LifeStyle

Komunikasi Lingkungan dan Jurnalisme Lingkungan

Oleh : Maspril Aries
Wartawan Utama/ Penggiat Kaki Bukit Literasi

Mengutip Yenrizal dalam “Lestarikan Bumi dengan Komunikasi Lingkungan,” komunikasi lingkungan adalah bidang ilmu yang tergolong baru dalam keilmuan komunikasi.

Komunikasi adalah kehidupan. Tindakan komunikasi pada manusia telah terjadi sejak ia lahir ke dunia. Tindakan komunikasi terus-menerus terjadi selama proses kehidupannya. Menurut S. Djuarsa Sendjaja, “komunikasi dapat diibaratkan sebagai urat nadi kehidupan manusia.”

Komunikasi adalah prasyarat kehidupan manusia. Kehidupan manusia akan tampak “hampa” atau tiada kehidupan sama sekali apabila tidak ada komunikasi. Tindakan komunikasi oleh manusia dilakukan dengan berbagai macam cara, baik secara verbal (dalam bentuk kata-kata baik lisan dan/atau tulisan) ataupun nonverbal (tidak dalam bentuk kata-kata, misalnya gestura, sikap, tingkah laku, gambar, dan berbagai bentuk tanda lainnya yang mengandung arti).

Tindakan komunikasi juga dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Komunikasi secara langsung seperti berbicara secara tatap muka, berbicara melalui telepon, mengirim surat biasa atau e-mail. Komunikasi tidak langsung adalah tindakan komunikasi yang dilakukan melalui perantara berupa media, seperti surat kabar, majalah, radio, televisi dan lain-lain.

Kata atau istilah “komunikasi” yang dalam bahasa Inggris “communication” berasal dari “communicatus” dalam bahasa Latin yang artinya “berbagi” atau “menjadi milik bersama.” Dalam Webster’s New Colleglate Dictionary, 1977 antara lain dijelaskan bahwa komunikasi adalah “suatu proses pertukaran informasi di antara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda, atau tingkah laku.”

Dalam ilmu komunikasi ada beragam definisi dari para ahli dengan penekanan arti yang berbeda. Frank E.X. Dance (1976) dalam bukunya Human Communication Theory, antara lain menginventarisasi 126 buah definisi tentang komunikasi yang diberikan berbagai ahli.

Menurut Hovland, Janis, dan Kelley (1995), komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak).

Sementara itu mengutip Lasswell (1960), komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan “siapa,” “mengatakan apa.” “dengan saluran apa,” “kepada siapa,” dan “dengan akibat atau hasil apa.”  (Who? says what? In which channel? To whom? With what effect?)

Dari beragam definisi komunikasi yang ada menurut S. Djuarsa Sendjaja, “Komunikasi suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri seseorang dan/atau di antara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu.”

Dalam Ilmu Komunikasi juga menjelaskan beragam bentuk-bentuk komunikasi, diantaranya komunikasi personal (personal communication) mencakup komunikasi intrapersonal (intrapersonal communication) dan komunikasi interpersonal (interpersonal communication). Kemudian, komunikasi kelompok (group communication) yang meliputi komunikasi kelompok kecil seperti ceramah, diskusi panel, forum, semina, komunikasi kelompok besar, seperti kampanye, konser, tabligh akbar dan lain-lain.

Ada juga bentuk komunikasi massa (mass communication), seperti pers, radio televisi, film dan lain-lain serta komunikasi bermedia (media communication), seperti surat, telepon, poster, pamflet dan lain-lain.

Komunikasi Lingkungan

Seiring lintasan waktu, studi ilmu komunikasi dan dan praktik komunikasi berkembang sangat pesat. Lahirlah kemudian studi-studi, seperti public relations atau kehumasan, jurnalistik, manajemen komunikasi, periklanan, komunikasi massa, public speaking, komunikasi lingkungan dan lain-lain.

Menurut Deddy Mulyana, bahwa komunikasi memiliki berbagai macam konteks komunikasi tergantung pada spesifikasinya. Komunikasi lingkungan merupakan salah satu konteks dari ilmu komunikasi. (Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, 2014).

Mengutip Yenrizal dalam “Lestarikan Bumi dengan Komunikasi Lingkungan,” komunikasi lingkungan adalah bidang ilmu yang tergolong baru dalam keilmuan komunikasi. Selama ini kajian lingkungan hanya didominasi oleh bidang-bidang mainstream seperti, Ilmu Lingkungan, Antropologi Lingkungan, Sosiologi Lingkungan, Biologi, dan beberapa disiplin ilmu eksakta lainnya. Ilmu komunikasi sendiri, belum terlalu banyak membahas masalah ini, padahal isu-isu dan masalah lingkungan, sudah berada pada taraf krusial dan sangat parah sekali.

Lihat Juga  Menteri LHK : Jurnalisme Lingkungan Sangat Penting

Apa itu komunikasi lingkungan? Banyak studi dan penelitian yang berkaitan dengan komunikasi lingkungan menggunakan rujukan dari Robert Cox yang menulis “Environment Communication and Public Sphere” (2010).

Menurut Cox, komunikasi lingkungan adalah sarana pragmatis dan konstitutif untuk memberikan pemahaman mengenai lingkungan kepada masyarakat, seperti halnya hubungan kita dengan alam semesta. Ini merupakan sebuah media simbolik yang digunakan untuk menciptakan masalah lingkungan dan negosiasi perbedaan respon terhadap permasalahan lingkungan yang terjadi. Dengan kata lain komunikasi lingkungan digunakan untuk menciptakan kesepahaman mengenai permasalahan lingkungan.

Robert Cox menyatakan bahwa komunikasi lingkungan meliputi dua fungsi utama yaitu, pragmatis dan konstitutif. Secara pragmatis ini berkaitan dengan pendidikan, kewaspadaan, meyakinkan, memobilisasi, dan membantu manusia mengatasi masalah-masalah lingkungan. Komunikasi lingkungan bersifat pragmatis adalah cara berinteraksi secara verbal dan non verbal dengan menginformasikan, mengingatkan, membujuk dan berjanji dalam menyampaikan tujuan instrumental.

Dalam pemahaman konstitutif, meliputi aspek mengatur, menyusun, merepresentasikan alam dan masalah-masalah lingkungan itu sendiri sebagai subjek bagi pemahaman manusia. Komunikasi lingkungan bersifat konstitutif adalah cara berinteraksi secara verbal dan non verbal dengan tujuan membentuk, mengorientasikan, menegosiasikan makna, nilai dan hubungan sehingga memiliki efek mendalam saat kita mendefinisikan atau tidak subyek sebagai masalah

Pakar lain yang juga kerap dijadikan rujukan adalah Julia B. Corbett dengan bukunya “Communicating Nature: How We Create and Understand Environmental Messages” (2006).

Menurut Corbett, komunikasi lingkungan adalah, disajikan dalam nilai-nilai, kata-kata, tindakan, dan praktek sehari-hari; diinterpretasikan dan dinegosiasikan secara individual; berakar secara historis dan budaya; memiliki akar ideologis; tertanam dalam paradigma sosial dominan yang memberikan nilai instrumental untuk lingkungan dan percaya itu ada untuk melayani manusia; rumit terkait dengan budaya pop, terutama iklan dan hiburan; dibingkai dan dilaporkan oleh media dengan cara yang umumnya mendukung status quo; dimediasi dan dipengaruhi oleh lembaga-lembaga sosial seperti pemerintah dan bisnis.

Jadi komunikasi lingkungan adalah cara untuk menumbuhkan kesadaran partisipasi masyarakat dalam mengelola lingkungan yang bersifat dialogis sehingga sering terjadi komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok.

Jurnalisme Lingkungan

Setiap tahun, sudah lebih dari 20 tahun Indonesia dilanda bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang menyebabkan terjadinya kabut asap atau jerebu. Karhutla melanda beberapa provinsi di negeri ini, khususnya Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) dan beberapa daerah lain di Sumatera serta Kalimantan.

Bencana Karhutla yang terjadi sejak 1997 selalu berulang setiap tahun saat musim kemarau tiba. Bencana ini menjadi konsumsi media massa, dari media cetak, media elektronik (radio dan televisi) serta media online. Semua menyajikan berita tentang Karhutla dengan kabut asapnya, sebagian lain memberitakan tentang kerusakan lingkungan. Berita yang disajikan menjadi bagian dari jurnalisme lingkungan yang merupakan salah satu genre jurnalistik. Ketika berita itu tersaji dan diketahui publik maka saat itu tengah terjadi komunikasi lingkungan.

Menurut Dennis Mc Quail dalam “Komunikasi Massa,” (1989), media seringkali dipandang sebagai alat kekuasaan yang efektif karena kemampuannya untuk melakukan salah satu atau lebih dari beberapa hal seperti : menarik dan mengarahkan perhatian, membujuk pendapat dan anggapan, mempengaruhi pilihan sikap, memberikan status dan legitimasi, mendefinisikan dan membentuk persepsi realitas.

Jurnalisme yang terkait dengan isu lingkungan disebut jurnalisme lingkungan, jurnalisme yang memberitakan soal-soal lingkungan. Sejak 1960-an, jurnalisme lingkungan menyampaikan soal-soal bagaimana dunia industri memberi kerusakan pada bumi, bagaimana knalpot kendaraan mempolusi udara kota, mengapa sungai-sungai tercemar. Liputan terkait lingkungan dalam jurnalisme lingkungan kerap terkait dengan peran pemerintah, ekonomi, dan bisnis, serta organisasi internasional dan regional.

Lihat Juga  Literasi 4 Pilar Kebangsaan pada Generasi Muda harus Diperkuat

Mengutip Muh. Irfan Handeputra dari Fisip Universitas Indonesia, “Definisi tentang jurnalisme lingkungan berakar dari komunikasi lingkungan, komunikasi lingkungan ini sendiri dalam penafsiran saya terhadap uraian Robert Cox dalam bukunya Environmental Communication and the Public Sphere adalah berbagai studi dan penerapan tentang bagaimana berbagai individu, lembaga, masyarakat serta budaya membentuk, menyampaikan,  menerima, memahami dan menggunakan pesan tentang lingkungan itu sendiri, serta hubungan timbal-balik antara manusia dengan lingkungan.

Apabila dikaitkan dengan jurnalistik, maka kita bisa menarik kesimpulan bahwa jurnalisme lingkungan adalah pengumpulan, verifikasi, produksi, distribusi dan pertunjukan informasi terbaru yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, kecenderungan, permasalahan dan masyarakat, serta berhubungan dengan dunia non-manusia dimana manusia berinteraksi didalamnya.

Sebuah penelitian yang dilakukan Putri Aisyiyah Rachma Dewi dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) tentang “Praktik Jurnalisme Lingkungan oleh Harian Jawa Pos” menyimpulkan bahwa jurnalisme lingkungan adalah kegiatan menulis dengan sebuah tujuan, menyuarakan kepada publik, menyajikan data akurat, dan sebagai basis dari partisipasi informasi dalam proses pengambilan keputusan berkait isu-isu lingkungan. Ada tiga tuntutan dari jurnalisme lingkungan terhadap produk berita lingkungan, yaitu informatif, edukatif, dan preventif.

Atau tugas utama dari jurnalisme lingkungan adalah bagaimana media massa sebagai sumber informasi utama publik berkewajiban untuk menyuarakan isu-isu lingkungan sehingga publik dapat secara jelas memahami dan menyadari bahaya yang ada di lingkungan mereka. Ketika terjadi persoalan lingkungan, baik yang berupa bencana alam maupun kerusakan lingkungan akibat ulah manusia, media juga dituntut untuk memiliki kejelian dalam memfokuskan diri pada akar utama penyebab bencana, tindakan mitigasi lingkungan, dan rehabilitasi yang dapat diupayakan.

Menurut pakar seperti John Palen dari Department of Journalism Universitas Michigan dalam paper “mengenai membentuk masyarakat jurnalisme lingkungan,”  jurnalisme lingkungan muncul ketika para jurnalis harus mengemukakan permasalahan-permasalahan berkaitan dengan lingkungan seperti dioxin, kabut asap, satwa terancam punah serta pemanasan bumi.

 Gerakan Lingkungan dan Advokasi

Dalam prakteknya, jurnalisme lingkungan ber”sahabat” dekat dengan gerakan lingkungan hidup yang tumbuh bukan karena hobi, trend, minat atau terpaksa.  Gerakan lingkungan hidup tumbuh dan berkembang karena semakin meningkatnya kesadaran akan krisis lingkungan hidup. Gerakan lingkungan hidup adalah gerakan terbesar di dunia dengan lebih dari dua juta lembaga yang aktif dalam lingkungan hidup Ada tiga bentuk gerakan lingkungan hidup, yaitu advokasi, aksi nyata dan edukasi.

Khusus gerakan advokasi banyak tumbuh di lingkungan organisasi non pemerintah (Ornop). Kata “advokasi” sendiri dalam bahasa Inggris berasal dari kata “to advocate” yang dalam bahasa Indonesia artinya “membela” atau “memajukan.” Dalam KBBI kata “advokasi” memiliki arti “pembelaan.”

Di lingkungan para aktivis lingkungan, sering terdengar kata “advokasi lingkungan.” Makna dari advokasi lingkungan adalah upaya-upaya pembelaan dan pemberdayaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan perubahan kearah lingkungan hidup yang lebih baik.

Menurut Septiawan Santana dalam penelitian “Advokasi Media Dalam Pemberitaan Jurnalisme Lingkungan” Tujuan dari gerakan advokasi lingkungan yang dilakukan antara lain untuk mendorong terjadinya perubahan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, mendorong perubahan perilaku aparatur negara dalam menyikapi persoalan lingkungan hidup serta yang paling utama adalah bagaimana mendorong gerakan masyarakat sipil (organisasi rakyat) untuk melakukan perbaikan terhadap pengelolaan lingkungan hidup.

Editor : MA

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button