6 Bulan Tinggal di RI, WNA Wajib Bayar Pajak
EkbisNews.com, Jakarta – Warga Negara Asing (WNA) akan dikenakan wajib pajak apabila tinggal di Indonesia selama lebih dari 183 hari atau sekitar 6 bulan. Sebaliknya, Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di luar negeri dalam periode waktu yang sama diisyaratkan ‘bebas’ dari kewajiban lapor pajak hal ini disampaikan oleh kementrian keungan Sri Mulyani.
Saat ini negara masih mengenakan status subyek pajak kepada WNI yang tinggal di luar negeri. Padahal, WNI tersebut bekerja, berpenghasilan, dan membayarkan pajaknya di negara domisili. Oleh karena itu, WNI tetap harus melaporkan pajaknya kepada negara.
“Sekarang kami cut off (pangkas). Kalau lebih dari 183 hari, dapat income (penghasilan), dan bayar pajak di luar negeri, maka tak lagi jadi wajib pajak di dalam negeri,” ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (4/9).
Lebih lanjut Sri Mulyani mengatakan kebijakan ini akan diberlakukan dalam rangka mengikuti ketentuan perpajakan internasional. Saat ini, katanya, rezim perpajakan, khususnya pajak orang pribadi sudah berubah dari pengenaan atas pajak di seluruh dunia (worldwide) menjadi territorial alias berdasarkan daerahnya.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Suryo Utomo menambahkan pemerintah akan segera melakukan sosialisasi terkait rencana kebijakan ini. Pemerintah masih ingin mengali respons masyarakat terkait kebijakan ini. “Nantinya seperti apa, bisa kami diskusikan,” imbuh dia. sebagmana dikutip dari cnnindonesia
Kebijakan ini sejatinya bakal tertuang ke dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Ekonomi yang tengah disusun. Bila sudah final, RUU akan diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan diharapkan bisa berlaku mulai 2021 mendatang.
Bersamaan dengan akan dibentuknya UU baru, pemerintah rencananya melakukan penyesuaian terhadap sejumlah UU yang sudah ada. Mulai dari Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan UU Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (KUP).
Selain kebijakan ‘barter’ pajak, pemerintah juga menyiapkan beberapa relaksasi perpajakan lain. Pemerintah mengklaim upaya ini sebagai respons atas kondisi ekonomi saat ini yang kian dinamis dan cepat.