawasan dan pengalaman keagamaan serta memperdalam rasa spiritual.

Jusuf Kalla saat menjabat Wakil Presiden Indonesia pada penandatanganan nota kesepahaman dan peluncuran program destinasi wisata religi berbasis masjid di Indonesia menyatakan, “Berbicara tentang masjid tentu kita tidak berbicara bagaimana “menjual” masjid, tidak. Namun, ada istilah tak kenal maka tak cinta. Artinya, bagaimana orang mengenal masjid kita. Saya tidak ingin mengatakan bahwa kalau mau ke masjid, bayar dahulu baru boleh masuk, tidak seperti itu. Menurut saya, itu haram, tetapi orang masuk ke negeri ini salah satunya ingin melihat masjid, jadi secara rasional saja.”

Menurut Jusuf Kalla yang kini menjabat Ketua Dewan Masjid Indonesia,  wisata masjid ini juga perlu menjadi satu bagian dari keseluruhan turisme di Indonesia supaya destinasi wisata beragam karena minat orang beragam. Ada orang berminat ke laut, ada yang berminat ke gunung, ada yang berminat lihat barang bersejarah, dan ada yang berminat spiritual.

Anda berminat kemana? Jika berminat ke laut dan punya minat spiritual maka pilihannya beranjangsana ke Pulau 1.000 Menara Masjid di Pulau Bangka. Masjid mana yang menjadi tujuan? Silahkan pilih sendiri karena dalam setiap perjalan di sini akan selalu bertemu masjid.∎

Editor : MA

 

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button