LifeStyle

Advokat Suharyono “Katakan dengan Buku”

Oleh : Maspril Aries
Wartawan Utama/ Penggiat Kaki Bukit Literasi

menurut standar subjektif saya sebagai, jurnalis, penulis, editor dan penerbit, “bukunya keren.”

Kemarin, Selasa, 20 Oktober 2020, saya mendapat surprise dari advokat Suharyono. Advokat yang meraih gelar doktor dari Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (Unsri) tersebut memberi sebuah buku berjudul “Hukum Pertanahan di Indonesia.” Menjadi surprise karena saya jarang menemukan advokat di Palembang atau Sumatera Selatan (Sumsel) yang menerbitkan buku menurut standar subjektif saya sebagai, jurnalis, penulis, editor dan penerbit, “bukunya keren.”

FOTO : Dok. Suharyono

Suharyono yang kini salah seorang advokat senior, saya kenal sejak masih menjadi pengacara muda di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palembang yang bernaung di bawah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang didirikan advokat senior Adnan Buyung Nasution (alm.)

Di LBH Palembang yang kantornya selalu berpindah karena berbagai alasan – dari yang habis masa kontrak sampai diusir tetangga sekitar – saya mengenal banyak pengacara termasuk pengacara muda sampai voulenteer yang memiliki kegigihan, solidaritas, keberanian dan rasa keadilan yang peduli pada mereka yang lemah dan tertindas.

Mereka alumni LBH Palembang tersebut sukses dalam karirnya, ada Chairil Syah, Bambang Hariyanto, Inggaris Nugroho (alm.), Nurkholis (pernah menjadi Ketua Komnas HAM), Munarman (juru bicara FPI), Dhabi K Gumayra, Ahmad Samodra, Anggiat M Tiopan, DD Shineba, Hendri Dunan, Shofuan Yusfiansyah dan masih banyak lagi.

Suharyono yang lahir di Yogyakarta, 5 Maret 1967 menjadi aktivis LBH dari staf kemudian menduduki posisi Direktur LBH Palembang tahun 1997 – 2000.  Pada awal reformasi dikenal sebagai pengacara muda yang berani menentang ketidakadilan dan pelanggaran hukum dengan mengusung program bantuan hukum struktural khususnya dalam melawan penguasa rezim Orde baru (Orba).

Setelah tak lagi menjadi pengacara di LBH Palembang, tahun 2000 Suharyono mendirikan kantor hukum “Suharyono & Associates.” Selain terus berkutat dengan dunia peradilan, ayah dari empat orang putra dan putri ini juga berkecimpung di dunia akademik dengan menjadi staf pengajar atau tutor diantaranya pada Fakultas Syariah UIN Raden Fatah, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP) danFakultas Hukum Universitas Kader Bangsa.

Dalam perjalanan pendidikannya, lulus dari Fakultas Hukum UMP, Suharyono melanjutkan pendidikan strata dua (S2) pada Magister Hukum Program Pasca Sarjana Unsri dan S3 di kampus yang sama.

Berbekal dengan disertasi berjudul “Hukum Pertanahan di Indonesia  : Progresifitas Sistem Publikasi Positif Terbatas dalam Pendaftaran Tanah di Indonesia” Suharyono lalu memproduksi disertasinya sehingga menjelma menjadi buku yang keren dalam isi, keren dengan pilihan kertas book paper, keren tata letak (lay out) dan wajah sampul.

Advokat Suharyono melalui bukunya telah berkirim pesan kepada para koleganya, “Katakan dengan buku” mengadaptasi dari kata “Katakan dengan bunga.”

Lihat Juga  Tiga Advokat Senior Bersaing Rebut Ketua Peradi Palembang

Menerbitkan buku bagi seorang penulis adalah bagian dari proses menulis sebuah karya tulis. Mengutip Philip G Albatch dan Damtew Tefera, penerbitan (termasuk buku) – penyebaran gagasan dalam bentuk tulisan yang dapat diakses – dapat menjadi pendukung utama bagi kebebasan dan pembangunan.

Hermawan Sulistyo dalam kata pengantar buku berjudul “Bunga Rampai Penerbitan dan Pembangunan” menulis, “Tradisi lisan di banyak masyarakat dianggap lebih memberikan preferensi pada sarana audio ketimbang buku. Tetapi sejarah peradaban manusia menunjukkan, ternyata fungsi dan popularitas buku tak terkalahkan oleh teknologi audio.”

Keraguan yang sama juga muncul kembali ketika hadir teknologi audio-visual yaitu televisi. Televisi yang dianggap dapat menenggelamkan peran buku ternyata, tidak terjadi. Peran buku tetap tidak tergantikan oleh televisi. Kehadiran televisi telah memberikan keuntungan pada buku karena televisi secara langsung dan tidak langsung telah mempromosikan buku kehalayak yang lebih luas.

Setelah teknologi televisi lahir teknologi informasi (TI) melalui komputer dan ienternet yang disebuat akan menenggelamkan dan mengambil alih fungsi bukunya. Di era milenial ternyata TI tersebut tidak juga menurunkan peran buku.

Menurut Hermawan Sulistyo, “Buku bukan hanya tak lekang oleh internet, melainkan perkembangannya justru didorong maju lebih cepat. Internet membantu pemasaran buku melalui jalur non tradisional, seperti Amazon.com menjadi pusat informasi dan penjualan buku raksasa di dunia.”

Kembali tentang buku “Hukum Pertanahan di Indonesia” buku ini tebalnya 426 halaman, sangat tebal untuk membacanya tidak bisa selesai dari satu hari. Mungkin butuh waktu sekitar sepekan. Buku Suharyono adalah berasal dari disertasinya. Disertasi atau tesis bahkan skripsi kemudian diterbitkan dalam format buku di Indonesia adalah proses yang lazim saat ini.

Seorang teman masa mahasiswa dan mantan aktivis pers mahasiswa Didik Supriyanto yang menjadi pendiri Perludem (Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi) dan sekarang menjadi anggota DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) pernah menerbitkan skripsinya menjadi buku ilmiah populer yang menarik dan enak dibaca.

Skripsi Didik Supriyanto yang lulusan Fisip Universitas Gajah Mada (UGM) berjudul “Gerakan Mahasiswa dan Negara Orde Baru : Studi tentang Protes Mahasiswa dan Pers Mahasiswa selama Kebijakan NKK/ BKK (1978 – 1990)” lalu terbit menjadi buku dengan judul yang menarik “Perlawanan Pers Mahasiswa Protes Sepanjang NKK/BKK” buku ini diterbitkan penerbit Sinar Harapan tahun 1998.’

Ada juga disertasi Akbar Tanjung saat menyelesaikan studi doktoral di Sekolah Program Pasca Sarjana UGM berjudul “Partai Golkar dalam Pergolakan Politik Era Reformasi : Tantangan dan Respons.” Disertasi tersebut lalu menjelma menjadi sebuah buku dengan judul “The Golkar Way.”

Judul buku menjadi daya tarik bagi calon pembaca, walau tetap tak berbeda dengan isi disertasi, namun setelah menjadi format buku disajikan dengan gaya penulisan yang populer dan editing yang ketat oleh editor. Kadar ilmiah buku tersebut masih ada atau termasuk dalam buku ilmiah populer.

Lihat Juga  Ingatkan Wajib Pajak, Pemprov Bakal Pasang Hologram di Plat Kendaraan

Dalam buku Suharyono “Hukum Pertanahan di Indonesia” tidak ditemukan. Buku ini sepertinya memang ditujukan pada segmen akademisi atau atau warga kampus. Masyarakat awam di luar kampus, jika membacanya harus mengernyitkan dahi sebagai pertanda tengah bekerja keras mencerna isi dan kalimat dalam buku yang ditulis kata sambutannya oleh Prof. Dr. Ida Nurlinda, SH.MH guru besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran.

Dalam dunia penerbitan buku, proses editing atau penyuntingan sebuah buku tidak semata-mata hanya pengecekan tanda baca dan pembenaran ejaan saja, melainkan menyangkut banyak sekali hal. Mereka yang bukan berprofesi sebagai editor kerap beranggapan mengedit naskah sebuah hanyalah sebuah upaya membenarkan ejaan. Ini sangat keliru.

Mengedit naskah bukan hanya semata membenarkan, tapi juga mengoreksi secara utuh sebuah tulisan, sehingga tulisan dalam buku tersebut diharapkan bisa menjadi tulisan sempurna. Bahkan seorang editor kerap merancang juga konsep, ukuran buku, sudut pandang penulisan, pemilihan font, rencana cover sampai rencana distribusi atau pemasaran.

Buku “Hukum Pertanahan di Indonesia” dalam penempatan catatan kaki, tidak berbeda dengan lembar halaman disertasi, meletakkannya di bagian bawah naskah. Sebagai contoh sejak halaman awal buku ini pada bagian pendahuluan pada halaman 3, 7 dan 11 sudah sesak dengan catatan kaki dengan ukuran huruf (font) yang kecil. Catatan kaki sampai mengisi sepertiga halaman yang sat halaman hanya berisi tiga paragraf. Bahkan di halaman 31 ada catatan kaki yang sampai mengisi setengah halaman dari buku berukuran 23 cm x 15,5 cm.

Masalah penempatan catatan kaki dalam penerbitan buku yang bersumber dari naskah ilmiah seperti skripsi, tesis, disertasi atau laporan penelitian bisa ditempatkan pada halaman berbeda, tidak harus terletak pada halaman yang sama. Seperti pada buku “The Golkar Way” catatan kaki terletak pada halaman/ bagian akhir setiap bab. Bisa juga seluruh catatan kaki dikumpulkan pada bagian akhir dalam bab tersendiri diberi nama catatan akhir atau catatan kaki seperti pada buku “Perlawanan Pers Mahasiswa Protes Sepanjang NKK/BKK.”

Jika buku “Hukum Pertanahan di Indonesia” memang untuk konsumsi akademisi atau kampus maka akan lebih baik dan memudahkan pembacanya jika juga disertai “Daftar Indeks” seperti pada kebanyakan buku ilmiah.

Sebagai buku pertama yang diterbitkan advokat Suharyono maka buku ini sudah layak untuk dibaca oleh para akademisi, mahasiswa fakultas hukum, dan praktisi hukum yaitu advokat, notaris dan birokrat yang mengurusi pertanahan karena bisa memperkaya wawasan dan pemikiran, buku ini lengkap menyajikan teori dan kasus.

Selamat Suharyono, “Katakan dengan Buku” ditunggu karya buku berikutnya.

Editor : MA

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button